Minggu, 22 Januari 2012

#16 – Tembok Kaca Lantai 2 Gramedia Depok

Kejadiannya hari Senin lalu, tanggal 16 Januari 2012. Gw cabut ke Gramedia Depok bareng Rj. Terheran-heranlah Rj mendengar bahwa ini kali pertamanya gw ke Gramedia Depok. Mengingat gw cukup sering berseliweran di Jalan Raya Margonda buat makan, ke Margo City, ke Detos, ke Patagonia, bahkan kostan gw (dulu) berada di jalan yang sama dengan Gramedia Depok. Yaa, mau gimana lagi. Kebiasaan gw iseng-iseng cuci mata di Gramed belum terfasilitasi lagi kalau kegiatan perkuliahan lagi aktif, hehehe.

Menurut Rj, kalau perbandingannya antara Gramedia Bogor, Gramedia Matraman, dan Gramedia Depok, Gramedia yang letaknya persis disebelah Margo City ini merupakan Gramedia kedua terbesar setelah Gramedia Matraman. Gw pun setuju dengan penilaian ini. Gramedia Matraman itu guedeee banget dengan 4 lantainya (bener gak? Lupa euy gw 3 atau 4 lantai). Gw pribadi jadi pusing sendiri kalau keliling-keliling di Gramed yang satu ini. Bukunya super lengkap lah. Begitu juga alat tulis, alat musik, dan alat elektroniknya. Saran gw sih kalau mau kesini bener-bener udah ngerencanain mau beli apa. Kalau enggak, bisa kalap beli buku dan alat tulis yang begitu variatif. Kalau Gramedia Bogor, baik di Botani Square, Pajajaran maupun Ekalokasari, bisa dikatakan padat berisi. Atau bahasa ayamnya, bantet, haha :P Gimana gak bantet? Dalam satu lantai terdiri dari beraneka jenis buku, alat tulis, alat musik, dan alat elektronik. Konsekuensi dar ke-bantet-an itu, yaa isinya tidak terlalu variatif, baik buku, alat tulis, alat musik, dan alat elektronik. Meskipun begitu, sampai saat ini Gramedia Bogor masih menjadi tempat yang menyenangkan untuk tempat iseng-iseng cuci mata-soalnya hemat ongkos, lebih deket dari rumah gw dibandingkan dengan Gramedia Matraman dan Gramedia Depok, hehehe :P-

Naah, sekarang tentang Gramedia Depoknya. Gramedia Depok terdiri dari dua lantai. Lantai pertama terdiri dari berbagai alat tulis, alat elektronik, dan alat musik. Adapun lantai kedua terdiri dari berbagai jenis buku, mulai dari akademis, fiksi, komik, sampai majalah. Menurut gw pribadi sih, Gramed yang satu ini ukurannya pas! :D Walaupun tidak lebih besar dari Gramedia Matraman, setidaknya Gramed ini lebih lengkap dari Gramedia Bogor. Mengelilingi Gramed yang satu ini juga gak bikin pusing karena kebanyakan buku, tapi bukan berarti tidak variatif juga.

Tujuan gw cabut ke Gramed ini juga cuma  buat nemenin sahabat gw, yang kegiatannya luar biasa pada, buat beli kalender yang bisa dicorat-coret. Katanya sih puas banget kalau bisa nyoret tanggal dan kegiatan yang sudah berhasil dilaksanakan. Sama puasnya kali yaa kalau gw berhasil nyoret to do list yang gw bikin. Bedanya, kalau dia di kalender, kalau gw dimanapun gw bisa menulis to do list itu, baik di note book, hape, kertas bekas, maupun cuma di kepala doang, hehehe :P

Rj beli kalender, kalau gw sih emang lagi gak pengen beli apa-apa. Lagi pengen liat-liat aja. Tapi pas udah naik ke lantai 2? Alamaaaak. Gw harus mati-matian buat nahan untuk gak beli buku -_-“ Secara saat itu gw lagi bawa cukup uang yang bisa bikin gw kalap untuk beli buku yang gw mau. Buku yang gw pengen ada di sini semua dong. Mulai dari Madrenya Dewi Lestari, Sang Penandainya Tere Liye, The Naked Travelernya Trinity, dan Sebelas Patriotnya Andrea Hirata. Bahkan yaa, buku yang tadinya gak gw tau, setelah gw baca resensi belakangnya dan beberapa halaman yang segelnya udah terbuka, pengen juga gw beli, hahaha. Kayak buku perjalanan 7 summit kemarin, kisah-kisah pengajar muda di Indonesia mengajar, buku seputar pulau terluar di Indonesia, dan buanyaaaak buku lainnya. Ada tuh buku yang resensinya lumayan berkesan buat gw, tapi seperti biasa, gw lupa judulnya apa -_-“ Kalau gak salah sih ada ombak-ombaknya gitu. Soalnya gw eye-catching sama buku ini pun gara-gara cover ombaknya itu. Kutipan resensinya kurang lebih kayak gini :
Gak banyak yang menyadari bahwa Tuhan menciptakan langit dan laut tampak begitu indah karena ada jarak  diantara keduanya.
Masih di tengah-tengah euphoria membolak-balikan cover dan resensi buku di Gramedia Depok, hari itu ada kejadian yang, sumpah, membuat gw excited banget :D Setelah membaca komik terbaru karya Benny –yang biasanya berpasangan dengan Mice- gw dan Rj berjalan terpisah. Rj mendatangi buku seputar fotografi, gw masih menyusuri rak dengan buku bergenre fiksi.

Sampai di ujung rak, gw persis berada di sudut sebelah kiri lantai 2 Gramedia Depok. Di Depan gw udah bukan rak lagi, tapi dinding kaca tebal  yang tingginya memenuhi ujung lantai sampai menyentuh langit-langit. Dari sini gw bisa memandang kesibukan Jalan Raya Margonda. Berbagai kendaraan berlalu lalang di jalan yang memiliki ruas yang cukup lebar antara satu sisi dengan sisi lainnya. Mengerikan jika tidak fokus saat menyebrangi kedua sisinya. Tepat di seberang Gramedia Depok ini terdapat kios cuci cetak foto dan fotokopian. Dua kios yang... yang pada akhirnya membuat bulu kuduk gw bergidik saking excitednya :D

Entah disebut de javu atau bukan, gw kayak pernah berada di tempat ini sebelumnya. Untuk memastikan, masih di posisi yang sama, gw membalikan badan 180 derajat. Alamaaak. Persis banget. Di belakang terdapat rak-rak buku yang dibariskan berbanjar, tentu saja dengan buku yang tersusun rapi di dalamnya.

Semua pemandangan ini pun mengantarkan gw ke salah satu bukunya Bang Tere yang pernah gw baca sebelumnya. Daun yang Jatuh Tidak Pernah Membenci Angin.  Ada yang udah pernah baca? Salah satu latar dalam novel tersebut adalah sudut sebuah toko buku dengan pemandangan dan deskripsi yang... persis dengan apa yang gw lihat saat ini.

Bagi orang yang hobi baca buku-khususnya yang bergenre fiksi- pasti selalu punya imajinasi sendiri tentang latar dan tokoh yang ia baca. Imajinasi itu pun belum tentu sama antara satu pembaca dengan pembaca lainnya walaupun berasal dari deskripsi novel yang sama. Itu pulalah yang terkadang membuat  banyak pembaca kecewa dengan hasil film yang diangkat dari sebuah novel karena film tersebut tidak mewakili imajinasi yang dimilikinya.

Tapi hari itu, imajinasi gw tentang novel Bang Tere yang satu itu seolah benar-benar dihadirkan dalam sebuah dimensi tiga yang benar-benar bisa gw sentuh. Yaampuuuun. Mirip banget. Gw gak tau persis apakah deskripsi Bang Tere tentang toko buku di novel Daun yang Jatuh Tidak Pernah Membenci Angin hanya imajinasinya semata atau memang Bang Tere pernah ke Gramedia Depok sebelumnya. Yang pasti, ada dua hal yang berputar di otak gw saat gw melihat pemandangan itu. Kalau benar Bang Tere memang pernah kesini sebelumnya, acung dua jempol lagi deh buat Bang Tere yang deskripsi tentang toko bukunya bisa benar-benar persis dengan yang ada di dunia nyata dan sungguh melekat di kepala pembacanya pembacanya. Kalaupun toko buku itu hanya imajinasinya semata, berarti Bang Tere emang harus ke Gramedia Depok untuk melihat apa yang gw lihat :D

Gw sengaja berlama-lama tidak beranjak dari posisi gw itu demi mencocokkan apa yang  pernah gw baca, apa yang pernah gw imajinasikan, dan apa yang gw lihat sekarang. Gw pun senyum-senyum sendiri. Ternyata gini ya rasanya kalau apa yang pernah kita imajinasikan benar-benar hadir dalam kehidupan nyata. Excited? Banget. Gw pun dalam beberapa menit senyum-senyum sendiri melihat pemandangan ini. Sampai akhirnya gw memtuskan beranjak pergi untuk laporan ke Rj demi menyalurkan ke-excited-an gw saat itu. Masih dalam keadaan senyum-senyum sendiri, gw balik kanan dan berpapasan dengan sesorang yang menyembul dari rak buku biografi tokoh. Namanya Kak Atha. Ketua BEM Psikologi 2011 dan termasuk sosok yang banyak disegani (baca : banyak yang ngefans) oleh angkatan gw. Gw yang masih dalam keadaan excited pun menyapa Kak Atha dan berujung pada percakapan singkat yang setelah gw sadari... koplak banget! -_-“
Gw : Assalamualaikum Kak Atha! (masih sambil senyum-senyum sendiri.. lebih tepatnya, cengengesan)
Kak Atha : Walaikumussalam Tuti (tersenyum ramah)
Gw : Kak Atha sendiri aja? (masih cengengesan)
Kak Atha : Iya Ti, sendiri aja..
Gw : Kalau Tuti lagi sama teman, Kak (sambil menunjuk ke sebuah arah). Duluan ya Kak Atha! Assalamualaikum..
Kak Atha : Walaikumussam Ti..                                      
Ada yang janggal dengan percakapan tersebut? Yap, benar. Kak Atha khan gak nanya gw kesini sama siapa -_-“

Setelah menemukan Rj, gw pun menceritakan imajinasi gw yang menjadi kenyataan itu ke Rj yang tengah membolak-balikkan buku seputar fotografi, tentu saja masih dengan perasaan yang excited. Begitu antusias gw bercerita, sampai-sampai urutan kata per kata gw tidak dimengerti oleh Rj karena gw belepotan ceritanya, sampai akhirnya gw harus mengulang cerita gw, tau tanggapan Rj apa?
Rj : Kok bisa, Tuth? (dengan nada datar)
Jedaaaar. Rj gak seru ah. Gw ceritanya antusias tapi nanggepinnya datar -_-

Gw pun memutuskan kembali ke depan tembok kaca lagi. Sekali lagi mengedarkan pandangan. Kalau-kalau ada imajinasi yang terselip dan ada selipan kenyataan lagi yang bisa ditemukan.

Menyenangkan :)

Imajinasi yang bersifat ruang saja kalau hadir dalam bentuk nyata bisa membuat gw se-excited itu. Apa ya rasanya kalau imajinasi yang bersifat emosi benar-benar menjadi kenyataan? :D

4 komentar:

mas ade mengatakan...

jadi pengen ke gramed depok.... kali aja pas kesana ketemu dua pengamen adik kakak hehe

ACY mengatakan...

Teh! Kalo udah ngampus lagi temenin aku ke gramed depok plis! (korban buku Tere Liye juga :p)

Annisa Dwi Astuti mengatakan...

@mas ade : ayo maaas, masri berkunjung ke depok :)

@acy : siaaap sayaaang! :D

ushmrkstv mengatakan...

ada nih sebelas patriot-nya andrea hirata di rumah :)