Kejadiannya hari Senin lalu, tanggal 16 Januari 2012. Gw cabut ke
Gramedia Depok bareng Rj. Terheran-heranlah Rj mendengar bahwa ini kali
pertamanya gw ke Gramedia Depok. Mengingat gw cukup sering berseliweran di
Jalan Raya Margonda buat makan, ke Margo City, ke Detos, ke Patagonia, bahkan
kostan gw (dulu) berada di jalan yang sama dengan Gramedia Depok. Yaa, mau
gimana lagi. Kebiasaan gw iseng-iseng cuci mata di Gramed belum terfasilitasi
lagi kalau kegiatan perkuliahan lagi aktif, hehehe.
Menurut Rj, kalau perbandingannya antara Gramedia Bogor, Gramedia
Matraman, dan Gramedia Depok, Gramedia yang letaknya persis disebelah Margo
City ini merupakan Gramedia kedua terbesar setelah Gramedia Matraman. Gw pun
setuju dengan penilaian ini. Gramedia Matraman itu guedeee banget dengan 4 lantainya
(bener gak? Lupa euy gw 3 atau 4 lantai). Gw pribadi jadi pusing sendiri kalau
keliling-keliling di Gramed yang satu ini. Bukunya super lengkap lah. Begitu
juga alat tulis, alat musik, dan alat elektroniknya. Saran gw sih kalau mau
kesini bener-bener udah ngerencanain mau beli apa. Kalau enggak, bisa kalap
beli buku dan alat tulis yang begitu variatif. Kalau Gramedia Bogor, baik di
Botani Square, Pajajaran maupun Ekalokasari, bisa dikatakan padat berisi. Atau
bahasa ayamnya, bantet, haha :P
Gimana gak bantet? Dalam satu lantai
terdiri dari beraneka jenis buku, alat tulis, alat musik, dan alat elektronik.
Konsekuensi dar ke-bantet-an itu, yaa
isinya tidak terlalu variatif, baik buku, alat tulis, alat musik, dan alat
elektronik. Meskipun begitu, sampai saat ini Gramedia Bogor masih menjadi
tempat yang menyenangkan untuk tempat iseng-iseng cuci mata-soalnya hemat
ongkos, lebih deket dari rumah gw dibandingkan dengan Gramedia Matraman dan
Gramedia Depok, hehehe :P-
Naah, sekarang tentang Gramedia Depoknya. Gramedia Depok terdiri dari
dua lantai. Lantai pertama terdiri dari berbagai alat tulis, alat elektronik,
dan alat musik. Adapun lantai kedua terdiri dari berbagai jenis buku, mulai dari
akademis, fiksi, komik, sampai majalah. Menurut gw pribadi sih, Gramed yang
satu ini ukurannya pas! :D Walaupun tidak lebih besar dari Gramedia Matraman,
setidaknya Gramed ini lebih lengkap dari Gramedia Bogor. Mengelilingi Gramed
yang satu ini juga gak bikin pusing karena kebanyakan buku, tapi bukan berarti
tidak variatif juga.
Tujuan gw cabut ke Gramed ini juga cuma
buat nemenin sahabat gw, yang kegiatannya luar biasa pada, buat beli
kalender yang bisa dicorat-coret. Katanya sih puas banget kalau bisa nyoret
tanggal dan kegiatan yang sudah berhasil dilaksanakan. Sama puasnya kali yaa
kalau gw berhasil nyoret to do list
yang gw bikin. Bedanya, kalau dia di kalender, kalau gw dimanapun gw bisa
menulis to do list itu, baik di note book, hape, kertas bekas, maupun
cuma di kepala doang, hehehe :P
Rj beli kalender, kalau gw sih emang lagi gak pengen beli apa-apa. Lagi
pengen liat-liat aja. Tapi pas udah naik ke lantai 2? Alamaaaak. Gw harus
mati-matian buat nahan untuk gak beli buku -_-“ Secara saat itu gw lagi bawa
cukup uang yang bisa bikin gw kalap untuk beli buku yang gw mau. Buku yang gw
pengen ada di sini semua dong. Mulai dari Madrenya
Dewi Lestari, Sang Penandainya Tere
Liye, The Naked Travelernya Trinity, dan
Sebelas Patriotnya Andrea Hirata.
Bahkan yaa, buku yang tadinya gak gw tau, setelah gw baca resensi belakangnya
dan beberapa halaman yang segelnya udah terbuka, pengen juga gw beli, hahaha.
Kayak buku perjalanan 7 summit
kemarin, kisah-kisah pengajar muda di Indonesia mengajar, buku seputar pulau
terluar di Indonesia, dan buanyaaaak buku lainnya. Ada tuh buku yang resensinya
lumayan berkesan buat gw, tapi seperti biasa, gw lupa judulnya apa -_-“ Kalau
gak salah sih ada ombak-ombaknya gitu. Soalnya gw eye-catching sama buku ini pun gara-gara cover ombaknya itu. Kutipan
resensinya kurang lebih kayak gini :
Gak banyak yang menyadari bahwa Tuhan menciptakan langit dan laut tampak begitu indah karena ada jarak diantara keduanya.
Masih di tengah-tengah euphoria membolak-balikan cover dan resensi buku
di Gramedia Depok, hari itu ada kejadian yang, sumpah, membuat gw excited banget :D Setelah membaca komik
terbaru karya Benny –yang biasanya berpasangan dengan Mice- gw dan Rj berjalan
terpisah. Rj mendatangi buku seputar fotografi, gw masih menyusuri rak dengan
buku bergenre fiksi.
Sampai di ujung rak, gw persis berada di sudut sebelah kiri lantai 2
Gramedia Depok. Di Depan gw udah bukan rak lagi, tapi dinding kaca tebal yang tingginya memenuhi ujung lantai sampai
menyentuh langit-langit. Dari sini gw bisa memandang kesibukan Jalan Raya
Margonda. Berbagai kendaraan berlalu lalang di jalan yang memiliki ruas yang
cukup lebar antara satu sisi dengan sisi lainnya. Mengerikan jika tidak fokus
saat menyebrangi kedua sisinya. Tepat di seberang Gramedia Depok ini terdapat
kios cuci cetak foto dan fotokopian. Dua kios yang... yang pada akhirnya
membuat bulu kuduk gw bergidik saking excitednya
:D
Entah disebut de javu atau
bukan, gw kayak pernah berada di tempat ini sebelumnya. Untuk memastikan, masih
di posisi yang sama, gw membalikan badan 180 derajat. Alamaaak. Persis banget.
Di belakang terdapat rak-rak buku yang dibariskan berbanjar, tentu saja dengan
buku yang tersusun rapi di dalamnya.
Semua pemandangan ini pun mengantarkan gw ke salah satu bukunya Bang
Tere yang pernah gw baca sebelumnya. Daun yang Jatuh Tidak Pernah Membenci Angin. Ada yang udah pernah baca? Salah satu latar
dalam novel tersebut adalah sudut sebuah toko buku dengan pemandangan dan
deskripsi yang... persis dengan apa yang gw lihat saat ini.
Bagi orang yang hobi baca buku-khususnya yang bergenre fiksi- pasti
selalu punya imajinasi sendiri tentang latar dan tokoh yang ia baca. Imajinasi
itu pun belum tentu sama antara satu pembaca dengan pembaca lainnya walaupun
berasal dari deskripsi novel yang sama. Itu pulalah yang terkadang membuat banyak pembaca kecewa dengan hasil film yang
diangkat dari sebuah novel karena film tersebut tidak mewakili imajinasi yang
dimilikinya.
Tapi hari itu, imajinasi gw tentang novel Bang Tere yang satu itu
seolah benar-benar dihadirkan dalam sebuah dimensi tiga yang benar-benar bisa
gw sentuh. Yaampuuuun. Mirip banget. Gw gak tau persis apakah deskripsi Bang
Tere tentang toko buku di novel Daun yang
Jatuh Tidak Pernah Membenci Angin hanya imajinasinya semata atau memang
Bang Tere pernah ke Gramedia Depok sebelumnya. Yang pasti, ada dua hal yang
berputar di otak gw saat gw melihat pemandangan itu. Kalau benar Bang Tere
memang pernah kesini sebelumnya, acung dua jempol lagi deh buat Bang Tere yang
deskripsi tentang toko bukunya bisa benar-benar persis dengan yang ada di dunia
nyata dan sungguh melekat di kepala pembacanya pembacanya. Kalaupun toko buku
itu hanya imajinasinya semata, berarti Bang Tere emang harus ke Gramedia Depok
untuk melihat apa yang gw lihat :D
Gw sengaja berlama-lama tidak beranjak dari posisi gw itu demi mencocokkan
apa yang pernah gw baca, apa yang pernah
gw imajinasikan, dan apa yang gw lihat sekarang. Gw pun senyum-senyum sendiri.
Ternyata gini ya rasanya kalau apa yang pernah kita imajinasikan benar-benar
hadir dalam kehidupan nyata. Excited?
Banget. Gw pun dalam beberapa menit senyum-senyum sendiri melihat pemandangan
ini. Sampai akhirnya gw memtuskan beranjak pergi untuk laporan ke Rj demi
menyalurkan ke-excited-an gw saat
itu. Masih dalam keadaan senyum-senyum sendiri, gw balik kanan dan berpapasan
dengan sesorang yang menyembul dari rak buku biografi tokoh. Namanya Kak Atha.
Ketua BEM Psikologi 2011 dan termasuk sosok yang banyak disegani (baca : banyak
yang ngefans) oleh angkatan gw. Gw yang masih dalam keadaan excited pun menyapa
Kak Atha dan berujung pada percakapan singkat yang setelah gw sadari... koplak banget! -_-“
Gw : Assalamualaikum Kak Atha! (masih sambil senyum-senyum sendiri.. lebih tepatnya, cengengesan)Kak Atha : Walaikumussalam Tuti (tersenyum ramah)Gw : Kak Atha sendiri aja? (masih cengengesan)Kak Atha : Iya Ti, sendiri aja..Gw : Kalau Tuti lagi sama teman, Kak (sambil menunjuk ke sebuah arah). Duluan ya Kak Atha! Assalamualaikum..Kak Atha : Walaikumussam Ti..
Setelah menemukan Rj, gw pun menceritakan imajinasi gw yang menjadi
kenyataan itu ke Rj yang tengah membolak-balikkan buku seputar fotografi, tentu
saja masih dengan perasaan yang excited.
Begitu antusias gw bercerita, sampai-sampai urutan kata per kata gw tidak
dimengerti oleh Rj karena gw belepotan ceritanya, sampai akhirnya gw harus
mengulang cerita gw, tau tanggapan Rj apa?
Rj : Kok bisa, Tuth? (dengan nada datar)
Jedaaaar. Rj gak seru ah. Gw ceritanya antusias tapi nanggepinnya datar
-_-
Gw pun memutuskan kembali ke depan tembok kaca lagi. Sekali lagi
mengedarkan pandangan. Kalau-kalau ada imajinasi yang terselip dan ada selipan
kenyataan lagi yang bisa ditemukan.
Menyenangkan :)
Imajinasi yang bersifat ruang saja kalau hadir dalam bentuk nyata bisa
membuat gw se-excited itu. Apa ya
rasanya kalau imajinasi yang bersifat emosi benar-benar menjadi kenyataan? :D
4 komentar:
jadi pengen ke gramed depok.... kali aja pas kesana ketemu dua pengamen adik kakak hehe
Teh! Kalo udah ngampus lagi temenin aku ke gramed depok plis! (korban buku Tere Liye juga :p)
@mas ade : ayo maaas, masri berkunjung ke depok :)
@acy : siaaap sayaaang! :D
ada nih sebelas patriot-nya andrea hirata di rumah :)
Posting Komentar