Kamis, 24 Juni 2010

Cerita lalu...

14 Juni 2010

Satu tahun lima bulan.
Bukan waktu yang sebentar untuk mengenal kepribadian dan karakter seseorang.
Dan bukan waktu yang sebentar buat gw untuk mengenalmu.
Iya. Kamu.

Kamu yang sekarang punya jalan hidup yang berbeda dengan gw.
Sangat berbeda.

Kau ingat?
Dulu kita pernah menjadi sesuatu yang identik.
Yang selalu disandingkan dan dibandingkan.
Ingat kepengurusan itu?
Ingat lomba-lomba itu?
Ingat tanya jawab itu?
Ingat seragam coklat itu?

Gw gak pernah lelah membantaimu untuk urusan hitung menghitung.
Tapi gw gak pernah bisa mengalahkanmu untuk urusan bahasa asing itu.

Enam tahun berlalu.
Enam tahun tanpa percakapan dan pertemuan.
Sayangnya, saat itu gw belum benar-benar  mengerti pengertian ukhuwah.
Dan membiarkan begitu saja jalan kita masing-masing semakin jauh.

Tidaknya satu hal yang waktu itu gw mengerti.
Mengerti bahwa kau adalah orang yang baik.
Ya. Kau orang baik.
Sampai saat ini.

Sampai akhirnya kabar itu datang kepada gw.
Enggak.
Gw sama sekali gak percaya.
Walaupun ternyata itu memang benar adanya.
Tindak kriminal?
Hey, bahkan kosakata itu gak pernah masuk dalam kamus gw tentang kamu.
Tapi nyatanya?

Sekarang?
Ya, kau menghilang.
Menghilang karena tak ada lagi yang mempercayaimu.

Boleh jujur?
Sungguh. Entah berapa banyak orang yang membencimu saat ini.
Tapi jika kau mau, gw akan mendengarkan ceritamu. Pasti.
Karena buat gw, kau tetap orang yang baik.

Orang yang baik?
Hey! Atas segala kelakuanmu itu, gw masih percaya bahwa kau orang baik?
Iya gw masih percaya. Gw masih percaya.
Kecuali.
Kecuali gw melakukan kesalahan yang sama untuk ketiga kalinya.
Kecuali gw memang terlalu berlebihan menilaimu sebagai orang yang baik.

Ya, sepertinya gw memang memahami satu hal lagi.
Bukan gw yang memiliki penilaian berlebihan terhadap orang lain.
Mungkin memang gw yang belum dewasa.
Gw selalu percaya kalau waktu yang merajai segalanya.
Waktu yang membuat lembutnya tetesan air berhasil melubangi batu yang keras.
Waktu yang membuat kasih sayang menjadi sebuah pengorbanan
Tapi ternyata, gw belum memahami satu hal lainnya.
Waktu pun mampu merubah kertas putih menjadi bernoda, kusam, dan akhirnya berubah menjadi hitam.

Dimanapun kamu berada.
Walaupun kamu gak akan pernah membaca tulisan ini.
Semoga Allah selalu menjaga-Mu dengan rencana-Nya yang istimewa.

Iya. Kamu.
Kamu yang pernah menjadi pena dalam cerita lalu gw..

4 komentar:

Anonim mengatakan...

kata "merubah" seharusnya diganti dengan kata "mengubah" karena berasal kata dari "ubah". Jika kata "ubah" diberi imbuhan depan me- maka menjadi "mengubah" bukan "merubah" yang menjadi kebiasaan digunakan saat ini padahal sebenarnya itu salah. Karena kata "merubah" merupakan perpaduan dari imbuhan depan me + rubah(hewan)

ga ngerti isinya, jd komen yg ada aja hhe
kkss

Annisa Dwi Astuti mengatakan...

@anonim : subhanallah, nuhun pisan ya anonim :D Lw jadi editor blog gw aja deh anonim, setelah ashar tentunya, hehehe :P

Anonim mengatakan...

hha siiplah.

Annisa Dwi Astuti mengatakan...

@anonim : tapi gak usah di bayar ya? ;D