Senin, 09 Januari 2012

#8 – Science of Understanding Human Behaviour

Ini postingan random tentang seorang mahasiswi tingkat 1. Mahasiswi yang belakangan sedang berputar otak menyusun rencana masa depan yang akan di tempuhnya melalui studi yang ia pilih untuk digeluti, science of understanding human behaviour :)

#Dialog Koplak

Entah mengapa selama liburan gw sedang kepikiran sebuah dialog yang menurut gw lucu, hahaha. Gak ada unsur komedinya sih, tapi entah mengapa koplak aja nih dialog kalau dingat-ingat -_-“ Dialog ini terjadi beberapa waktu yang lalu. Dialog terjadi antara gw dan seorang teman gw yang sama-sama berstatus sebagai mahasiswa Fakultas Psikologi UI. Saat itu, kondisnya gw sedang memperhatikan ada gelagat yang tidak wajar dari teman gw. Teman gw berwajah, bersikap dan bertindak tidak seperti biasanya.
Gw : Heh, lw kenapa?
Teman gw : Kenapa apanya, Tut?
Gw : Lagi ada masalah bukan?
Teman gw : Enggak.. Gak ada apa-apa kok. Gw gak kenapa-kenapa.
Gw : Lw jangan bohong sama calon psikolog deeeh.
Teman gw : Gw juga calon psikolog kali, Tuth.
Gw : -_-“ (garuk-garuk kepala)

#Tong Sampah
Dosen gw : Di luar sana, jangan sekali-kali mengaku kalau kamu anak Psikologi kalau kamu lagi gak siap untuk jadi tong sampah.
 Bukan barang baru bahwa anak Psikologi dikenal sebagi tong sampahnya teman-teman dan orang-orang disekitarnya. Ayo ayo yang Psikologi ngacung! Bukan begitu teman-teman? :D Berdasarkan pengalaman gw dan pengalaman beberapa teman gw, menjadi tong sampah bisa menjadi faktor penyebab atau malah menjadi sebuah akibat dari keberadaanya sebagai mahasiswa Fakultas Psikologi saat ini.

 Saat tugas wawancara Prosesi (Proses Penyesuaian Diri) beberapa bulan yang lalu, gw pun menanyakan apa motivasi narasumber gw untuk memilih Fakultas Psikologi. Dengan penggunaan bahasa yang berbeda-beda,  secara umum jawabannya adalah  ingin mengetahui karakter orang  lebih jauh karena memang sudah terbiasa menjadi tempat mendengar bagi orang-orang disekitarnya. Kalau kasusnya seperti itu, menjadi tong sampah merupakan penyebab keberadaanya menjadi mahasiswa Fakultas Psikologi.

Kalau menjadi tong sampah malah merupakan akibat dari keberadaannya sebagai mahasiswa di Fakultas Psikologi? Naaah, itu urusannya sama kalimat dosen gw di atas, hehehe. Setuju banget sama kalimat dosen gw itu. Sederhananya, masyarakat punya ekspetasi lebih sama mahasiswa Psikologi. Entah sebagai pendengar masalah yang baik, sampai sebagai pemberi alternatif solusi yang solutif dari sebuah masalah. Masyarakat? Yap. Yang bercerita bahkan sekarang bukan hanya orang-orang terdekat lagi, benar-benar masyarakat. Masalah yang diceritakan? Semua masalah. Apapun. Karena hidup adalah masalah bukan? ;)

Contohnya, kejadian yang dialami oleh Murai. Saat itu Murai sedang pergi ke tukang jahit untuk menjahit emblem makara biru muda pada jakunnya. Bagi mahasiswa UI dan para akademisi lainnya, mengetahui warna makara yang tertempel pada Jakun, sudah cukup menginformasikan dari fakultas mana pemilik jakun tersebut berasal. Tapi tidak bagi masayarakat umum. Masyarakat hanya mengetahui bahwa pemilik Jakun adalah mahasiswa UI.

Penjahit tersebut pun bertanya Murai mengambil jurusan apa di UI. Setelah menjawab di fakultas mana ia berasal, tau apa yang terjadi? Benar sekali! #Benar apanya, Tuth? -_- Tukang jahit tersebut pun mendadak bercerita tentang kisah percintaannya kepada Murai, hohoho. Yap, tukang jahit pun punya ekspetasi lebih terhadap Murai untuk bisa bertindak sebagai pendengar yang baik untuk ceritanya.

Sebelum masuk ke fakultas yang katanya orang-orang di dalamnya bisa ngebaca orang ini,  sama seperti yang lain, gw memang cukup sering dijadikan tempat bercerita bagi orang-orang di sekitar gw. Walaupun gw kadang gak cukup solutif untuk bisa memberikan advice untuk sebuah masalah, setidaknya gw bisa diandalkan untuk menjadi pendengar yang baik. Terlebih lagi gw juga memang terbiasa menjadi tempat bersandarnya orang-orang terdekat gw. Entah mengapa, menjadi tempat bersandar itu bisa membuat gw ngerasa belajar banyak. Membuat gw ngerasa berguna dan bermanfaat buat orang lain. Apa lagi coba yang lebih nikmat selain bisa ajadi orang yang bisa bermanfaat buat orang lain? Dan yang pasti, membuat gw nyaman karena salah satu efeknya. Gw pun jadi punya tempat nyender balik :) Walaupun kebiasaan ini yang pada akhirnya membuat orang terlalu nyaman bersandar pada gw dan gak jarang membuat gw terlalu dominan.

Selama liburan ini, ada sedikit perbedaan dengan kebiasaan yang satu ini. Intensitas gw menjadi tong sampah mengalami peningkatan yang signifikan. Satu semester dalam masa penyesuaian diri di Kota Depok, tak jarang membuat silaturahmi gw dengan beberapa orang terdekat gw sempat terputus. Gw pun memanfaatkan liburan ini untuk memanjangkan silaturahmi lagi. Saat proses pemanjangan silaturahmi itu pun -hahaha, gak ada bahasa yang lebih enak gitu, Tuth, selain pemanjangan? -banyak banget yang mendadak pengen cerita dan nyampah ke gw.

Bedanya?

Kali ini setiap mendengarkan cerita seseorang, gw kayak tanggung jawab moral untuk bisa menjadi solutif –terlepas dari cerita yang hanya butuh untuk didengarkan-. Mengapa? Karena judulnya, sekarang gw mahasiswa Psikologi.
Tuth, kayaknya lagi butuh diterapis nih sama Tuti..
Teh, lagi sibuk gak? Gw mau cerita dong.
Teh, gw mau nyampah.
Teh, gw mau konsul dong.
Teh, Teteh khan anak Psikologi yaa. Kalau menurut Teteh...
 Dan ekspetasi lebih ini yang membuat gw selama liburan banyak nonton berita, banyak membaca buku, banyak browsing, banyak memperhatikan detail kecil, banyak belajar untuk tidak cepat mengaggap sesuatu sebagai hal yang tidak penting, banyak berpikir dan merenung, banyak  belajar menganalisis masalah, dan banyak-banyak lainnya demi tidak membiarkan ekspektasi itu terasa berlebihan.

Buat gw, kepercayaan bukan dibuat, melainkan dilahirkan. Untuk yang telah melahirkan kepercayaan pada tong sampah yang stau ini, terima kasih :) Kepercayaan itu pula yang pada akhirnya berbalik melahirkan keberanian pada diri gw untuk berani bersikap. Berani untuk bebenah diri.

Ngomong-ngomong, kata siapa tong sampah gak pernah nyampah juga? Tong sampah juga punya tong sampah andalan yang lebih besar looh :D Iya, khan? Jhe, Sop, Fa :D Dan tentu saja, sebuah tong sampah terbesar yang pernah dibuat sejak 2008 lalu :) *lirik annisadwiastuti.blogspot.com :P

#Masa Depan

Kemarin lusa (Jumat, 6 Januari 2012) gw main ke rumah Mba Amel di daerah Kalisari, Depok.  Mba Amel merupakan guru BIP gw di NF saat gw menjalani kelas Ronin tahun lalu. Cerita sebelumnya tentang gw dan Mba Amel, silahkan baca di sini yaa :)

 Gw dan Mba Amel :)

Awalnya, gw hanya ingin bersilaturahmi mengingat selepas gw dari NF gw udah jarang banget ketemu Mba Amel. Tapi sampai di rumah Mba Amel? Alamaaaaak. Gw disediaan berbagai macam makanan. Mulai dari kue pisang, gorengan, kue bolu, snack, dan sirup rasa jeruk. Belum lagi gw disuruh makan siang di sana. Bener-bener numpang makan banget dah gw di rumah Mba Amel, hohoho.

 Sambil makan dan bermain bersama Syamil –anaknya Mba Amel-, gw banyak bercerita kepada Mba Amel. Berawal dari cerita nostalgia masa-masi di NF dulu, bahasannya berubah menjadi perencanaan masa depan. Kali ini, Mba Amel yang banyak bercerita tentang pahit manisnya menjadi sarjana lulusan Psikologi. Cerita-cerita Mba Amel yang ih waw banget menurut gw itulah yang membuat gw belakangan sedang berpikir keras mau jadi apa gw setelah lulus kuliah. Cerita itu pula yang membuat gw memutuskan untuk gak menjalani perkuliahan di semester dua dan semester  semester selanjutnya dengan cara mengalir. Gw bukan air. Dan 4 tahun bukan waktu yang lama kalau hanya digunakan untuk mengalir.

Di sela-sela membicarakan tentang masa depan, saat gw bercerita tentang ITB, Mba Amel teringat tentang buku yang dimilikinya. Buku tersebut berjudul Sukses Dengan Soft Skills, Bagimana Meningkatkan Kemampuan Interaksi Sosial Sejak Kuliah. Mba Amel pun memperlihatkan buku tersebut kepada gw.

 Buku Mba Amel

Buku tersebut merupakan buku internal ITB. Diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan ITB. Pas pertama kali gw lihat covernya, Ya Allah, lucu bangeeeeet >.< Lucu di sini memiliki arti kata denotatif. Mengapa? Karena covernya merupakan lambang ITB, yang di kemudian hari gw ketahui bahwa nama gajahnya ITB adalah Nesha, dengan menggunakan berbagai pakaian dan sedang melakukan berbagai kegiatan.

Sekilas gw membaca dan membolak balikkan buku tersebut, easy reading. Enak banget bacanya. Ditambah pas banget gw yang lagi ngebahas masa depan dengan Mba Amel, di dalam buku tersebut dipaparkan pengalaman-pengalaman alumnus ITB saat mengahadapi dunia kerja. Klop banget lah. Makin gemes lagi karena di dalamnya banyak banget berkeliaran si Nesha dengan berbagai tingkah lucu. Kayak gini.

Nesha lagi presentasi :D

  Nesha lagi panjat pinang >.<

Nesha lagi kereen!

 Nesha di FSRD, STEI, FTTM, SBM, dan FMIPA :D

Itu cuma sebagian gambar Si Nesha. Gambar-gambar lainnya, Ya Allah, lebih lucu-lucu banget.  Pada akhirnya, gw meminjam buku tersebut untuk menemani gw selama liburan.

Kesimpulan dari pembicaraan gw dan Mba Amel? Menguatkan gw akan rencana awal gw :)

Tentang menjadi Human Resource Development di sebuah perusahaan melalui Psikologi Industri dan Organisasi. Kalau gak diizinin suami kerja di perusahaan? Memilih mengabdi di dunia pendidikan melalui Psikologi Pendidikan. Kalau suami mengaharapkan punya istri berstatus ibu rumah tangga yang bisa dibawa-bawa karena kondisi pekerjaan yang harus pindah dari satu kota ke kota lain, ya gw memilih di rumah. Berkarya menjadi seorang penulis dan ibu rumah tangga yang baik *sumpah deh ini rencana jauh banget ya? Udah pake kemungkinan suami segala -_-

Di zaman yang katanya emansipasi wanita sudah bukan hanya sebuah wacana, di saat banyak wanita yang mengagungkan kemapanan dirinya, jujur saja, gw masih termasuk yang mungkin dianggap wanita konvensional. Gw percaya agama gw. Kalau melepas segala kemungkinan pencapaian demi tunduk pada suami menjadi salah satu cara untuk tetap disayang oleh-Nya, kenapa tidak? :D

Ini kenapa tiba-tiba gw ngobrolin masalah suami ya? Hahaha. Maap ya, maklum. Ssndrom pasca tinggal serumah dengan pengantin baru :P

Masih di tengah obrolan, Mba Amel memberikan saran kepada gw.
Mba Amel : Tuth, kalau kamu mau jadi Human Resource, sekalian aja di perusahaan minyak. Cari beasiswa dari perusahaan itu biar bisa nyekolahin kamu lagi buat ngambil S2 Profesi. Dengan kapasistas otak kayak Tuti, harusnya bisa laah.
 Ngomong-ngomong soal minyak dan kapasitas otak, gw jadi inget temen gw. Anak ITB, jurusan perminyakan, yang kapasitas otaknya bikin gw geleng-geleng, hahaha.

Jemi, apa kabar? Sepertinya gw butuh nannya-nannya tentang perusahaan minyak nih ke lw, hahaha :D

#Menyesal? Tidak. Terima Kasih :)

Liburan gw di Depok ditutup dengan kegiatan Benteng Batu Goes to UI. Seneng bisa ketemu mereka.

Kiri ke kanan : Ola, Nabil, Gw, Acy, dan Tita

Lebih senang lagi ketemu Murai, Acy, dan Amei yang notabanenya udah dua minggu gak ketemu di kampus karena libur dan belum ketemu juga di Bogor.
Ola : Anak Psikologi kalau menganalisis orang detail banget ya?
 Celetukan Ola saat tidak sengaja mendengar obrolan gw, Murai, dan Acy.

Diantara anak Benteng Batu yang ikut kegiatan kemarin, gak ada satu pun yang berminat masuk Psikologi. Tidak masalah :) Karena diantara kami berempat, hanya Murai yang menempatkan Psikologi di pilihan pertama. Hehehe. Itu juga sebelumnya dengan pilihan Manajemen dulu, iya khan Rai?

Menyesal masuk Psikologi? Kami berempat pun menjawab dengan bulat : Tidak. Tidak sama sekali. Kondisi di Psikologi pun membuat kami berempat harus berpikir ulang kalau ingin merasa menyesal menjadi mahasiswa di dalamnya. Kalimat Acy di tengah-tengah penjelasan tentang Psikologi pun menyenggol gw. Menyenggol salah satu sudut ruangan di hati gw.
Acy : Di sini siapa yang sayang SMANSA? Pada sayang SMANSA, khan? Orang-orang yang sayang sama SMANSA, pasti sayang sama Psikologi. Trust me!
 Inilah akhir dari postingan kali ini :D

Random abis ya? Karena di tengah penulisan postingan ini, si penulis bener-bener lagi muter otak untuk mulai menyusun rencana masa depannya. Doakan ya :)
Dimash : Gw juga baru nyadar, Tuth. Sekarang masa depan tuh udah bener-bener ada di tangan kita sendiri ya?

4 komentar:

mas'ade mengatakan...

cayooooooooooooooo tuti,,,, asiiiiik jadi komentator pertama huhuhuh.... semangat ya menggapai impian dan harapan "ko jadi gini ya hahahha"

Shanti mengatakan...

"gw kayak tanggung jawab moral untuk bisa menjadi solutif –terlepas dari cerita yang hanya butuh untuk didengarkan-" --> jangan terjebak! menjadi solutif bkn berarti harus menyatakan solusi lho. umumnya setiap orang sebenernya tau solusi untuk maalah2nya, tapi belum keluar ke alam sadar aja. bantulah dengan mendengarkan dan probing. Kata Mbak Iput "Psikolog yang baik memberikan pandangannya dalam bentuk pertanyaan". Gw jg masih belajar :)

Trus trus, kali ini kesalahan lu cukup fatal Tut menurut gw.. HRD itu Human RESOURCE Development bukan Human RESEARCH Development. Jauh banget kan artinya? Gw awalnya ga ngeh tapi pas lu nulis "Human Researcher" gw baru ngeh dan scroll ke atas lagi. Pay attention to what you write, Tut, check & recheck.

Annisa Dwi Astuti mengatakan...

@mas ade: wiiih,pertamax mas ade! hehehe..amiiin,nuhun ya mas buat doanya :)

@t'cune: mendengar dan probing..siip teh! :D
heuheu, nuhun pisaan lagi teh untuk koreksinya #kebiasaaan banget sih tuth! -_- siaaaaap teeeeh! siap edit!

Cynthia Astari mengatakan...

Assalamualaikum wr wb
Teh, saya cynthia, salam kenal ya teh hehe. saya dr smansa jg ang. Rantai Emas :)saya mau tanya teh, kalo misalnya psikologi ui itu nerima mahasiswi dr jurusan ipa ga teh? terus boleh minta saran ga teh, saya kan anak ipa. tp saya mau psikologi teh, skrg udh kls 12. mending lanjut apa ngga teh? mksh wass :)