Selasa, 31 Januari 2012

#23 - Emaaak

Emaaaak...
Tunggakan postingan dalam program 'Liburan Menulisnya' banyak bangeeeet -_-"

Udah dua minggu gw lagi males banget sama yang namanya nulis.
Ya Allah, beneran males.
Males dengan intensitas yang tinggi banget.
Padahal, liburan gw sudah berakhir lebih awal sejak dipublishnya kelompok pelantikan dan perang SIAK pagi tadi.

Jadi, maap-maap nih.
Lagi mau memanjakan kemalasan saya yang satu ini, hehe :P

Doakan untuk beberapa hal yang mungkin tak bisa dituliskan akibat kemalasan ini, ya kawan :)

Oia, gw lagi senang looh kawan :D
Karena?

Karena Ku Tahu Engkau Begitu :)

#randompascaperangSIAK

Rabu, 25 Januari 2012

#22 - Surat untuk Dewi 'Dee' Lestari

*Untuk Blog Contest Mizan.com

Dear Teh Dewi,

Nama saya Annisa Dwi Astuti. Seorang mahasiswi tingkat satu yang oleh orang-orang baik di depan, di belakang, di kanan, dan di kirinya biasa dipanggil Tuti. Salam kenal ya, Teh Dewi :) Tapi omong-omong, sebelumnya saya mohon maaf  ya, Teh, kalau Teh Dewi kurang berkenan dipanggil dengan sapaan ‘Teteh’. Soalnya saya bingung mau memanggil dengan sapaan apa. Mau memanggil dengan sebutan ‘Kakak Dewi’? Rasa-rasanya seperti memanggil senior saya di kampus. Memanggil dengan sebutan ‘Tante Dewi’? Hehehe. Saya rasa ada pilihan yang lebih baik dari sapaan itu. Terpikir oleh saya untuk memanggil dengan sebutan ‘Mba Dewi’ mengingat saya memiliki darah Jawa, lebih tepatnya Yogyakarta yang menggunakan sapaan ‘Mba’ untuk perempuan pada umumnya. Lagipula, panggilan ‘Mba’ dirasa cukup universal digunakan di Indonesia. Akan tetapi, panggilan Teteh lah yang pada akhirnya saya putuskan untuk digunakan. Selain karena saya yang lahir di Tanah Sunda, Teh Dewi juga kelahiran Bumi Parahyangan khan? Hehehe. Semoga berkenan ya, Teh, dengan sapaan ini :)

Pertama kali saya mengetahui ada kompetisi menulis surat untuk Teh Dewi di mizan.com, saya antusias banget loh, Teh! Soalnya momennya pas banget waktu saya lagi semangat-semangatnya mau menulis serius. Serius dalam arti kata memberanikan diri untuk mengikuti kompetisi tulis menulis. Soalnya selama ini saya cuma berani nulis di kandang doang, Teh, alias nulis di blog pribadi, hehe :P Tapi, tapi, tapi, antusiasme saya hanya terjadi beberapa menit pasca saya membaca pertauran kompetisi tersebut Teh Dewi. Antusiasme saya tenggelam oleh sebuah tanda tanya besar, “Mau nulis apa untuk Dewi Lestari?”

Bagaimana saya tidak bertanya-tanya, Teh? Kalau boleh jujur ya Teh Dewi, saya teh bukan penggemar berat karya-karya Teteh.  Masih pembaca pada umumnya. Mungkin lebih karena saya jarang baca buku Teteh juga kali ya? Dari sekian banyak karya Teteh yang berupa novel dan kumpulan cerpen, saya baru membaca tiga buku Teteh. Supernova, Perahu Kertas, dan Filosofi Kopi. Dan kalau boleh jujur lagi nih, Teh, ketiga buku itu pun berhasil saya baca karena hasil rekomendasi teman dan hasil meminjam, hehehe :P 

Dengan fakta seperti itu, jadi kan saya bingung Teh mau nulis tentang apa ke Teh Dewi. Kalau membahas tentang buku, saya cuma bisa cerita tentang pengalaman membaca tiga buku Teteh itu. Tentang Supernova yang bikin otak saya muter banget waktu bacanya, tentang Perahu Kertas yang bikin nyess banget, dan tentang Filosofi Kopi yang beberapa ceritanya membuat saya tersindir sekaligus terpojokkan karena saya ngerasa itu saya banget. Sisanya? Bohong banget kalau di surat jadinya saya muji-muji Teteh kalau semua buku Teteh benar-benar membangun ruang baru  dan begitu membekas di hati saya, wong saya belum baca lagi yang lain.  Jadilah saya menunda penulisan surat ini saking bingungnya. Sampai akhirnya di batas pengumpulan surat untuk Teteh, hari ini, tanggal 25 Januari 2012, saya menemukan apa yang bisa saya tulis kepada Teh Dewi! :D

Tapi sebelumnya Teh, sepertinya kebiasaan buruk saya dalam menulis kambuh lagi. I can’t control my write :( Surat buat Teteh khan batasnya 200-400 kata, Teh. Bahkan di saat saya belum menyampaikan apa yang mau saya utarakan kepada Teh Dewi, surat saya  ini sudah mencapai 500 kata. Heu. Gapapalah ya, Teh! :D Setidaknya kalau saya tidak berhasil memenangkan kompetisi untuk menulis surat kepada Teh Dewi, saya tetap berhasil menjadi pememang karena telah mengalahkan ketakutan saya untuk mulai menulis keluar :D

Jadi, yang ingin saya sampaikan kepada Teh Dewi adalah.. Teh Dewi begitu beruntung! :D Teteh beruntung karena tinggal di kota yang menjadi sumber pengkhayalan tingkat tinggi saya. Kota yang sempat memenuhi alam tidak sadar saya beberapa tahun ke belakang. Kota Kembang. Bandung.

Kalau boleh bercerita ke Teh Dewi, oleh teman-teman saya yang berada di Fakultas Psikologi, saya didiagnosis terkena Bandung Complex, Teh. Yaa, walaupun memang hanya diagnosis mahasiswa fakultas psikologi yang baru mengenyam pendidikan sebagai mahasiswa selama 1 semester, tapi terkadang saya merasa diagnosis tersebut ada benarnya, Teh. Terlalu panjang untuk diceritakan asal musababnya, Teh. Tapi seperti yang pernah saya katakan, Bandung adalah kota yang menjadi sumber pengkhayalan tingkat tinggi saya. Banyak pengkhayalan yang saya lakukan dengan kota ini. Mulai dari kotanya, beberapa sudut daerahnya, beberapa sudut tempatnya, bahkan orang-orang di dalamnya.

Entah disebut syndrom atau bukan, saya selalu memiliki ketertarikan lebih dengan kota yang satu ini, Teh. Bahkan adakalanya, walaupun tidak selalu, ketika kota ini disebut-sebut, mood saya bisa berubah sangat drastis. Berubah senang melayang-layang. Atau bahkan berubah hancur berantakan. Mood Booster? Mungkin.

Omong-omong, saya lupa Teh, kalau Perahu Kertas itu, latarnya Bandung bukan? Sampai saat ini, latar yang melekat di kepala saya sebagai latar novel Perahu Kertas adalah sebuah kota yang bernama Bandung.

Sayangnya, ketertarikan saya akan kota yang satu ini, tidak sejalan dengan kesempatan untuk bisa menjejakkan kaki di sana Teh Dewi. Saya berdomsili di Bogor. Tidak ada satu pun keluarga saya yang berdomisili di Bandung –dulu ada satu, tapi sekarang sudah pindah-. Saya lahir dari keluarga yang begitu menyayangi anak perempuan satu-satunya sehingga membutuhkan usaha mati-matian untuk bisa pergi ke Bandung dengan alasan apapun. Saya pun lahir dari keluarga yang tidak begitu menyukai traveling yang menyebabkan tidak tersentuhnya Bandung sebagai tempat tujuan saat liburan. Berapa kali saya pergi ke Bandung? Seumur hidup masih bisa dihitung dengan jari Teh Dewi. Lima kali Teh Dewi. Lima kali. Sungguh saya iri dengan teman-teman saya yang bisa dengan mudah keluar masuk kota itu, Teh.

Pernah saya mencoba membenahi diri atas ke-kompleks-an saya terhadap kota yang satu ini. Tapi saya tidak berhasil Teh Dewi. Sampai akhirnya saya mencoba berdamai. Berteman baik dengan kota sumber pengkhayalan tinggi saya ini dengan menerima bahwa ada sesuatu yang indah di balik ke-kompleks-an saya ini. Di tengah usaha berdamai itu pun, Tuhan pun berbaik hati membiarkan saya  memiliki banyak teman yang bercerita banyak tentang kota sumber pengkhayalan saya itu. Yap. Mungkin saya memang tidak diberikan kesempatan untuk bisa merengkuh kota khayalan saya itu Teh Dewi. Tapi sebagai gantinya, Dia memberikan banyak teman yang berasal dari kota khayalan itu kepada saya saat ini :)

Lalu, apa perkaranya saya menyampaikan ke-kompleks-an saya dengan kepada Teh Dewi melalui surat ini? Yaa, saya hanya ingin bilang, Teh Dewi beruntung. Beruntung karena bisa lahir dan menetap di Kota Bandung. Itu saja :) Boleh khan saya mengkhayal, lagi, saya bisa diajak keliling Kota Bandung ditemani Teh Dewi? Hitung-hitung terapi menyembuhkan ke-kompleks-an saya sekaligus belajar nulis bersama Teteh, hihihi :P Besar harapan saya suatu saat nanti Teh Dewi mencipta sebuah karya besar lagi. Tapi kali ini, khusus tentang kota sumber pengkahayalan tinggi saya itu.

Terima kasih Teh Dewi telah bersedia mendengar ceracauan saya. Oia, di antara banyak ketidakjelasan isi surat ini, saya juga ingin menyampaikan satu hal lagi untuk Teh Dewi. Tetap berkarya ya, Teh Dewi :)

Semoga segala bentuk inspirasi tetap menyelimuti setiap karya Teteh. Inspirasi yang menguatkan perempuan Indonesia untuk terus berani berimajinasi. Inspirasi yang menguatkan perempuan Indonesia untuk bisa menjadi penulis yang cerdas di tengah hingar bingar penulis pria yang semakin berbinar.

Dari : Yang masih mencari pinjaman buku Dee :P,
Annisa Dwi Astuti
Untuk : Mizan.com

Selasa, 24 Januari 2012

#20 - Bunga untuk Kakak

Selama liburan, gw cukup sering bolak-balik ke kampus, khusunya fakultas gw sendiri. Entah memang sedang ada keperluan akademis-nonakademis entah hanya numpang lewat sebagai jalan alternatif untuk menuju perpustakaan pusat.

Beberapa hari belakangan itu pula ada sekelompok mahasiswa, yang beberapa diantaranya teman-teman seangkatan gw, tengah berkutat dengan kardus, cat warna, dan alat-alat gambar lainnya. Ternyata mereka adalah anak-anak dekorasi Dapur.

Dapur merupakan kependekan dari Tenda Purnama. Setiap usai prosesi wisuda di tingkat universitas, para wisudawan/wisudawati biasanya mengikuti sebuah prosesi lagi –semacam pelepasan- di fakultas masing-masing. Dan di Fakultas Psikologi, Tenda Purnama inilah tempatnya :D

UI tiap tahunnya mengadakan dua gelombang prosesi wisuda.  Wisuda yang pertama dilaksanakan bulan Agustus, sekaligus prosesi penyambutan mahasiswa baru. Adapun wisuda yang kedua dilaksanakan sekitar bulan Februari.

Tenda Purnama sendiri merupakan kegiatan yang dilaksanakan setelah prosesi wisuda tingkat universitas. Sejalan dengan prosesi wisuda yang dilaksanakan dua kali dalam setahun, Dapur pun dilaksanakan dua kali dalam setahun. Berhubung gw baru merasakan Dapur satu kali, jadi gw gak tahu tuh apa memang setiap tahunnya Dapur selalu dilaksanakan di hari, waktu, dan tempat yang sama. Dapur tahun lalu, waktu pelaksanaanya setelah prosesi wisuda tingkat universitas  dari sore sampai malam harinya. Bertempat di Akademos. Saat itu juga para wisudawan dan wisudawati nya masih cantik-cantik dan ganteng-ganteng dengan make up dan dibalut dengan kebaya dan jas.

Selain hiburan yang disajikan dari berbagai angkatan, mulai dari band, accoustic, vocal group, dan acara-acara hiburan lainnya, prosesi paling penting dari Dapur adalah pelepasan para wisudawan –kalau Dapur yang pertama ditambah penyambutan maba-. Dapur bulan  Agustus lalu bertema tema Carnival.

Ada momen dimana para wisudawan/wisudawati dipanggil oleh MC dan keluar serentak beriringan dan berarak-arak mengelilingi Akademos sebelum pada akhirnya bergabung dengan mahasiswa yang lain. Saat berarak menuju Akademos, mereka keluar sambil  meniup terompet untuk ulan tahun dengan face painting layaknya badut -beberapa sih, gak semuanya-. Muka-muka lelah seharian menggunakan kebaya dan jas tenggelam dibalik  senyum dan suka cita seorang mahasiswa yang baru di wisuda. Tangan kanan kirinya ada yang menggenggam setangkai atau bahkan seikat bunga entah dari siapa.  Bersamaan dengan backsong lagu berirama suka cita yang disiapkan panitia untuk mengiringinya, seketika gw merinding lah ngeliatnya. Ya Allah, kurang lebih 4 tahun lagi, amiin.

Tenda Purnama 2011 @ Afternoon

  Tenda Purnama 2011 @ Night
Yellguys Wisudawan

Naaah, dari Dapur itu gw baru tahu kalau ada budaya pemberian bunga dari dan ke wisudawan/wisudawati. Gw baru ngeh padahal pas prosesi wisuda, di sekitar balairung banyak yang menjual bunga. Sepengetahuan gw dari beberapa cerita teman, pemberian bunga bisa dilakukan dari wisudawan/wisudawati kepada orangtuanya atau sebaliknya. Ada juga dari adik kelas kepada kakak kelasnya. Dari orang terdekat. Ataupun dari teman seangkatan. Tujuannya banyak. Sebagai ucapan terima kasih, selamat, ataupun tujuan-tujuan lain yang  mungkin hanya diketahui oleh si pemberi bunga.

Kalau tau gitu, waktu wisuda kemarin gw ngasih bunga deh ke Teh Mapaw yang diwisuda sebagai sarjana Farmasi UI :( Tak mengapa, masih ada kesempatan. Mudah-mudahan bisa ngasih bunga di wisuda S2 Profesinya nanti :D

Berhubung sekarang bulan Januari, berarti tinggal hitungan hari lagi akan diselenggarakan wisuda gelombang 2 dan Tenda Purnama. Gw jadi kepikiran mau ngasih bunga. Untuk bulan Februari dan untuk bulan Agustus mendatang :D

Untuk bulan Februari, gw terpikirkan tentang seorang kakak perempuan-yang dalam perjalanannya tetap gw panggil teteh. Salah seorang teteh yang paling awal bersedia berbagi cerita dan gak tanggung-tanggung panjangnya untuk ukuran wawancara tugas prosesi maba. Tentang banyak hal baik dari lingkup fakultas maupun lingkup universitas. Tentang senang dan sedihnya di dunia perkuliahan.  Cerita tentang seorang teteh yang dulu hanya gw kenal di lembar hall of fame di buku tahunan beberapa tahun silam.

Segala prestasi baik bidang akademis maupun akademisnya -ditambah wajah cantiknya :P- menggenapkan niat gw untuk memberikan bunga di hari wisudanya bulan depan. Selamat untuk S.Psi nya teteh :D terima kasih juga untuk teladannya.

Untuk bulan September mendatang? Naah, yang ini nih, gw mau sok-sokan ngasihnya :P Soalnya, jujur, gw gak kenal secara personal, heheh :P Gw berniat untuk memberikan bunga kepada dua orang. Seorang kakak perempuan dan seorang kakak laki-laki. Tidak seperti dengan teteh sebelumnya yang memiliki sebuah lingkaran yang sama, gw belum memiliki kedekatan personal dengan kakak perempuan dan kakak laki-laki ini . Makanya gw bilang sok-sokan :P

Mereka bukan orang-orang yang beredar di tingkat fakultas atau universitas yang dikenal banyak orang karena perjalanan kegiatan kemahasiswaannya -terbukti dengan tidak banyaknya maba yang mengenal mereka berdua-. Mereka bukan seorang orator ulung yang ketika berbicara mampu membuat orang-orang yang mendengarnya terkesima. Mereka pun bukan juara-juara yang bergelut dalam dunia akademis.

Tapi entah mengapa, sampai saat ini gw berinteraksi dengan dua kakak tersebut,  gw selalu ngerasa nyaman mendengar mereka berbicara. Bahkan gw rindu loh mendengar mereka berbicara, atau lebih tepatnya bercerita.

Bukan untaian kata mutiara. Bukan kata-kata yang disusun sedemikian rupa agar para lawan bicaranya berdecak kagum. Bukan pembicaraan intelek yang membutuhkan waktu untuk proses pemaknaannya. Bukan juga cara bicara dengan jeda yang teratur dan berapi-api yang membuat lawan bicaranya tertular semangat. 

Buat gw dua kakak gw itu cerdas dalam bicara, dibalik ke-apa-ada-an-nya. Bahkan gw sedih loh hanya bisa bertemu satu tahun dengan mereka, heu.

Jadi?

Selamat untuk gelar sarjananya, Tetehku :D
Selamat berjuang untuk skripsinya, dua Kakak gw :D

Semoga 3 tangkai yang direncanakan untuk dikirim benar-benar sampai di bulan Februari dan Agustus mendatang.

Dan buat panitia Tenda Purnama 2012, hamasah! :D

Tenda Purnama 2012

Ngomong-ngomong soal hamasah, udah lama ih gak di-hamasah-in orang, hihihi :P 

*pictures taken from : http://tendapurnama.tumblr.com/

#19 – Bahagia Itu Sederhana


Gw lagi suka sama hastag #bahagiaitusederhana di twitter. Belum pernah make sih. Tapi seneng aja sama tweet-tweet orang yang pake hastag itu. Semua tweetnya nunjukkin kalau bahagia itu bisa berasal dari mana aja. Dari hal-hal kecil yang mungkin dianggap gak penting bagi sebagian orang. Dari hal-hal yang sebenarnya mungkin dianggap biasa aja karena, yaa, memang bukan sesuatu yang istimewa. Itu mengapa bahagia disebut sederhana :)

Sayangnya, hari Kamis kemarin (19 Januari 2012)  gw lagi gak bisa ngetweet. Padahal gw berkesempatan make hastag yang satu itu, hehehe.

Bahagia itu sederhana.

Sesederhana gw untuk kesekian kalinya menghabiskan liburan gw di NF Paledang. Bedanya, Kamis itu terasa lebih ramai. Kami semua berkumpul di meja penerima tamu. Berpesta! :D Ada gw, Jemi, Akbar, Upay, Mas Asep, Mas Pit, Mas Zuhri, Mas Yusuf, Mas Ade, dan Mba Dewi. Ditemani pie apel, rujak, dan pisang aroma khas Bogor yang dibeli Mas Zuhri pasca aksi protes gw karena Jemi dan Mas Yusuf ditraktir tepat setelah gw pamit pulang kemarin lusa.

Bahagia itu sederhana.

Sesederhana kami yang ngegerecokin Mas Yusuf yang sedang mengerjakan dokumen tentang proses renovasi NF Paledang. Memperdebatkan ejaan ‘menyapu’ dalam bahasa Inggris, double ‘e’ atau double ‘p’. Mempertanyakan mengapa istilah roof top yang dipakai untuk mengartikan genteng paling atas. Menertawakan apa arti dag-dag dalam list renovasi (?).

Bahagia itu sederhana.

Sesederhana ngeliatin orang-orang yang ketawa sampe ngakak-ngakak setelah baca Si Salmon yang gw bawa. Tapi di satu sisi geleng-geleng ngeliat Mas Zuhri dan Jemi yang gak minat sama sekali dengan buku yang satu ini.

Bahagia itu sederhana.

Sesederhana gw yang mager gak mau pulang dari NF walaupun kepala gw udah kleyengan dan menggigil setengah mati gara-gara darah rendah gw kumat. Ah, orang lagi bahagia kadang bisa tidak merasakan kalau fisiknya sedang sakit, bukan? ;)

Minggu, 22 Januari 2012

#18 - Bertemu


Liburan itu..

Menulis apa yang mau gw tulis. Membaca apa yang mau gw baca. Dan menemui orang-orang yang mau gw temui :D

Seperti hari ini. Rabu, 18 Januari 2012 :D

Bertemu dua teman senasib sepenanggungan.
*Ah, kalian hanya menambah daftar panjang orang Bandung yang ada di sekeliling gw.

Bertemu teteh satu lingkaran.
*2012, S.Psi di tangan, Teh! Amiin :)

Bertemu adik dua zaman.
*Lucu ya Gi, kalau Arin lagi jadi bocah, hihihi :P

 Kiri ke kanan : Arin, Gw, dan Regia, di NF Paledang

#17 – Dari Soto Paru, Bedah Perpus Jilid 2, Sampai Vektor dan Resistor

Hari ini (Selasa, 17 Januari 2012)  joging ke 6 gw selama liburan.  Rute lingkar luar UI. Waktu 65 menit. Lebih cepat 10 menit dibandingkan joging ke 4 dengan rute yang sama. Yippi :D Kali ini gw gak sendiri. Gw joging ditemani oleh Hanifah -biasa gw panggil dengan sebutan Nipeh- yang merupakan caang 5 Gandewa juga.

Oia, yang namanya lingkar luar UI itu, mengelilingi lingkar dalam UI terlebih dahulu, mulai dari Psikologi, Hukum, MUI, Balairung, FKM, FMIPA, PNJ, Kukel, Gym, Stadiun UI, sampai Kutek. Pokonya ngikuti jalur Bikun merah lah. Setelahnya, rute tidak dilanjutkan dengan menelusuri FT, FE, FISIP, dan Psikologi, tapi dilanjutkan dengan menempuh sebuah jalan alternatif di sebelah Kutek. Jalan tersebut membelah hutan UI dan  penghujungnya merupakan Asrama UI.  Rute dilanjutkan dengan menyusuri jalur Spekun yang bermula dari asrama UI. Menyusuri Rumah Makan Mang Engking, danau UI yang lain,  UI Wood, Gerbatama, Stasiun UI, sampai kembali ke Psikologi lagi.

Awal-awal jogging gw masih lari beriringan dengan Nipeh. Lama-lama gw di belakang Nipeh karena ritme jogging Nipeh lebih cepat dibandingkan dengan gw. Lucu loh kalau ngeliat Nipeh lagi jogging. Sambil jogging, Nipeh yang merupakan penggemar K-Pop ini, suka melakukan taran-tarian kecil. Konon, tarian-tarian itu adalah gerakan-gerakan yang sering dilakukan oleh artis-artis K-Pop itu sendiri. Ngeliat Nipeh jogging sambil nari-nari gitu tuh kayak menikmati jogging banget. Berbanding terbalik banget sama gw yang jogging malah dipake mikir banyak hal yang bikin kening keriput.

Makin lama gw semakin tertinggal oleh Nipeh. Buset daah, Nipeh kayak kancil banget. Larinya kayak loncat-loncat, cepet banget! :D Sampai pada akhirnya, punggung Nipeh hilang dari pandangan gw. Di kepala gw masih terbayang-bayang Nipeh yang jogging sambil menari-nari dengan kecepatan kayak kancil. Di saat yang bersamaan, gw udah mulai nyeret-nyeret kaki yang mulai minta berhenti -_-“

Hal yang paling menyenangkan dari jogging adalah ketika pada akhirnya segala bentuk pemaksaan yang dilakukan secara fisik (baca : nyeret-nyeret kaki) maupun mental (baca : mengibarkan bendera permusuhan dengan berhenti di tengah-tengah) berhasil membawa badan gw untuk mencapai garis finish! :D

Atau yang oleh gw biasa disebut dengan berhasil merasakan sensasi pipi kesemutan lagi :D

Setelahnya, kami memutuskan makan di Kanlam. Kanlam yang merupakan kependekan dari Kantin Lama merupakan kantin Fakultas Psikologi UI selain Kancil. Makanan-makanan di Kanlam memang tidak cukup bervariasi dibandingkan dengan Kancil. Terlepas dari fotokopian, rental komputer, wartel, dan toko merchandise, Kanlam hanya terdiri dari satu kios minuman dan satu kios makanan. Kios minuman, yang didalamnya dikenal dengan sosok Mas Geboy, terdapat beberapa aneka jus dan minuman. Adapun kios makanannya memiliki menu aneka nasi, aneka mie, aneka soto, aneka hot plate, aneka ayam, dan beberapa jenis makanan lainnya. Walaupun hanya terdapat dua kios, bukan berarti tidak ada makanan enak disini :D

Kalau Kancil gw recommended banget sama yang namanya Ayam Lodho, di Kanlam gw recommended banget sama yang namanya Soto Paru! :D Pertama kali gw tahu ada makanan enak macam ini dari Annas, jaman-jamannya magang kastrat.

Soto Paru Kanlam memiliki penampilan layaknya soto pada umumnya. Soto berkuah kuning dengan daging di dalamnya. Bedanya, dagingnya diganti dengan paru sapi. Paru nya pun digoreng terlebih dahulu sebelum akhirnya dimasukkan ke dalam kuah soto. Kriuk abis! Nyaam. Selain paru, terdapat pula potongan dadu kentang goreng, tomat, dan emping di dalamnya. Nyaam nyaam.

 Soto Paru Kanlam

Soto Paru  biasanya disajikan saat panas. Setelah dicampur kecap, sambal, dan jeruk nipis, alamaaaak..nyam..nyam..nyaam.. Subhanallah banget lah rasanya :D Sepanjang perjalanan gw merekomendasikan Soto Paru ini ke temen-temen gw yang lain, belum ada yang bilang gak enak nih soto. Satu porsi soto paru, lengkap bersama sepiring nasi, dihargai Rp 9.000. Worth it lah sama rasanya :D

Tapi, tapi, tapi, selain Soto Paru, yang membuat gw lebih sumringah pagi ini adalah jus belimbing Mas Geboy! Yippi :D Akhirnya stok jus belimbing Mas Geboy tersedia lagi. Bersama soto paru, gw pun memesan segelas jus belimbing Mas Geboy. Habis jogging minum jus belimbing? Suegeeer rek >.<

Gw dan Jus Belimbing Mas Geboy, Kanlam

Setelah selesai makan, gw dan Nipeh kembali ke habitat masing-masing. Nipeh kembali ke kostan dan gw kembali ke rumah kakak gw di daerah Mekarsari. Setelah mandi, nyuci, dan packing untuk kembali ke Bogor sore hari nanti, gw langsung kabur lagi dari rumah kakak menuju Perpustakaan Pusat UI.

Kompas sedang menyelenggarakan acara di Perpustakaan Pusat UI. Pameran foto dan pemutaran sebuah film. Pameran foto dan pemutaran film tersebut mengusung tema Ekspedisi Cincin Api. Sebuah program ekspedisi yang dilaksanakan oleh Kompas selama kurang lebih satu tahun untuk menelusuri daerah daerah yang termasuk ke dalam cincin api di Indonesia. Foto dan film tersebut menyajikan hasil dari perjalanan ekspedisi tersebut. Pameran fotonya telah diselenggarakan dari tanggal 10-17 Januari. Adapun pemutaran filmnya dilaksanakan tanggal 17 Januari 2012, yaitu hari ini :D

Gw datang terlalu pagi karena ternyata pemutaran filmnya diundur menjadi jam 1. Ngomong-ngomong, sepanjang jalan banyak banget banner dan pamflet tentang pemutaran film ini. Tapi gak ada informasi spesifik tentang lokasi pemutaran film. Tulisannya hanya “di Perpustakaan Pusat UI”. Helooo, Perpus pusat kayaknya ada 8 lantai deh -_-

Akhirnya, gw pun menyambangi seorang satpam wanita yang bertugas di depan pintu masuk perpus.
Gw : Permisi, Mba. Nonton bareng Film Ekspedisi Cincin Api di lantai berapa ya, Mba?
Mba Satpam : Di lantai 6, Dek. Jam 1 siang.
Lantai 6? Hehehehehehehehe. Pikiran gw langsung melayang ke Bogor. Lebih tepatnya ke Nisop dan Udin. Nisop! Udin! Akhirnya! Akhirnya! (tangan dikpal ke atas dengan raut wajah penuh kemenangan)(ketawa penuh kemenangan). Cerita sebelumnya tentang Nisop, Udin, dan lantai 6 perpus pusat, silahkan di baca di sini yaa. Gw akan menjejakkan kaki gw di lantai misterius itu, hahahaha

Sambil menunggu jam 1, gw menuju Bank BNI yang masih terletak di dalam gedung Perpus Pusat UI kalau-kalau ada yang bisa gw temui di sana. Benar saja. Gw masuk ke Bank BNI dan menghampiri Nipeh dan Rima disana. Rima sampe bilang gw cenayang karena gw bisa tahu kalau mereka sedang ada disana. Hahaha. Ngeri juga disebut cenayang. Padahal mah.. gw khan hanya mempelajar pola-pola, iya khan Teh Cune ;) FYI : Rima adalah teman caang 5 Gandewa gw juga.

Setelah shalat Zuhur, gw dan Nipeh berpisah dengan Rima. Gw dan Nipeh menuju lantai 6, sedangkan Rima tidak ikut nonton karena harus mengambil brosur Psikologi untuk kepentingan promosi di SMA nya. Jadilah gw menghabiskan waktu seharian dengan Nipeh :D

Gw dan Nipeh menuju lantai 6 Perpus Pusat. Benar apa yang dikatakan Rj, lantai 6 Perpustakaan Pusat UI adalah sebuah auditorium untuk nonton film bareng. Kalau yang dipublikasikan kepada orang-orang mah yaa bioskop mini gitu. Gw dan Nipeh datang terlalu cepat. Akhirnya kami turun lagi untuk mencari makan. Kami memutuskan untuk makan di salah satu kios yang ada di bagian samping perpustakaan pusat. Baso Malang.

Gw memesan baso spesial telor. Dengan harga Rp 15.000 satu porsi, gw berekspetasi bahwa telornya adalah telor ayam dengan ukuran normal. Setelah mangkok dihidangkan di hadapan gw, jeng..jeng! Telornya telor puyuuuh meeen, satu biji butir lagi -_-

Bakso Malang Perpustakaan Pusat UI

Kalau dari segi rasa memang enak. Tapi kalau dari segi porsi? Ibuu... harganya gak sebanding dengan porsinya :( pajaknya mahal kali yak?

Setelah makan, gw dan Nipeh kembali ke lantai 6.Wiih,  kali ini auditnya udah penuh. Gw dan Nipeh pun sebenarnya gak cukup dapet posisi yang strategis. Gimana ya menggambarkannya? Jadi auditnya itu bukan ruangan bak bioskop pada umumnya yang berbentuk persegi normal. Auditnya menyerupai huruf ‘L’ yang tidak sempurna. Pada huruf ‘L’ itu ada sebuah garis panjang dan sebuah garis pendek khan? Perpotongan kedua garis itu tidak membentuk sudut 90 derajat, tetapi membentuk sudut lebih dari 90 derajat. Naah, layar terbesar yang ada di ruangan tersebut hanya dapat dilihat oleh orang-orang yang duduk di jajaran kursi di wilayah garis terpanjang. Adapun orang-orang yang duduk di jajaran garis pendek hanya bisa menonton melalui layar kecil seperti yang biasa digunakan untuk presentasi pada umumnya. Gw dan Nipeh salah satu yang duduk di jajaran garis yang pendek.

Sambil menunggu film dimulai, gw memerhatikan orang-orang yang ada di dalam ruangan. Ada Ola dan Caraka. Ada Izzat yang merupakan teman gw di caang 5 Gandewa juga. Ada Kak Meutia, pengurus HUMUS (pecinta alamnya FEUI). Ada Kak Ucup, ketua KAPA (pecinta alamnya FTUI).  Film ini sepertinya cukup menarik perhatian orang-orang yang bersinggungan dengan alam dan lingkungan.

Film pun dimulai. Bercerita tentang ekspedisi yang dilakukan di Anak Krakatau. Bermula dari kisah meledaknya Gunung Krakatau yang terjadi pada tahun 1883. Tsunami dan perubahan iklim dunia sebagai akibat yang ditimbulkannya. Sisa-sisa tragedi alam yang masih bisa ditemukan sampai saat ini. Fenomena munculnya Anak Krakatau. Suksesi yang terjadi di Krakatau yang begitu cepat pasca penghancuran diri Gunung Krakatau. Sampai prediksi ilmuan tentang kemungkinan menyusulnya Anak Karakatu untuk melakukan penghancuran diri seperti yang pernah dilakukan oleh ayahnya tahun 1883.

Walaupun sempat mendapat kritik cukup pedas dari salah satu penonton tentang ketidaklengkapan beberapa unsur dalam film tersebut, buat gw pribadi film hasil ekspedisi tersebut cukup informatif untuk disaksikan. Lebih jauh lagi, pengambilan gambar yang oke banget membuat siapapun harus setuju kalau Indonesia punya keindahan alam yang wajib untuk dijajaki bagi siapa saja yang mengaku mencintai Indonesia sebagai tanah airnya :)

Pemutaran film Ekspedisi Cincin Api ini gak cuma tentang Anak Krakatau. Ada tentang Danau Tambora, Kawah Ijen, Gunung Agung-Rinjani, Gunung Semeru, dan beberapa kenampakan alam yang dikategorikan ke dalam wilayah cincin api di Indonesia. Walaupun hari itu gw cuma nonton bagian Anak Krakataunya, gw berkesempatan untuk meyaksikan beberapa cuplikan pendek film-film lainnya. Saat tiba di kenampakan Ranu Kumbolo di Gunung Semeru dan Danau Segara Anak di Gunung Rinjani, gw dan Nipeh pun grasak-grusuk sikut-sikutan :P

Yap. Kami pernah berada di sana. Bersama 5 cm nya Donny Dhirgantoro dan Sunset Bersama Rosienya Tere Liye :)

Jadi inget tabungan gw buat ke Rinjani. Ada yang mau ikut nabung? ;)

Selain tentang kenampakan alam yang dikategorikan ke dalam wilayah cincin api Indonesia, kami juga diperlihatkan tentang teknik foto 360 derajat yang digunakan oleh tim ekspedisi Kompas. Melalui teknik tersebut, saat melihat hasil fotonya, kita dibawa seolah-olah berada di titik di mana gambar itu diambil. Informasi lebih lanjut tentang eksepdisi cincin api dan teknik foto 360 derajat ini silahkan buka di cincinapi.com yaa :D

Pemutaran film selesai! Gw pun beranjak dari lantai 6 perpustakaan pusat UI. Lantai 6? Hehehe. Sebagai bukti kalau gw pernah menjejakkan kaki di sini, gw pun berfoto dulu di lantai yang beberapa hari lalu sempat gw anggap misterius! Hahaha. Ola aja ampe geleng-geleng ngeliat gw yang iseng banget foto disini :P

 Gw di Lantai 6 Perpustakaan Pusat UI
 
Dari tempat gw foto, terlihat jelas gedung Fasilkom dari ketinggian. Kalau dari jarak seperti ini, sekarang gw ngerti deh kenapa gedung Fasilkom sering disebut dengan rumah ninja, hehehe :P

Lift turun penuh. Akhirnya gw dan Nipeh pun turun melalui tangga. Kami pun tiba di lantai 5. Lantai 5? Hehehe. Lantai ini juga belum jadi gw jajaki nih sama Udin dan Nisop beberapa hari yang lalu karena terlanjur ilfeel dengan Bapak Satpam yang terhormat. Sebelum turun ke lantai selanjutnya, gw pun mengjajak Nipeh sebentar untuk menjajaki lantai ini. Gak ada ruangan yangberarti di lantai ini. Hanya ada lorong-lorong yang menghubungkan antara satu tempat ke tempat lain. Tapi ada deng satu hal yang menarik perhatian gw.  Tau Taman Teletubbies yang terletak di atas gedung Perpustakaan Pusat? Berupa tanah miring yang menyerupai bukit yang dipenuhi hamparan rumput hijau –yang sekarang rumputnya jigrak-jigrak karena belum dipotong-? Yang awal keberadaannya membuat gw bertanya bagaimana cara nyiram dan ngerawat tanaman di ketinggian seperti itu? Ternyata, lantai 5 inilah akses menuju kesana :D
Nipeh : Teh, mau difoto disana gak?
Hehehe. Makasih Peh. Tapi untuk kali ini, gak usahlah. Taman Teletubbies udah cukup indah kok tanpa salah satu Tubbie berfoto di dalamnya -_-

Gw dan Nipeh pun berpisah. Nipeh ke Spektra untuk membeli textbook semester 2, gw menuju ke Stasiun UI untuk kembali ke Bogor.

Seperti biasa, sebelum pulang, gw mampir dulu ke NF Paledang. Hari ini ada yang berbeda. Di Paledang, gw bertemu lagi dengan teman lama yang baru gw kenal.  Sama seperti tahun lalu, Jemi pun lagi menghabiskan liburan yang tinggal tersisa beberapa hari lagi. ITB memang gak berubah. Selalu terdepan dalam ujian dan liburan, hehehe :P Cerita sebelumnya tentang Jemi, silakan baca di sini yaa :)

Gw dan Jemi gak janjian untuk datang ke Paledang hari ini. Tapi satu hal yang kami sepakati bersama, selama masih ada Mas Yusuf dan Mas Ade, Paledang akan selalu bersedia menampung kami kapanpun kami mau kembali kesini.

Saat gw datang, pemandangannya gak jauh berbeda dengan tahun lalu. Jemi lagi ditodong sama siswa NF buat bantuin ngerjain soal. Hohoho. Lucu banget merhatiin anak SMA yang maksa banget Jemi buat diajarin, materinya tentang vektor. Di sisi lain, Jemi sedang berusaha mengingat-ingat pelajaran yang satu ini ditengah paksaan anak SMA itu. Wong jurusan perminyakan udah gak belajar ginian lagi.
Jemi : Tuth, gw lupa nih tentang vektor. Siapa tau lw bisa?
Jedaaaar. Maap-maap nih Jem, bukan bermaksud mengkotak-kotakkan ilmu pengetahuan. Saking lamanya gak ngitung nih ya. Gw mau bayar 3 mangkok mie ayam yang satunya seharga Rp 6.000 aja gw bayar dengan Rp 36.000 -_-“

Namanya Meta. Siswa akselerasi SMAN 6 Bogor. Gw yang tadinya cuma senyum-senyum ngeliatin dia yang lagi rusuh banget minta diajarin Jemi, akhirnya gw beranikan diri juga untuk berkenlan. Ternyata Meta salah satu siswa NF terlama. Ia sudah bergabung dengan NF sejak masih duduk di bangku sekolah dasar. Cerita tentang cita-citanya mau masuk PTN mana pun mengalir. Fakultas Kedokteran UI. Ternyata masih menjadi fakultas favorit di berbagai zaman. Tambah rusuh lagi ketika Meta tau Jemi anak SMA 7. SMAN 6 dan SMAN 7 Bogor, entah berawal dari mana, sama-sama mendeklarasikan bahwa mereka adalah musuh abadi. Dan pemahaman itu sepertinya dibawa di tiap angkatannya. Bahkan sampai ke Meta dan Jemi yang sejatinya berbeda angkatan. Walaupun permusuhan yang terjadi di depan gw lucu, berantem gara-gara soal matematika, hihihi.

Setelah puas konsultasi dengan Jemi mengenai vektor, Meta pun beralih ke Mas Zuhri, menayakan soal tentang resistor. Mas Zuhri adalah mantan guru NF gw. Guru fisika. Lulusan S1 Fisika UI dan S2 Fisika di Italia ini, saat ini tengah mengenyam penididkan S3 di Amerika Serikat. Keberadaanya di NF hari ini pun dalam rangka liburannya selama satu bulan. Di usianya yang masih sangat muda, dengan jenjang penididkan seperti itu yang berhasil ia dapatkan melalui beasiswa, gw gak ngerti lagi mau kemana arah hidupnya, hahaha :P

Sepanjang sore itu pun gw habiskan dengan tertawa. Tertawa karena membantu Jemi mengelabuhi Meta kalau Jemi adalah teman satu angkatannya, tertawa melihat ekspresi Meta yang kesal karena dikelabuhi, tertawa karena celetukkan celetukkan Mas Yusuf, yang seperti biasa, mulai tidak waras kalau sudah menjelang sore :P, tertawa karena melihat Mas Zuhri tertawa. Kawaan, melihat guru gw yang satu ini tertawa merupakan pengalaman langka. Buku Raditya Dika saja diniliainya tidak lucu sama sekali -_-“ Dan menertawakan hal-hal sepele lainnya. Gak penting sih. Tapi dibalik ketidakpentingan itu terkadang seseorang bisa melepaskan tawa yang sebenarnya :)

Sebelum pulang, gw sholat magrib dulu di Paledang. Sepanjang gw bercerita bersama Meta, Jemi, dan Mas Zuhri, Meta gak pernah beranjak sedikitpun dari kursinya. Saat dia beranjak berdiri untuk sholat, alaaaamaaaaak, jiper banget gw. Untuk ukuran anak kelas 3 SMA, Meta tinggi bangeeet -_- 171 cm aja loh tingginya. Gw yang berjalan bersisian dengan Meta ke mushola pun gak henti-hentinya menatap cangak tingginya yang begitu aduhai.

Gw  pun sholat berjamaah dengan Meta. Senang bisa berkenalan dengan salah satu keluarga besar Paledang lagi. Semoga citamu tahun ini dimudahkan ya, Meta.

Yap.  Satu lagi hari dengan mobilitas tinggi. Satu lagi hari dengan penjagaan tali silaturahmi. Satu  lagi hari dengan intensitas senyuman yang membumbung tinggi :)