Sabtu, 30 Juli 2011

Daftar 100 Mimpi

Udah Tuth, tugas OKK mah gak penting. Yang penting mah PSAF aja.
 Itu tanggapan beberapa temen gw waktu tau gw lagi ngerjain tugas OKK. 

Weits, gak penting? Maaf ya kawan. Untuk gw yang satu tahun  digojlok untuk bisa menghargai banyak hal yang sekalipun tidak dianggap penting oleh orang lain, OKK dan tugasnya gak masuk daftar tidak penting gw ;)

OKK yang merupakan singkatan Orientasi Kehidupan Kampus merupakan salah satu kegiatan dalam rangkaian KAMABA (Kegiatan Mahasiswa Baru) UI. Selain tugas kelompok, di OKK ini ada juga beberapa tugas individu. Salah satunya adalah membuat Poster Daftar 100 Mimpi.

Sebelumnya gw udah pernah membuat list mimpi, tapi berhubung  ada mimpi yang sudah diupgrade, akhirnya gw rombak total-lah daftar selanjutnya menjadi sebuah daftar baru dengan beberapa poin lama yang masih dimasukkan.

100 Mimpi bukan angka yang sedikit ketika harus dituangkan di atas kertas. Dan benar saja, dalam prakteknya, ketika selesai di tulis sebanyak 100 poin dan gw baca ulang, mulai dari mimpi paling bener sampai gak jelas ada di daftar mimpi gw, hehehe :P

Tapi, se gaje-gajenya mimpi gw, kali ini, gw bener-bener bertekad untuk bisa menceklisnya satu demi satu. Dan semoga benar-benar di-amin-i oleh malaikat, allahuma amin :)

Seperti kemarin. Seharusnya gw bisa tuh menceklis mimpi gw no 3 :

3. Keliling UI naik Bikun

Tapi berhubung mimpi gw adalah berkeliling UI naik bikun sampai ke asrama UI yang sampai saat ini gw gak tau keberadaanya dimana, dan kemarin kami hanya berkeliling sampai stasiun UI, gak jadi lah gw menceklis mimpi gw no 3. Padahal khan seru kalau nanti ngumpulin tugas OKK terus dengan bangganya  bilang ke panitianya, "Kak, mimpi saya udah ada yang diceklis loooh" (hahaha, sumpah gak penting parah, Tuth -_-)

Daftar 100 mimpi gw :)

Dan tentu saja, ada banyak sekali poin mimpi gw yang amat sangat butuh bantuan orang lain untuk mewujudkannya. Salah satunya, mimpi gw no 22 :

22. Berkenalan dengan Ketua BEM UI

Jadi, ada yang bersedia mengenalkan gw kepada A'Maman? :P

*Janji gw lunas ya, Jeg ;)

Welcoming Maba SMANSA-UI 2011

Kemarin gw ke Pepus Pusat UI lagi (sakali, Tuth). Kali ini bareng Maba SMANSA-UI 2011 :)

Acaranya sederhana. Hanya ceceritaan di Perpus Pusat UI, (untuk yang laki-laki) sholat Jumat bareng di MUI, makan siang  bareng di Kancil (Kancil yang merupakan singkatan dari Kantin Cikologi adalaha salah satu kantin yang ada di Fakultas Psikologi. Sumpah deh ini nama kantin unyu banget, kayak salah satu mabanya, hahahaha :P), dan keliling UI naik bikun.

Gak terlalu meriah karena panitianya (yang sebagian besar angkatan Rakit Bambu) dan angkatan sebelum-sebelumnya gak banyak yang dateng karena publikasi acara yang terlambat dan bentrok dengan banyak kegiatan di kampus dan luar kampus.

Terlepas dari itu semua, tetep big thanks sangatlah untuk Man of The Day : Afrishal Priyandhana, yang merangkap sebagai ketua acara, kordinator acara, humas publikasi, pemateri, dan guide, yang tanpanya acara ini tidak akan dapat terselenggara :D

Sambil mendengarkan Ishal yang tengah menyampaikan materi, gw ceceritaan sama Rj di belakang rombongan. Tak lain dan tak bukan, kalau udah ketemu Rj, gw banyak banget nanya dan Rj berbaik hati bercerita tentang FK. Fakultas Ke-teknik-an, hehehe :P Seru aja denger cerita tentang mantan calon fakultas gw :P Apalagi yang menceritakan adalah orang yang semangatnya selalu gak ada matinya! Dan gara-gara cerita Rj tentang teknik hari ini, gw jadi punya salah satu alternatif obat baru untuk menyambuhkan diri kalau-kalau suatu saat nanti dilanda sindrom kegalauan. Caranya? Ya di-konkret-kan saja lah penyebab galaunya! :D

Sebelum ke Perpus Pusat UI, gw sempet nyulik Ola ke kostan gw buat ngambil barang. Kostan gw berada di daerah Kober. Kalau dari stasiun UI, daerah tersebut tepat di belakang stasiun UI, nyebrang jalan raya Margonda. Selain bermaksud ngajak Ola liat-liat daerah Kober, alasan utamanya adalah biar gw gak nyebrang sendirian di jalan raya Margonda karena banyak yang menyebutkan  bahwa jalan itu sebagai jalan raya tempat seseorang mengantarkan nyawa :(

Tapi emang gak lebay sih. Ada yang pernah nyebrang di Jalan Baru Bogor? Jalan Raya Margonda memiliki lebar beberapa kali lipat lebih besar dibandingkan Jalan Baru. Selain itu, kalau di Jalan Baru jalannya masih banyak yang berlubang yang membuat kecepatan kendaraan yang lewat masih berada sedikit di atas batas normal, jalan yang satu ini lurus dan mulus tanpa lubang yang membuat setiap orang memacu kendaraannya seperti kesetanan dengan ancaman bisa terpeleset kapan saja (khususnya motor) karena jalannya licin, bukan jalan aspal. Banyak juga berita yang menyebutkan kasus kecelakaan di daerah ini. Mulai dari korbannya harus cuti kuliah sampai benar-benar ada yang tewas -_-

Jadi? Mohon doanya ya kawan, semoga gw selalu baik-baik saja setiap akan melewati jalan ini untuk berjihad menuntut ilmu :)

Dan diantara kegiatan-kegiatan kemarin, salah satu hal yang paling membuat gw sumringah adalah ketemu dengan Hae! :D

Singkat cerita, Haekal Affandi atau yang akrab disapa Hae adalah teman sekelas gw selama dua tahun di kelas XI dan XII IPA 2. Secara personal gw gak terlalu dekat dengan Hae. Sampai hadir yang namanya SPL, Hae selalu berbaik hati menenangkan gw ketika lagi emosi menghadapi kelakuan cowok-cowok di lapangan.
Nyantai aja, Tuth, percaya sama gw, orang yang main pake emosi gak akan pernah menang!
Sampai akhirnya kelulusan, gw dan Hae masih tidak dekat secara personal. Tapi secara semangat? Jangan ditanya. Gw dan Hae mulai banyak ceceritaan ketika kami sama-sama memutuskan untuk menjadi orang nekat yang tidak mengambil pts manapun dan tetap fokus untuk memperjuangkan ptn di tahun kedua. Ditambah lagi saat itu tujuan kami sama, Institut Teknologi Bandung.

November 2010. Bulan itu, gw dan Hae rajin banget wall-wall-an lewat FB. Bercerita tentang perkembangan belajar masing-masing dan saling menyemangati.
Pokonya kita harus ketemu di ITB!
Kalimat itu terus diulang ulang oleh gw dan Hae. Cita-cita hari itu masih sama, gw dengan FTSL dan Hae dengan FTI-nya. Sampai di akhir November, Hae pamit menetap di Bandung. Berjuang mengejar ITB dengan ikut salah satu bimbingan belajar yang ada di kota tersebut. Dan gw, tetap bertahan di Bogor. 

Delapan bulang berselang. Gw dan Hae benar-benar putus kontak. Gw gak tau kabar Hae dan begitu pula sebaliknya.

Sampai datang hari kemarin. Gw ketemu Hae di Perpustakaan Pusat UI. Gw dan Hae akhirnya tau kabar kami masing-masing. Kabar kami saat ini? Sama-sama terdampar di jurusan humaniora Universitas Indonesia. Gw dengan Psikologi dan Haekal dengan Ilmu Ekonomi!

Gilaaaa..

Gw gak berhenti mengintrogasi Hae ampe dia cerita kenapa bisa terdampar disini. Jurusannya gak nanggung-nanggung lagi, Ilmu Ekonomi.

Dan memang benar, cerita Hae gak sama dengan cerita gw. Hae masih memperjuangkan ITB sampai titik darah penghabisan di SNMPTN tulis. Ketika Hae gagal di SNMPTN Tulis, karena sebuah mimpi, akhirnya Hae menempatkan Ilmu Ekonomi  di salah satu pilihannya saat SIMAK UI. Kawan, kalau gw belajar IPS kurang lebih selama 6 bulan. Mau tau gak Hae belajar IPS berapa lama? Hanya 3 hari menjelang SIMAK UI!

*Dan Allah pun selalu punya cara untuk meyakinkan hamba-Nya kalau rencana-Nya selalu lebih indah dibandingkan rencana-rencana yang lain. Walaupun harus dengan cara yang berdarah-darah sekalipun :)
Hae : Tuth, jadi kita Balairung nih...
Gw : Iya kal, sekarang mah Balairung ya :)
Sampai ketemu di Balirung, Hae! :D Pasti ada sebuah alasan besar-Nya mengapa kita harus ada disini.

Setelah selesai kegiatan, saatnya pulang! :D

Dan seperti biasa, setiap pulang dari Depok, apapun bentuknya, mau cuma numpang sholat, bayar pulsa ke Mas Yusuf, ataupun cuma numpang meluruskan kaki, gw pasti mampir ke NF Paledang. Kalau gak mampir sebentar aja, rasanya udah kayak gak pulang ke rumah.

Sebelum ke rumah, gw mampir ke rumah Ditha untuk ngerampok buku tingkat 1 nya. Ditha adalah sohib gw di OSIS SMPN 1 Bogor dan orang yang bikin gw nangis kejer banget waktu dia gak diterma di SMANSA. Tapi sekarang, gw bareng-bareng lagi sama Ditha sebagai juniornya  di Psikologi UI. 

Kalau ada banyak hal yang gw syukuri di tahun ini, salah satunya adalah gw punya teman-teman seangkatan yang gak ada matinya ngebantu gw waktu gw gagal dan berhasil.

Kemarin, Ditha hanya sedang berdua dengan ayahnya. Ibunya belum pulang. Ngomong-ngomong soal ayahnya Ditha, gw punya kenangan tersendiri sama ayahnya Ditha. Tahun lalu ketika gw berkunjung ke sini, ayah Ditha berpesan sesuatu kepada gw yang bikin gw senyum-senyum sendiri.
Jangan terlalu melankolis, Tuti, nanti kamu hancur. Jalanin aja. Ini cuma urutan waktu yang tertukar kok.
Dan kemarin, Ayahnya Ditha pun mampu bikin gw senyum-senyum sendiri.
Yaaah, namanya sahabat mah ya, mau beda waktu, tempat, atau benua juga, pasti akan kembali lagi ke sahabatnya.
Likes pangkat tak hingga lah, Om, hehehe :P

Sampai rumah, bantu-bantu ibu karena Minggu besok calon besan mau berkunjung ke rumah :D

Jadi, kapan ke Perpus Pusat UI lagi, Tuth?
Entahlah. Tapi yang jelas, besok-besok mungkin akan jauh lebih sering dari sebelumnya :)

Kamis, 28 Juli 2011

Perpustakaan Pusat UI

Hari ini untuk ke sekian kalinya gw berkunjung ke Perpustakaan Pusat UI. Pertama kali gw berkunjung kesini H-1 minggu pengumuman SNMPTN tulis, membantai habis 4 problem set geografi sebagai tempat melarikan diri. Heu. Saat itu belajar udah bukan kebutuhan lagi buat gw, udah jadi sebuah pelarian.

Kunjungan selanjutnya, berjam-jam ngobrol dengan Rj seputar kemahasiswaan sebelum akhirnya survey daerah Kutek untuk nyari kostan, sebagai rest area waktu berkeliling UI bersama T'Mapaw, Murai, dan Nain, dan selanjutnya hari ini, tempat mengerjakan tugas kelompok OKK (Orientasi Kehidupan Kampus) :)

T'Mapaw dan Gw di depan Gedung Rektorat

Perpustakaan Pusat UI adalah salah satu bangunan yang mengelilingi Danau UI selain Gedung Rektorat, Balairung, dan MUI (Mesjid Ukhuwah Islamiyah). Dibandingkan bangunan-bangunan penting lainnya, Perpustakaan Pusat UI sangat mudah ditangkap mata dari kejauhan mengingat designnya yang berbeda dibandingkan gedung-gedung lainnya. Design bangunannya kapitalis banget (Retweet dari T'Mapaw :P).

Sederhananya, dari kejauhan, kalau diantara bangunan-bangunan dengan atap tumpang berwarna coklat kemerahan ada sebuah bangunan dengan atap seperti taman teletubbies dengan dinding berwarna abu-abu serta di sisi lain dari gedung ini ada tulisan "BNI KC UI" dan "Starbucks", berarti itu Peprustakaan Pusat UI :)

Terlepas dari arsitektur yang polanya tidak gw mengerti, buat gw Perpustakaan Pusat ini akan menjadi bakal calon tempat yang akan sering gw kunjungi. Pe-we nya dua jempol ke atas! Ademnya tambah dua jempol ke atas lagi! (tambah jempol kaki) Seneng deh gw kalau berada di sini :D

Tempat favorit gw dari bagian bangunan ini adalah tempat duduk dengan model punden berundak di sekitar danau yang menyerupai stadion mini dengan pohon di tengahnya dan sebuah tempat duduk-duduk mirip sebuah lobi.

Stadion mini, lobi, dan beberapa bagian yang telah gw kunjungi di Perpustakaan ini bukan ruangan inti perpustakaan. Karena untuk masuk ke gedung utamanya harus menunjukkan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM). Sedangkan gw khan belum punya KTM :'( Kalau gw udah boleh masuk, entah akan berapa lagi tempat favorit gw di dalam sana :D

Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia

Ketika kelompok gw yang memiliki domisili masing-masing 3 orang dari Bandung, 1 orang dari Bogor (itu aku! itu aku! :D), 1 orang dari Depok, 1 orang dari Tangerang, dan 1 orang dari Aceh merencanakan untuk kumpul kelompok, dengan semangat menggebu gw orasikan sebuah usulan, "Perpus Pusat UI, please?!" (aya pan orasi pake kata please :P).

Akhirnya? Jadilah kami berkumpul disini :)

Kami mengerjakan tugas di dua tempat. Di lobi dan di stadion mini. Dua-duanya tempat favorit gw meeeen! :D (lebih tepatnya, emang selain di dua tempat ini mau ngerjain di mana lagi, Tuth? -_-) Selain kelompok gw, di sebelah juga sepertinya ada maba dengan kelompok OKK nya. Dengan jumlah lebih banyak dari kelompok kami.

Spot pertama kita mengambil tempat di lobi. Dibandingkan maba sebelah yang lebih terlihat tenang, kelompok gw terdengar agak riweuh bin rame pisan. Selain kami memang sudah riweuh berhubungan lewat jejaring sosial tiap malem setelah kelompok terbentuk, kami punya ketua kelompok yang oke pisan lah pokoknya. Namanya Ami. Mojang Bandung yang sekarang jadi mahasiswi komunikasi. Logat sunda nya itu loh, mantaplah, menceriakan suasana. Baru pertama ketemu udah gak canggunglah ceng-cengan, ledek-ledakan, dan sindir-sindiran. Dan itu yang membuat kelompok gw gak butuh waktu lama untuk mengusir sekat kecanggungan sesama maba. Serulah ada di kelompok ini :)

Pindah ke lokasi kedua, melanjutkan tugas sambil ceceritaan. Masih dengan suasana yang sama, rame bin riweuh pisan.

Setelah selesai mengerjakan tugas kelompok OKK, saatnya pulang. Hari ini pulangnya sama panitia OKK nya, atau yang akrab dengan nama Afrishal Priyandhana. Jalan kaki sama Ishal gak beda jauh sama jalan kaki bareng Rj dan Mine. Ritme jalannya anak kereta banget. Terburu-buru dana tergesa-gesa, hehehe.

Dan sepertinya, besok gw akan kembali ke Perpustakaan Pusat UI lagi. Tapi kali ini, dengan Maba SMANSA-UI 2011 :)

*Jhe, Soph, Fa, one day ceceritaan bareng yuk di sini? :D

Rabu, 27 Juli 2011

Mereka yang Juga Berjuang

Hobi gw baca dan nulis. Entah ada kaitannya atau tidak, gw gak hobi mendengarkan musik. Kalaupun ada momen dimana gw mengulang-ngulang dan menyenandungkan sebuah lagu yang sama dalam kurun waktu lebih dari tiga hari, tandanya lagu itu -atau minimal lirik di dalam lagu itu- lagi gw banget. Kalau enggak pun, tandanya nada lagunya emang enak banget buat gw walaupun liriknya sama sekali gak ada hubungannya. Gak sedikit orang ngerasa seneng sama sebuah lagu karena alasan lagu itu lagi match banget sama moodnya. Ya salah satu dari gak sedikit orang itu adalah gw :D 

Saat gw lagi ada di rumah itu (baca : Rumah Ketiga : Antara Bogor dan Sukabumi), banyak yang bilang kalau belajar bareng gw itu berisik. Soalnya sambil ngerjain soal biasanya gw suka menyenandungkan lagu-lagu yang lagi gw banget. Mending kalau suara gw indah-indah gimanaaa gitu, lah ini? Wajarlah orang sering protes :P

Beberapa lagu yang pernah jadi playlist gw di rumah itu :
  • Bintang-Kahitna
  • Hapus Aku-Nidji
  • Memeluk Bulan-Rossa
  • Terlalu Cinta-Rossa
  • Takkan Bepaling dariMu-Rossa
  • Menunggu-Rossa
  • Melompat Lebih Tinggi-Sheila On 7
  • Hari Bersamanya-Sheila On 7
  • Permaisiuriku-Kahitna
  • Sandaran Hati-Letto
  • Indonesia Jaya-Harvey Malaiholo
  • Sadis-Afgan
Diantara lagu-lagu yang ada di playlist itu, salah satu lagu yang paling gw seneng adalah Kita Selamanya-Bondan Fade 2 Black. Soalnya kalau gw denger lagi itu, gw selalu inget mereka.

Mereka? Yap. Mereka yang juga berjuang :)

***

Di rumah itu, ada dua buah kelas yang di sebut kelas Ronin. Sedih juga sih kalau denger arti kata Ronin dalam bahasa Arab, yaitu 'orang karatan' -_-. Gapapa lah ya karatan. Mudah-mudahan yang berkarat adalah ilmunya ya, amiiin :D *hahahaha, ngeles aja deh gw :P*

Kelas ini diperuntukkan untuk alumni SLTA yang masih berjuang untuk berbagai ujian masuk perguruan tinggi negri di tahun kedua ataupun ketiganya. Berbagai alasan dikemukakan mengapa seseorang bisa sampai terdampar di kelas ini. Mulai dari yang memang gagal di tahun pertama, sampai masih penasaran dengan cita-cita awalnya yang belum kesampaian di tahun pertama. Di sepanjang perjalanan kelas ini juga ada berbagai macam orang. Mulai dari yang isiqomah dari awal hingga akhir sampai yang banting stir di tengah jalan.

Sama seperti kelas pada umumnya, kelas Ronin ini dibagi menjadi dua. Ronin IPA dan Ronin IPS. Walaupun di kemudian hari, rasa senasib dan sepenanggungan membuat kami menanggalkan titel IPA dan IPS dengan hanya menyebut kelas Ronin.

Boleh jujur? Postingan ini adalah salah satu postingan yang sebenarnya bisa sangat panjang kayak 'Rumah Ketiga'. Tapi berhubung apa yang ditulis terlalu berkarat di kepala dan gw sudah sangat gemes sendiri pengen nulis tentang ini tapi bingung saking banyaknya. Jadi? Ya sudahlah. Sementara berharap rekaman wajah-wajah ini bisa mewakili banyak hal :)

 Ronin IPS
(Kiri ke kanan : Sofyan-Tito-Jujun-Kinan-Intan-Gw)

Ronin IPA
(gak usah gw sebutin ya namanya, banyak soalnya :P)

Akhir kata, beruntung pernah belajar dan mendengar banyak hal dari kalian. Selamat berjuang kembali, kawan, di tempat terbaik masing-masing :)
  1. M. Abdul Warisman : FTTM ITB
  2. M. Fahreza Kautsar : Fakulats Kedokteran UIN
  3. Achmad Akbari : FMIPA ITB
  4. M. Jafar Purwanto : Hukum Undip
  5. Vinni Nurizky : Kelautan Undip
  6. Delin Nofifta : Fakultas Kedokteran Hewan IPB
  7. Raeiza Olyvia : Fakultas Kedoktran UIN
  8. Teguh Eka : FMIPA Kimia Undip
  9. Angga Meidia Pratama :  Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpad
  10. Andika Dimas Prinanda : Teknik Lingkungan Undip
  11. Asyar : Biokimia IPB
  12. Intan Siti : Psikologi UIN
  13. Miya : Psikologi UIN
  14. Sofyan Sauri : Geografi Lingkungan UGM
*Untuk teman-teman yang belum disebutkan di atas, masih akan terus kami tunggu kabar baiknya :)

Bergegaslah kawan, sambut masa depan.
Tetap berpegang tangan, saling berpelukan
Berikan senyuman, sebuah perpisahan.
Kenanglah sahabat, kita untuk selamanya...

Ronin NF Paledang 2011

Selasa, 26 Juli 2011

Ngeri

*Inspired by true story
Alkisah sebuah penggalan cerita di sebuah sekolah menengah atas yang tengah merayakan kelulusan putra-putrinya ke jenjang yang lebih tinggi. Semua gembira. Semua bersuka cita. Semua guru tersenyum bangga atas jerih payahnya. Euphoria itu ditandai dengan ditanggalkannya atribut putih abu dan diganti dengan simbol-simbol identitas perguruan tinggi sejauh mata memandang. Kebanggaan itu menyemburat di setiap wajah. Tapi tidak di wajah seseorang.

Sebut saja Bening. Ia belum diterima di pergurusan tinggi manapun dan harus menghadapi kenyataan bahwa tahun satu tahun ke depan harus mampu ia sikapi dan ia jemput dengan baik. Euphoria itu memang tidak dirasakannya. Tapi baginya, semua akan indah pada waktunya, dan semua akan baik-baik saja. Atau paling tidak, semua bisa dianggap baik-baik saja olehnya.

Dua bulan berselang setelah ketidaklulusannya di berbagai perguruan tinggi manapun. Ditengah teman-temannya -yang juga senasib dengannya- yang malu dan antipati untuk kembali ke sekolahnya sebelum berstatus menjadi seorang mahasiswa, Bening berbeda. Dengan ke-tidak-tahu-malu-an-nya, ia melenggang santai kembali ke sekolahnya untuk sekadar berjumpa dan bertegur sapa dengan adik-adik kelasnya. Selama belum menjadi mahasiswa bukan merupakan tindak kriminal, gak ada alasan untuk malu khan untuk kembali ke sekolah? Itu yang ada di pikirannya.

Tapi bohong kalau satu tahun yang dilaluinya dijalaninya dengan biasa saja. Bohong kalau tidak ada momen yang benar-benar mampu membuatnya dalam keadaan tidak baik-baik saja. Seperti hari itu saat ia berjumpa dengan seorang adik kelasnya di sekolah. Sebut saja Gatra.
Gatra : Kak, ngapain disini? Gak kuliah?
Bening : Gw khan belum dapet tahun ini. Doain ya berjuang lagi bareng lw tahun depan.
Gatra : Serius?!
Bening : Ngapain juga gw bohong.
Gatra : Kalau belum jadi mahasiswa mah ngapain kesini, Kak? Malu atuh. Pulang aja kali, Kak. Belajar yang bener.
Kalimat gurauan dengan nada yang tidak bergurau.

Bening jarang sakit hati. Jarang banget. Entah karena ia yang terlalu sering menanggapi perkataan orang yang nyelekit dengan kalimat 'Ya Sudahlah', entah karena baginya semua orang berhak bersuara, atau entah karena di sekelilingnya adalah orang-orang baik yang jarang menyakitinya. Seharusnya kalimat itu terdengar biasa saja baginya. Tapi tidak dengan hari itu.

Hari itu memang sudah dua bulan berlalu. Tapi emosinya belum stabil. Mentalnya masih dalam keadaan dipaksa untuk baik-baik saja. Dan kalimat itu cukup membuatnya masuk ke dalam zona tidak baik-baik saja.

Gatra berlalu. Bening hanya menatap kepergiannya getir.
Sayangnya lw gak tau rasanya ada di posisi gw, Dek..
Gumam Bening dalam hati.

Dua hari berlalu semenjak pertemuannya dengan Gatra. Dua hari Bening mati-matian menghilangkan kalimat itu dari kepalnya. Terkadang kalimat yang biasa bisa benar-benar menjadi tidak biasa ketika emosi sedang berada dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Sakit.

Air matanya tumpah malam harinya. Membuat seorang sahabat geleng-geleng kepala karena Bening bisa dengan mudahnya mengeluarkan air mata karena kalimat remeh seperti itu.

Butuh waktu. Tapi perlahan Bening sempurna melupakan kejadian itu sepanjang tahun selanjutnya. Melanjutkan hari dan terus percaya bahwa Dia gak akan pernah meninggalkan hamba-Nya.
***

Setahun berselang. Pada akhirnya, Bening berhasil membuktikan bahwa semua memang akan terasa indah pada waktunya. Dan membuktikan bahwa Dia memang gak pernah lelah menjawab doa.

Sejak kabar baik itu diterimanya, sepanjang hari ia terus mengukir senyum di wajahnya. Terlebih pada akhirnya ia berhasil memberi kabar baik untuk orang-orang di sekitarnya.

Sampai beberapa hari kemudian, senyum itu sempat memudar. Sebuah berita datang. Berita yang cukup mencengangkan  baginya. Berita yang membawa kembali memorinya secepat kilat pada masa satu tahun silam.

Setelah kembali dari potongan-potongan memori satu tahun silam, Bening hanya mampu menunduk takzim. Tatapannya nanar. Dan mendesah lirih dalam hati.
Allah selalu punya cara untuk mendewasakan setiap orang. Termasuk Gatra..
*Ngeri. Ngeri gw ngedenger cerita yang satu ini. Lebih ngeri lagi, ketika tahu bahwa luka hatinya seeorang gak akan pernah luput dari pendengaran-Nya.

Senin, 18 Juli 2011

Ini Tempat Terbaikku

Ya Allah, kalau salah satu dari Manajemen UI dan Psikologi UI merupakan yang terbaik buat hamba, maka dekatkanlah. Tapi kalau tidak, jauhkanlah dan berikanlah yang terbaik.

Doa itu terus didengungkan berulang-ulang. Tak kenal waktu dan tempat. Memenuhi langit-langit kamar. Mengisi sela-sela kosong di ruangan kelas. Dan berkejaran dengan setiap helaan nafas. Dan benar saja. Dia benar-benar selalu menjawab doa. Walaupun jawabannya nanti. Satu tahun setelah gw mampu menyadari dan memperbaiki anyak hal.

29 Juni 2011. Pukul 18.45.

Asam lambung meningkat tajam. Bacaan Al-Quran terbata-bata, terganggu oleh kerongkongan yang berjuang keras menahan isi perut agar tidak keluar. Pasrah? gw amat pasrah. Tapi jujur, terlalu menyedihkan kalau malam ini gw gak bisa-lagi-untuk memberikan kabar baik untuk orang-orang yang gw sayang.

Pukul 19.00.

Selesai membaca Al-Quran gw cuma bisa istigfar berkali-kali. Metro TV mengabarkan pengumuman SNMPTN diundur hingga pukul 20.00.  Pengunduran pengumuman itu malah memperburuk suasana hati gw. Sambil menunggu waktu, gw membaringkan badan di kasur. Meremas boneka sponsorship smansa day gw sambil memejamkan mata. Membuang jauh-jauh tentang kemungkinan-kemungkinan yang gw buat sendiri. Sms-sms mulai berdatangan menanyakan kabar. Aii, Miya, Arin, Dika, Jemi. Belum bisa gw balas karena memang belum ada yang bisa gw kabarkan. Diantara sms-sms itu, ada sms Aldy. Siesca diterima di psikologi UIN! Alhamdulilah! Kabar itu sejenak menenangkan gw, walaupun hanya sekian detik. Kesadaran itu muncul perlahan. Hei! Berarti Pengumuman sudah bisa dibuka!

Dengan modal tasbih tahmid dan tahlil, gw memberanikan diri berhadapan dengan laptop. Masuk ke web SNMPTN. Bismillahirahmanirrahim.

Traffic.

Sms menanyakan kabar masih terus berdatangan. Si Mas nyuruh buka pas tahajud aja nanti malam. Entah apa yang memompa keberanian gw, gw harus buka sekarang juga.

Tiba-tiba bayangan satu tahun yang lalu memenuhi kepala gw. Tahun lalu, yang membuka pengumuman SNMPTN gw adalah Rj. Lewat YM, Rj cuma senyum dan bilang, "Kayaknya tuti emang calon mahasiswi STAN". Bayangan kejadian setelahnya langsung gw buang jauh-jauh.

Gw memasukkan kembali nomor SNMPTN dan tanggal lahir. 
Bismillahirahmanirrahim.

Enter.
Selamat, Anda diterima di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Allahuakbar! Hamdalah dan istigfar silih berganti memenuhi dada gw. Si Mas yang mendampingi gw pun seketika mengucap hamdalah dan mengacak-ngacak rambut gw. Sambil menangis tertahan, gw mengabari Ibu yang sedang di dapur. Gw mencium tangan Ibu yang terlihat menahan tangis juga. Bapak yang baru pulang dari mesjid pun terlihat sehat seketika di tengah sakitnya.

Allahuakbar! Malam itu, untuk kesekian kalinya hamba bersujud pada-Mu, Ya Rabb. Sekali lagi, hamba gak akan pernah berhenti percaya bahwa Engkau memang tak pernah lelah menjawab doa :')

Dada itu masih sesak. Ada sesuatu yang besar yang ingin dikeluarkan, tapi entah bagaimana caranya. Tangis gw masih tertahan. Tangan gw refleks mengambil hp dan mencari nomor Ujhee. Dan tangis itu seketika pecah saat gw dengar suara Ujhee di sebrang sana. Sekian menit kemudian gw menelpon Nisop. Dan emosi gw benar-benar mulai stabil setelah gw menelpon Aufa.

Gw pun mengabarkan orang-orang lewat status facebook. Fokus malam itu terpecah. Antara mengabarkan orang-orang yang minta dikabari, membalas ucapan selamat dari orang-orang, dan membaca dengan saksama prosedur penerimaan UI. Sambil menenangkan diri, gw melakukan tiga hal terbut dalam waktu yang bersamaan.

Dalam rentang waktu 30 menit, inbox gw overload. Notification FB gw terus bertambah. Persis seperti tahun lalu. Hanya euphoria kesyukuran yang membuatnya berbeda.

Tanpa gw sadar, euphoria itu membuat gw lupa bahwa Psikologi adalah pilihan kedua gw setelah Manajemen.

Entah apa yang mendorong gw mengambil hp lagi, gw langsung mencari nomor Murai. Dan sekali lagi, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?

Gw satu fakultas sama Murai! :D

Sambil terus membalas ucapan selamat dari kawan-kawan tersayang, seketika satu per satu kalimat-kalimat itu pun terus berdengung di kepala gw.
Ibu : Kamu kenapa gak psikologi aja? Tuh bisa nenangin orang yang lagi sedih.

Mba Amel : Dari awal liat kamu, kamu tuh ciri-ciri anak psikologi, Tut. Tapi Mba Amel gak enak bilangnya, soalnya mimpi kamu di manajemen.

T'Tatan : Kalau Tuti nanti beneran di Psikologi, bisa-bisa mamah nyuruh Tuti teken kontrak setelah lulus, hahaha..

T'Siti : Tuti kalau keterima di psikologi, nanti jadi psikolognya SIMPLE yaa..

Ifan : I've predicted 2 years ago, inget? gw bilang: "Tuti, lo itu cocok banget di Psikologi" now, it's coming true :)

Seorang teman : Tau gak, Tut? Gw doain lw supaya dapet di Psiko loh, bukan di Mene. Hahaha..

Kalimat-kalimat itu, inbox gw yang tiba-tiba overload dalam waktu setengah jam, dan kenyataan 93 orang nge-likes status gw dengan 68 comments ucapan selamat, perlahan tapi pasti, menguatkan gw di psikologi dan menguapkan cita-cita gw di Manajemen.

Dan sms dari Mba Amel H+1 pengumuman SNMPTN Tulis pun, menggenapkan segalanya.
Mba Amel : Berarti nilai kamu sangat tinggi, Tut. Kata panita UI nya, UI hanya memprioritaskan setiap orang dengan pilihan pertamanya. Seandainya ada yang terlempar ke pilihan kedua pun, itu dipertimbangkan karena nilainya sangat tinggi.
Lengkap sudah. Semua potongan-potongan cerita tersebut kini benar-benar tersusun rapi. Rangkaian cerita itu berhasil menumpas habis keinginan gw ke FTSL ITB, Teknik Lingkungan UI, STAN, dan Manajemen UI.

Satu hal yang gw yakini hari ini, tempat gw memang di sini. Ada sesuatu yang bisa gw lakukan di sini. Dan ada sesuatu yang akan gw mulai dari sini :)

Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Selamat datang Cerita Hari ini (2), di Bumi Makara! :D

Orang-Orang Baik

H-1 SNMPTN Tulis 2011.

Hari ini inbox gw penuh. Sama penunhnya dengan tahun lalu saat gw tidak diterima di universitas manapun. Berbagai kiriman semangat dan doa mengalir deras malam ini. Dan berharap besar, malaikat meng-amini segala bentuk doa yang dikirimkan oleh orang-orang baik ini.
A'Fadlan : Satu SMANSA ngirim doa buat Tuti.
Entah apa alasannya, tapi gw merinding membaca kalimat A'Fadlan itu.

Iya, A. Gak ada alasan Tuti untuk takut. Karena dua hari ke depan, Tuti gak benar-benar sendirian menghadapinya.

Dan lagu itu pun terus berputar-putar di kepala gw...
*Bersyukurlah pada Yang Maha kuasa. Hargailah orang-orang yang menyayangimu. Yang selalu ada setia di sisimu. (Sang Pemimpi)

Rabb, Saya Mau Mengupgrde Mimpi, Boleh ya?

27 Desember 2010.

Malam itu, sebuah keputusan gila dibuat. Bagai dua mata pisau, keputusan itu menguras mental sekaligus melegakan. Dalam sujud terakhir, seketika air mata itu tumpah. Emosi itu meluap. Tubuh gw bergetar. Semakin lama semakin tak beraturan. Emosi itu sudah di luar kendali gw. Menyesakkan dada. Berimbas pada mata yang membengkak keesokan harinya. Tidak mudah meninggalkan sesuatu yang energinya sudah memasuki alam bawah sadar gw selama 6 bulan kebelakang. Energi yang menggerakan banyak hal. Energi yang mengendalikan banyak hal.

Bukan tanpa alasan. Tapi biarlah. Untuk kali ini, biarlah gw tidak mencari pembenaran atas keputusan yang gw ambil.

Terima kasih.
Untuk A'PH atas info website masukitb nya.
Untuk T'Ijah atas tawaran kostnya kalau-kalau gw jadi USM di Bandung.
Untuk Deden, Tara, dan Anet yang bersedia menunggu gw di FTSL.
Dan untuk Abang gw...
Aufa : Insya Allah bisa kok kalau istiqomah :)
Iya, Bang, sebenarnya gw bisa. Sayangnya gw tidak istiqomah.

Terima kasih dan mohon maaf untuk banyak hal. Tapi sampai kapanpun, itu akan selalu berarti banyak untuk gw. Dan kali ini saatnya gw istiqomah, untuk ketidakistiqomahan gw.

*Tanpa gw sadar, emosi yang tidak terkendali malam itu, mampu melesatkan gw jauh dari yang gw perkirakan, selama 6 bulan ke depan.
***

Januari 2011.
...Dengan berat hati akau kuburkan impian tinggiku dan aku hadapi kenyataan bahwa aku harus mengambil jurusan IPS. Selamat jalan, ITB.
*Halaman 11-Ranah 3 Warna
Novel itu langsung gw tutup. Tidak persis sama. Tapi cukup membuat gw tertegun membacanya. Mirip. Mungkin lebih baik gw tidak tahu cerita Alif selanjutnya, sebelum gw menyelesaikan cerita milik gw sendiri. Sampai jumpa Alif, dengan cerita kita masing-masing.
***
Vinni : Kata guru gw mimpi itu bisa di upgrade, Tuth.
Gw : Maksudnya?
Vinni : Kayak guru gw. Dulu cita-citanya pengen banget jadi dokter. Tapi gak kesampean. Terus mimpinya di upgrade deh. Jadinya dia nikah sama seorang dokter :D
Rabb, saya mau mengupgrade mimpi, boleh ya?
Untuk ketidakistiqomahan perjuangan hamba ke ITB, hamba mohon maaf.
Tapi kalau boleh...*langsung delivered ke Yang Maha Mengabulkan Doa*

Dan hanyalah Engkau sebaik-baiknya pembuat rencana :)

Determinasi!

H-1 minggu SNMPTN tulis 2011.

Mas Pw : Yang dibutuhkan kalian saat ini bukan lagi motivasi, melainkan determinasi.
Determinasi?
Kemauan untuk bersabar dan mencoba lagi ketika gagal.

Plankton yang memiliki niat jahat untuk mencuri saja memiliki determinasi yang luar biasa.

Gw?

Seminggu lagi, Tuth.
Seminggu lagi.

Karena memang sudah tidak ada alasan lagi untuk tidak bertahan setelah sejauh ini.

Kutitipkan hatiku pada-Mu

                       
Orang yang memproklamasikan kemerdekaan? Proklamator.
Orang yang melakukan orasi? Orator.
Orang yang melakukan korupsi? Koruptor.
Kalau orang yang selalu mampu membuat segala sesuatunya terasa signifikan?

Kita sebut saja signifator.

Terlalu.
Semua ini terlalu signifikan buat gw.
Banyak orang yang jauh lebih baik yang gw temui.
Tapi kenapa hanya signifator yang satu ini yang gak pernah berhenti berlalu lalang di kepala gw.

Dan salah satu kelemahan yang dimiliki seseorang yang memiliki gaya berpikir random abstrak?
Gak pernah benar-benar bisa membenarkan perasaanya sendiri.

Ya Rabb, kutitipkan hatiku pada-Mu.
Dan kutitipkan signifatorku pada-Mu.

*Gw dan galau, end-

Tumbang Sebelum Berkembang

               
Setelah sekian lama gw gak peduli dengan urusan seperti ini.
Akhirnya untuk pertama kalinya gw sedih lagi.
Tapi itu hanya awalnya.
Karena banyak orang yang berkata, "Jangan menyerah!"

Dan untuk kali ini.
Biarlah urusan yang satu ini benar-benar tumbang terlebih dahulu.
Sebelum benar-benar berkembang di tempat yang tidak semestinya.

Dan untuk kali ini juga.
Biarkanlah gw untuk tidak mau mengalah :D

*Sepertinya F*UI itu akan terus 'berlanjut', Dil :P
Tapi dalam bentuk yang berbeda.
Karena kedua bintang itu saat ini tengah berusaha berjuang di tempatnya masing-masing.
Berjuang untuk memiliki sinar yang layak.
Demi menyinari orang-orang disekitarnya.
Dengan caranya masing-masing.

Dan mungkin kelak.
Salah satu dari dua bintang itu, mampu memiliki sinar yang cukup.
Untuk menyinari seseorang yang sudah memiliki sinarnya sendiri.

Dan Janur Kuning pun (segera) Melengkung

”Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia (surga).”  (QS. An-Nur: 26)
Will be published on : September 2011! :D

Mepertanggungjawabkan Pilihan

Teh, kalau gw tahun depan aja, gimana?
Kalimat ini gw dengar 3 kali dari 3 orang yang berbeda, 3 adik gw di Perisai Ksatria. Kalimat itu meluncur di waktu yang berbeda, namun di minggu yang sama. Minggu pertama pasca pengumuman SNMPTN undangan dan pengumuman SNMPTN tulis.

Sampai detik pertama gw gagal USM STAN tahu lalu saja, gw masih belum sadar bahwa gw harus berjuang di tahun selanjutnya. Sampai akhirnya disadarkan Ujhee dengan pertanyaan, "Jadi, lw mau gimana, Tuth?"

Dan tahun ini, rasanya mendengar kalimat itu dari adik gw sendiri?

Entahlah. Tapi sedih aja gw dengernya. Kalimat itu harus meluncur saat gerbang-gerbang ujian masih terbuka lebar. Di saat cita-cita masih berharap untuk diperjuangkan. Ucapan adalah doa, bukan? Dan Dia sesuai prasangka hamba-Nya, bukan?

Terlepas dari hikmah yang menggunung sampai ke langit saat pencarian tempat terbaik di tahun kedua, gak ada yang pernah bilang kalau berjuang di tahun kedua itu mudah.

Kalau MOS, mungkin yang diahadapi adalah POSKO dan PJ yang menekan selama kurun waktu 4 hari. Kalau Regen, mungkin yang dihadapi adalah osdem dan BPPKO yang menekan selama kurun waktu 2 bulan. Kalu SPL, mungkin yang dihadapi adalah anak-anak cowok yang kapan saja siap membuat keributan ketika timnya merasa diperlakukan tidak adil dalam kurun waktu 4 bulan. Tapi ini? Lw harus berhadapan dengan diri lw sendiri, mencoba berdamai dengan bebagai tekanan yang salah satunya -tanpa sadar- adalah buatan diri lw sendiri dalam kurun waktu sepanjang tahun.

Walaupun banyak kasus yang menyebutkan orang-orang yang berjuang di tahun kedua, atau bahkan ketiga, pada akhirnya berhasil mengukir cerita indahnya masing-masing, sayangnya gak banyak yang mau melihat bahwa pencapaian itu didapatkan bukan tanpa perjuangan dan menguras air mata.

Dek, terlepas dari rencana indah yang Ia siapkan untuk dijemput, jangan pernah menunggu tahun kedua kalau tahun pertama masih bisa diperjuangkan mati-matian. Percaya sama gw. Mungkin kita memang punya tahun kedua. Tapi orang tua kita? Gak ada jaminan kalau orangtua kita masih punya tahun kedua untuk melihat anaknya menjadi mahasiswa!
"Teh, teteh nyesel gak ngulang di tahun kedua."

Menyesal? Alhamdulilah Dia gak pernah membiarkan rasa itu hinggap di hati gw. Karena sesungguhnya, hanya satu hal yang gw coba lakukan tahun ini.

Sejatinya, semua ini bukan tentang seberapa cerdas seseorang. Bukan tentang seberapa besar daya saingnya. Bukan tentang seberapa beruntung dirinya.Bukan juga tentang sebuah gelar S1 atau D3. Bukan tentang PTN, PTS, atau Sekolah Tinggi.

Dan ternyata, memang juga bukan tentang tahun pertama atau pun tahun kedua.

Ini hanya tentang memilih. Dan mempertanggungjawabkannya.

Dan tahun ini, untuk adik-adik gw di Benteng Batu, selamat memilih. Dan selamat mempertanggungjawabkannya :)
***

...
Udin : Ngomong-ngomong, Tuti jadi lanjut kah?
Gw : Setelah mempertimbangkan banyak hal, gw mundur, Din. Maaf ya, Udin...
Udin : :) Gapapa kok, Tuth. Nanti aktif di kampus ya, Tuth!
Gw : Insya Allah, Din :)
Untuk banyak hal, gw mohon maaf, Din. Meskipun tanpa gw, dengan masih adanya seorang lw dan 2010 yang luar biasa, gak ada yang benar-benar kehilangan banyak hal.

Satu hal yang bisa gw pastikan, gw masih akan tetap sayang dengan sekolah kehidupan itu. Dengan cerita-cerita di dalamnya. Dan dengan orang-orang di dalamnya. Walaupun eksekusinya, gw wujudkan dalam bentuk yang berbeda.

Satu kali lagi, boleh gw minta tolong, Din? Doakan gw ya, Din. Doakan gw agar bisa memepertanggungjawabkan pilihan gw yang satu ini dengan cara yang baik. Karena lw orang baik, Din. Dan orang baik, doanya selalu melesat menembus langit :)

Berkenalan dengan Teman Lama

Superintensif SNMPTN 2010.

Hari itu, seperti biasa, papan putih lebar yang tergantung di sudut ruangan mendadak menjadi pusat perhatian penghuni NF. Papan putih yang tak lagi putih karena penuh dengan tempelan kertas yang berisi ribuan huruf-huruf dan angka-angka itu seolah selalu bertransformasi jadi 'primadona' tiap minggunya. Apalagi kalau bukan pengumuman hasil try out.

Berbeda dengan try out sebelumnya, try out kali ini lebih dinanti dan lebih di perhatikan. Mengingat pengumuman hari ini adalah pengumuman try out pertama superintensif SNMPTN. Gw yang cuma bisa geleng-geleng melihat perkembangan nilai gw, tiba-tiba tertumbuk pada satu nama. Ada yang gak biasa.
Gw : Eh, itu yang peringkat pertama TO siapa ya? Kok kayak baru liat namanya?
Teman gw : Itu loh Tuth, yang sekelas sama kita.
Gw : Emang di kelas kita ada anak SMAN 7 ya?
Teman gw : Gw juga gak kenal sih, tapi yang suka duduk di belakang, Tuth.
Gw : Oooh...

Nama itu asing buat gw. Karena biasanya, posisi itu diduduki oleh Sofwah Nisana dan diikuti dengan nama-nama lain yang bertitel SMAN 1 Bogor. Tanpa permisi, nama itu sontak menggeser nama-nama lama penghuni 'singgasana' sebelumnya.

Minggu pertama. Minggu kedua. Sampai minggu ketiga, dengan 'angkuhnya' nama itu terus bertengger di sana. Seolah tak khawatir nama-nama dibawahnya akan menggesernya untuk merebut kembali tempat mereka sebelumnya.

Tanpa peduli dan berkeinginan mengetahui lebih jauh pemilik nama itu-yang jelas-jelas memiliki nilai-nilai yang menyenangkan untuk dilihat-, gw pun pelan-pelan menyingkir dari NF. Mengejar cita di tempat lain, tanpa tahu bahwa ternyata pada tahun selanjutnya, gw berkenalan dengan si pemilik nama itu, yang berhasil membantu gw menyikapi kegagalan dengan cara yang jauh lebih baik.

***

Awal Januari 2011.
Gw : Mas Asep, matriksnya bisa nol-nol gitu sih? Emang bikin persamaanya gimana?
Mas Asep : Sebentar, Mas Asep juga agak lupa, Tuth, soalnya yang waktu itu nemuin caranya Jemi, nanti Mas Asep coba cari dulu.
Jemi? Kayaknya gw familiar dengan nama itu. Tapi dimana ya? Entahlah. Tapi sepertinya, nama itu sering di sebut-sebut oleh Mas Asep beberapa kali di beberapa kesempatan. Lebih tepatnya di setiap soal matematika yang bikin otak panas yang ternyata selalu berhasil diselesaikan olehnya.
"Iya, waktu itu Jemi yang nemuin cara ngerjainnya"
 

"Dulu, Jemi kalau lagi bosen ngerjain soal, suka main bulutangkis sama Reza di belakang."
 

"Jemi tuh luar biasa, Tuth.."

Dan tanpa gw sadar, ternyata nama itu pun sering disebut-sebut oleh Mas Yusuf di lain kesempatan.
"Kalau dulu, yang suka betah di NF kayak Tuti sekarang tuh Jemi.."
 
"Kalau ibunya Jemi nyari dia, pasti ke NF Tuth, hahaha.."

Dan akhirnya gw pun teringat satu hal. Jemi Jaenudin. Nama itu adalah nama yang gw lihat tahun lalu. Nama yang menggeser Sofwah Nisana di urutan pertama TO superintensif snmptn. Dan dengan 'angkuhnya' tetap bertengger di posisi itu di minggu-minggu selanjutnya. Teman sekelas gw? Gw sama sekali gak inget. Bahkan sepertinya gw gak punya sepotong memori pun tentang sosoknya atau pun sekadar pernah menyapa atau enggak. Well, siapapun dia, satu hal yang bisa gw pastikan, dia orang baik dan dikenang baik oleh para pengajar dan staf di NF Paledang.
***

Pertengahan Januari 2011.

Bel istirahat NF berbunyi. Bel yang mungkin kelak akan sangat gw rindukan. Karena di kampus gak ada bel khan ya? :P Tidak seperti biasanya. Hari itu suasana di luar kelas terasa lebih ramai dari biasanya.

Keramaian itu pun menggugah gw untuk keluar kelas dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Gw menyembulkan kepala gw di pintu kelas. Menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari pusat keramaian. Dan sepertinya memang ada beberapa orang yang sedang berkunjung. Dari jauh gw mencoba memperhatikan pusat keramaian itu. Sampai mata gw terhenti pada sosok laki-laki tinggi, berambut gondrong diikat, agak kurus, dan tengah mengobrol dengan Mas Yusuf. Dan sepengetahuan gw dia bukan anak Ronin. Siapa ya? Kayaknya gw pernah liat orang yang satu ini. Dan satu hal yang paling menarik perhatian gw, jaketnya. Jaket belakangnya tertulis besar-besar "FTTM". Pasti ITB.

Keesokan harinya, akhirnya gw tau, bahwa di lah pemilik nama itu. Nama yang gak ada habisnya dibanggakan oleh Mas Asep. Nama yang selalu diceritakan oleh Mas Yusuf. Dan nama seorang teman lama yang gak pernah gw kenal sebelumnya.

Hari itu bel istirahat NF pun berbunyi lagi. Berbekal satu soal program linear, buku kotretan, dan sebuah pensil, gw pun menerobos keluar kelas (kayak di hutan aja Tuth menerobos :P). Mencari siapa saja yang bisa membantu gw untuk mengerjakan soal yang satu ini. Gw mencari Mas Asep ke ruang pengajar, ternyata Mas Asep gak ada hari ini. Melongok ke kelas Ronin IPA, ternyata mereka belum keluar. Sampai gw sadar, ternyata Jemi hari ini berkunjung lagi ke NF. Belakangan gw tahu bahwa ITB sedang libur semester 1, dan Jemi pun sedang promosi Try Out ITB di NF.

Mendengar track record cerita-cerita pengajar dan staf NF tentangnya, menjadi saksi mata nilai-nilai nya tahun lalu, dan melihat tulisan jaketnya yang menyatakan dia tengah menempuh pendidikan di salah satu kampus terbaik di Indonesia, harusnya soal kayak gini bukan apa-apa baginya.

Tapi khan gw gak kenal, gimana ya? Saatnya berkenalan :D

Dengan gaya sok kenal dan sok dekat, dengan prinsip ilmu bisa di dapatkan dari siapa saja, dengan pemikiran bahwa orang yang akan gw hadapi adalah orang baik yang bersedia mengajarkan orang kayak gw yang matematikanya abal-abal, dan dengan didorong rasa frustasi karena gw ngeras bodo banget ya soal kayak gini doang gw gak bisa, akhirnya gw memutuskan 'menodong' Jemi.
Gw : Haloo Jemiii! Eh, bener khan lw Jemi?
Jemi : Hei, eh, iya..
Gw : Lw nganggur gak Jem?
Jemi : Iya, gw nganggur kok. Kenapa?
Gw : Ajarin gw mate doong, Jem. Boleh gak?
Jemi : Boleh, tapi kalau gw bisa yaa..
Berhasil! Gw pun menyodorkan buku soal gw, kotretan, dan pensil. Jemi menyuruh gw mengerjakan soal yang lain terlebih dahulu karena soal yang gw ajukan memang agak membutuhkan waktu untuk mengerjakannya. Bel masuk pun berbunyi lagi, gw meninggalkan Jemi dengan soal gw. Sampai bel pulang pun berbunyi, ternyata Jemi pun belum menemukan jawabannya. Woow, sepertinya soal yang gw ajukan memang agak-agak. Berhubung Jemi harus rapat persiapan TO ITB, Jemi pun pamit dan berjanji akan mencobanya kembali nanti.

Besoknya, gw lupa kalau kemarin gw pernah nanya soal ke Jemi. Beberapa waktu belakangan, gw memang bisa sangat cepat menangkap informasi baru, tapi di saat yang bersamaan daya ingat gw amat sangat menurun dalam beberapa hal. Sampai akhirnya gw diingatkan kembali saat Jemi minta soal yang sama ke gw untuk diselesaikan karena soal yang kemarin tertinggal.

Jemi pun masih berkutat dengan soal yang sama. Sambil melihat Jemi mengerjakan soal yang satu itu, gw pun ikut mencoba mengerjakan sambil ngobrol dengan Mba Devi di ruang tamu Melihat Jemi yang terlihat amat serius mengerjakan soal, Mba Devi pun buka suara.
Mba Devi : Gak ketemu ya, Jem jawabannya?
Jemi : Belum ketemu.
Gw : Pantang ya, Jem ngomong gak ketemu? Hahahaha :P
Jemi : Ngapain ngomong gak ketemu?!
Kalimat yang biasa. Intonasi yang biasa. Tapi menjadi sesuatu yang gak biasa buat gw. Karena di kemudian hari, kalimat itu yang menjadi dasar bagi  gw untuk bisa menghargai setiap soal matematika. Dan karena kalimat itu juga, matematika menjadi obat paling ampuh untuk menekan tingkat ke-stress-an gw. Jadi, kalau ada yang melihat problem set matematika gw penuh, itu bukan serta merta gw jago matematika. Tapi lebih tepat dinyatakan sebagai indikator bahwa tingkat ke-stress-an gw tengah menggila.

Keesokan harinya, soal itu pun belum menemukan titik terangnya. Akhirnya, gw memutuskan untuk bertanya kepada Mas Asep. Ternyata? Mas Asep bilang sepertinya memang soalnya yang kurang, jadi wajar saja kalau tidak bisa diselesaikan. Saat gw menyampaikan hal itu kepada Jemi, tanggapannya? 
"Walaupun soalnya kurang, harusnya masih bisa dilogikakan Tuth!"

Bener-bener deh ni orang satu. Gak mau menyerah. Lebih tepatnya, gak mau mengalah.

***

Seminggu berselang. Gw masih berkutat dengan rutinitas belajar di NF. Seperti biasa, sekeluarnya gw dari kelas, gw dan anak-anak Ronin berkumpul di meja  kayu coklat di sudut ruang keluarga untuk belajar bersama. Dan minggu itu, Jemi pun masih menghabiskan waktu liburannya untuk mengurus TO ITB dan berkunjung ke NF. Sesekali Jemi pun bergabung dengan anak Ronin, apalagi kami memang satu angkatan. Bergabung untuk membantu mengerjakan soal, ataupun hanya sekedar mengobrol dan bertukar cerita.

Menyenangkan. Untuk ukuran gw yang memang belum pernah kenal sebelumnya dan baru satu minggu bertemu, ngobrol dengan teman lama yang akhirnya gw kenal secara langsung ini sangat menyenangkan. Sudut pandang dan pola pikirnya gak jauh beda sama gw. Membuat topik apapun selalu seru untuk dibicarakan. Salah satu topik yang paling gw senangi, tentu saja, apalagi kalau bukan tentang ITB. Sebenarnya lebih banyak gw yang bertanya, dan Jemi pun berbaik hati menceritakan semua tentang ITB, tanpa peduli kalau kini ITB tidak lagi termasuk dalam daftar tujuan akhir perjuangan gw.

Jemi bercerita tentang euphoria persaingan belajar di ITB, tentang beasiswa, UKM-UKM nya, padatnya jadwal akademik dan nonakademik, biaya hidup di Bandung, pengalamannya waktu berjuang di NF tahun lalu, nilai-nilainya, berkas ujiannya yang nyaris hilang, kegalauannya mau masuk jurusan apa di FTTM, sampai tentang TO Ganapatya ITB yang akan dilaksanakan minggu depan di Regina Pacis.

Dan tentang TO Ganapatya? Beberapa bulan lalu, walaupun tidak terlalu berarti banyak, gw sempat terlibat dalam persiapan TO ini. Salah satunya, lewat YM, gw dan Aufa share masalah sponsorship acara karena Aufa terpilih jadi koor.sponsorship TO Ganapatya tersebut.  Dan ternyata, Jemi adalah anak buah Aufa di sie.sponsorship dalam TO ini. Bumi ini gak pernah benar-benar terasa luas ketika kita punya banyak teman baik di dalamnya :)

Tidak hanya bergabung dengan anak Ronin, Jemi juga dimintai tolong untuk membantu anak-anak PPLS. Kalau gw memang cuma bisa nanya tentang matematika (masa iya gw nanya sejarah ke Jemi?), anak PPLS lebih banyak bertanya tentang fisika. Pernah satu hari anak PPLS konsultasi eksklusif dengan Jemi sampai malam. Hasilnya?
Ndu : Karena A'Jemi, Ndu ngerti fisika, Teh.
Tapi memang benar sih. Kalau ada orang yang paham dan bisa memahamkan orang lain tentang materi yang ia kuasai, mungkin Jemi salah satu orang yang memiliki kualifikasi tersebut. Cara memahamkannya menyenangkan, sabar kalau ada orang yang loadingnya agak lama (kayak gw :P), dan yang paling penting : low profile! Cocoklah kalau suatu saat nanti berminat menjadi guru. Tapi harus guru SMP/SMA, soalnya kalau guru SD... Silahkan tanya sendiri pengalamanya bagaimana mengajar anak SD! :P

Suatu hari, dengan tingkat fudul yang amat tinggi, tiba-tiba gw terpikir untuk menanyakan sesuatu.
Gw : Eh Jem, lw selain ngurusin Ganapatya dan main ke sini, liburan gak kemana-mana lagi, Jem?
Jemi : Enggak, kesini aja gw.
Gw : Serius? Lw liburan cuma dipake buat bantuin orang belajar?
Jemi : Kalau gw kesini bisa sekalian bantuin orang, ya kenapa enggak.
Bener-bener deh ini orang.
***

Selepas kepulangan Jemi kembali ke Bandung, pengaruhnya masih berasa banget di NF. Pernah di satu kesempatan, Zahra, Bram, gw, dan beberapa orang lainnya sedang sharing masalah nilai, jurusan, dan universitas. Dan nama Jemi pun masih ikut terbawa dalam percakapan ini.
Zahra : Teh, dulu A' Jemi itu nilai-nilai TO nya langsung bagus-bagus gak sih, Teh?
Gw : Jujur ya Zah, gw aja baru ngeliat ada yang namanya Jemi tuh pas TO pertama superintensif. Kayaknya enggak deh, Zah. Kalau iya harusnya gw udah liat namanya dari jaman dulu di peringkat atas.
Percakapan pun terus berlanjut. Bahkan untuk memastikan apakah seorang Jemi pernah berada di urutan bawah saat TO, gw dan Zahra pun membongkar arsip nilai-nilai try out tahun lalu.

Tidak berhenti sampai di sini. Saat itu anak-anak PPLS tengah menjelang Ujian Sekolah dan Ujian Nasional. Sejenak mereka menghentikan terlebih dahulu persiapan snmptn dan fokus untuk menyiapkan ujian tersebut. Bukan berarti menghentikan proses belajar, melainkan mereka mengurangi porsi melahap soal-soal tipe snmptn untuk menambah porsi soal UN karena kedua tipe soal ujian ini memang berbeda. Ah, kalau urusannya seperti ini, ilmu jadi terasa penuh dikotomi.

Salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam UN, yang masih menduduki rating tertinggi sebagai pelajaran yang memiliki momok yang amat sangat 'disegani', adalah fisika. Saat itu, mereka lagi butuh-butuhnya konsultasi fisika, padahal pengajar fisika lagi agak jarang berada di Paledang.

Akhirnya?
Nechan : Teh Tuti minggu besok khan ada libur 3 hari ya, Jumat-Sabtu-Minggu..
Gw : Iya, Chan, kenapa gitu?
Nechan : Kalau A'Jemi disuruh pulang pas libur minggu besok ke Paledang, mau gak ya teh? Lagi butuh konsul fisika niih..
Gw : Waduuuh, gak tau, Chan, coba aja tanya. Tapi bolak-balik Bogor-Bandung khan lumayan, Chan. Emangnya dia mau ya?
Nechan : Kita patungan bayarin A'Jemi buat pulang deh, Teh, gimana?
Dan bahkan Zahra pun benar-benar sampai mengirim message FB ke Jemi berharap Jemi bisa pulang untuk ngajar fisika.

Subhanallah. Hei, Jemi hanya seminggu berada di NF semester ini. Dan di titik ini, gw baru sadar ternyata pengaruhnya sampai 'segitunya' di Paledang.

***

23 April 2011. Pukul 10.00.

Hari itu NF lagi libur seminggu. Sepi. Para pengajar tengah menghadiri raker untuk program superintensif SNMPTN yang akan dimulai minggu depan. Jadi, hari itu hanya ada 3 orang penghuni NF. Mas Yusuf, Gw, dan Jemi. Bentar, Jemi lagi?

Jemi yang lagi libur persiapan UTS awalnya berniat ke NF dengan harapan ada Mas Asep atau Mas PW yang bisa ia tanyai tentang kalkulus. Tapi karena para pengajar lagi raker, akhirnya ia memutuskan untuk numpang belajar di NF.

Gw berkutat dengan soal matematika gw. Jemi mengerjakan soal kalkulusnya. Dan Mas Yusuf menyelesaikan tugasnya di depan komputer. Sesekali pekerjaan kami masing-masing terpotong karena cerita dari salah satu di antara kami. Entah cerita dari Mas Yusuf yang yang bisa bikin kita ketawa, atau dari Jemi tentang ITB nya, atau lebih tepatnya, tentu saja karena gw yang selalu brtanya duluan tentang ITB. Kali ini topiknya lebih seru lagi. Mulai dari kegiatan kemahasiswaan ITB beserta euphoria perpolitikannya, persaingan sengit memperebutkan kursi jurusan di FTTM, kompetisi futsal antar fakultas, UKM lingkung sunda ITB (bener gak ya namanya?), Formasi B, gedung unik di ITB yang punya lantai 1 1/2 (atau 2 1/2 ya?), sampai tentang A'Ipang dengan IP 4 nya selama 2 tahun berturut-turut.

Ditengah obrolan dan tugas masing-masing, gw memperhatikan Jemi yang mulai terlihat uring-uringan dengan soal kalkulusnya sendiri. Gw pun menawarkannya untuk refreshing dengan membantu gw mengerjakan soal problem set (hahaha, gak tau diri lw, Tuth! :P). Jemi yang akhirnya meneyerah dengan soalnya sendiri (walaupun gw gak yakin dia benar-benar menyerah) sekarang beralih ke soal problem set gw.

Ditengah-tengah mengerjakan soal problem set, gw tiba-tiba nyeletuk bertanya kepada Jemi.
Gw : Jem, sumpah deh seumur-umur gw gak ngerti tentang volume benda putar. Untung di matdas gak ada materi itu, hehehe..
Jemi : Itu sebenernya sederhana kok, Tuth.
Jemi pun menjelaskan secara spontan materi volume benda putar kepada gw. Sebentar-sebentar gw memotong penjelasan Jemi karena gak paham. Gw cuma bisa mengerutkan kening sebentar. Menggangguk. Mengerutkan kening lagi. Mengangguk lagi. Tapi akhirnya? Hei, untuk pertama kali gw connect ama materi yang satu ini. Lebih jauh lagi, Jemi mengajari gw cara menurunkan rumus, integral lipat, dan logaritma natural. Yihaaa, gw ngerti kalkulus meeen. Walaupun gak ada jaminan kalau gw disodorkan soal gw bisa mengerjakan :P

Jemi pun terus menerangkan gw tentang dasar-dasar kalkulus tanpa peduli gw mungkin gak akan ketemu lagi dengan materi yang satu ini. Toh, sejatinya memang tidak ada dikotomi dalam ilmu khan? Yang ada hanya setiap orang berhak memilih untuk lebih mendalami sedikit dari sekian banyak ilmu-Nya.

***

Pukul 17.00.

Saatnya pulang!

Sepulang dari NF hari ini, gw dan Jemi pun menggantung target jangka pendek masing-masing. Jemi dengan IP 4 nya, dan gw dengan TO 900. Walaupun pada akhirnya gw dan Jemi belum berhasil mencapai target terebut. Jemi kurang 0,16 dari targetnya, dan gw kurang 0,001 dari target gw. Walaupun begitu, tetap saja, alhamdulilah. Apapun bentuknya, besok masih banyak target yang masih tergantun, dan menunggu untuk benar-benar bisa diraih.

Secara harfiah, gw emang cuma belajar matematika dari Jemi. Tapi di luar itu, gw belajar banyak hal.

Hey, Jemii! Berharap di teknik perminyakan dipertemukan dengan angka 4 ya, amiiin. Sampai ketemu, Jem! Terima kasih. Untuk matematikanya, dan untuk membuat gw mengerti mengapa orang yang tak sungkan membagi ilmunya, selalu dirindukan oleh orang-orang disekitarnya.

*Intermezzo

*Intermezzo di tengah proses pengetikan episode yang hilang yang membuat tangan mulai mengeriting.
Karena satu dan lain hal yang diantaranya : 
  1. Ada beberapa memori yang terlalu berkarat di kepala dan hati yang membuat gw sulit menguraikannya dalam bentuk tulisan.
  2. Ada beberapa penggalan cerita yang 'it's too melow to be told this time' yang membuat gw berpikir dua kali untuk menguraikannya kembali (sedang tidak mau melow dan galau soalnya, oh meeen, galau sungguh menguras hati :P)
  3. Ada sebuah proyek besar yang tengah digarap yang cukup menyita waktu, tangan, dan pikiran
Beribu maaf gw haturkan untuk para pembaca yang sudah setia menunggu episode yang hilang untuk dipublikasikan (ngarep banget dah ada yang nunggu -_-).

Setelah hari ini, judul postingan akan dipublikasikan secara random dan akan ada beberapa episode yang hilang yang akan benar-benar hilang atau baru akan dipublikasikan di cerita-cerita selanjutnya setelah tanggal 30 Juli 2011 dengan alur mundur.

Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini.
Thanks for always reading this site :D

Dan Cerita Hari Ini?
  • Sarapan bareng Ujhee,Opik, Dimash, dan dibayarin Aldy,  di Selot
  • Ketemu adik-adik gw yang 2 tahun lalu gw MOS dan masih unyu-unyu tapi sekarang udah jadi POSKO 2011/2012
  • Main di sekret bersama Aldy, Opik, Dimash, Dika, dan A'Lukman OSIS Buspan.
  • Makan dan nyari sinyal hape di kantin SMANSA
  • Main parampa dan makan gratis di rumah Mbahnya Ujhee
  • Datang ke evaluasi siang MOPDB (Masa Orientasi Peserta Didik Baru) : Ketemu Maul! :D
  • Nonton Final Destination 2 bareng Perisai Ksatria di NF
  • Perpisahan sama anak Ronin NF di Pizza Hut
  • Balik lagi ke NF, main sama Nain, Uceng, dan Zego
  • Pulang bareng Uceng!
Dan sepertinya, gw memang hanya diizinkan untuk menggalau tadi malam saja. Thanks God for this smiling day :)

*Untuk cita dan cinta gw yang lagi UTS di IPB, semangaaat! :D
**Untuk adik gw yang sering gw omongin sama Mas Asep, gw tunggu kabar baiknya besok :)
***Untuk Anda yang mengirimkan sebuah sms tadi pagi, terima kasih. Senang bisa terus berteman baik sampai hari ini :)

Minggu, 17 Juli 2011

Rumah Ketiga : Antara Bogor dan Sukabumi (bagian 3)

Pukul 13.00.

Kelas selesai.

Setelah makan dan sholat, saatnya mencari tempat bersemayam selanjutnya :D

Untuk apa? Untuk apa lagi kalau bukan untuk melanjutkan kebiasaan gw seperti sebelumnya. Duduk takzim dengan pensil di tangan dan buku terbuka. Melahap bari demi baris, halaman demi halaman, dan buku demi buku.

Di rumah ini, gw punya dua tempat bersemayam (sumpah, gak ada kata yang lebih tidak horor dibandingkan ini apa, Tuth?). Di dua tempat ini, gw melanjutkan kebiasaan gw itu. Sampai waktunya mereka datang. Kalau mereka sudah datang, kebiasan itu berubah menjadi berbagai proses pen-transfer-an. Mulai dari tranasfer ilmu, transfer cerita, transfer semangat, transfer kegalauan, dan transfer air mata.  Mereka? Yap. Adik-adik gw di Perisai Kstaria (baca : Cita dan Cinta).

Tempat pertama, terletak di depan ruang 04. Untuk selanjutnya, sebut saja ruang ini sebagai ruang keluarga. Bedanya, kalau di rumah-rumah normal, ruang keluarga adalah ruangan yang terdiri sebuah televisi lengkap dengan dvd dan stereo. Di sepan TV tersebut terdapat sofa-sofa empuk tempat berkumpulnya keluarga untuk melepas penat setelah melakukan aktivitas sehari-hari. Di dindingnya, dipajang foto-foto keluarga yang menggambarkan begitu hangatnya ikatan keluarga pemilik rumah tersebut. Sedangkan di rumah ini, ruangan ini hanya terdiri dari sebuah ruangan luas dan satu buah meja kayu coklat di salah satu sudutnya. Meja kayu tersebut dikelilingi oleh kursi-kursi lipat berwarna hitam yang biasanya diambil dari ruang kelas. Tidak ada foto keluarga di dinding ruangan ini. Yang ada hanya papan tulis putih besar, dengan tempelan ribuan huruf dan angka di dalamnya.

 Meja kayu di sudut ruangan

Rasa heran melihat ada siswa yang betah duduk berjam-jam dalam waktu berhari-hari di ruangan ini tanpa melakukan pergerakan yang berarti, seorang pengajar fisika pun akhirnya buka suara.
Mas Piet : Kayaknya dari kemarin saya melihat kamu bersemayam di sini terus ya?

Namanya Mas Piet Wahyu. Akrab disapa Mas Piet atau Mas PW. Beliau lulusan Teknik Fisika ITB. Secara formal, gw emang gak pernah diajar Mas Piet di ruang kelas. Secara informal? Jangan ditanyaaa. Hobi bacanya dan rasa ingin tahunya yang tinggi membuat beliau mampu menjawab berbagi pertanyaan dari anak-anak yang berada di rumah ini. Kalau boleh diistilahkan, beliau kayak google berjalan lah :P

Kalau sedang tidak ada pengajar IPS, tempat konsul gw ya Mas Piet. Mulai dari Sejarah, Geografi, sampai Ekonomi dan Akuntansi. Selain pelajaran, beliau pun sering membicarakn topik-topik unik yang ada di kehidupan sehari-hari yang kadang tidak dipedulikan oleh sebagian orang.

Contoh. Satu hari Mas Piet pernah bertanya, "Di setiap stasiun kereta khan ada plang namanya. Di bawah plang nama itu suka ada tulisan kecil seperti ' Stasiun Bogor + 246 m'. Kalian tau gak itu artinya apa?"

Hahahaha. Gelooo. Jangankan ngeliat tulisan kecil itu. Ngeliat plang nama stasiun aja jarang saking sok-sok-anya udah hafal nama stasiun (boro hafaal, Tuth, pernah bikin anak orang turun di stasiun yang salah juga, hahaha :P)

Dan berdasarkan penjelasan Mas Piet, ternyata angka tersebut menunjukkan ketinggian stasiun di atas permukaan laut saat pertama kali stasiun itu dibangun. Hahaha. Kepikiran pan gw itu angka apaan. Dan karena gw baru tau, gw pun benar-benar hanya bisa ber-ooh saja bulat-bulat. Dan begitulah setiap harinya, ada saja pengetahuan beliau yang luas yang mampu membuat orang gw tercengang dan geleng-geleng kepala.

Dari sekian banyak pertanyaan-pertanyaan unik yang beliau ajukan, suatu hari gantian gw yang mengajukan pertanyaan kepada beliau.
Gw : Mas, Mas khan lulusan ITB ya, Teknik Fisika lagi. Kenapa, maaf ya, Mas, hanya memilih menjadi seorang pengajar di sini? Padahal khan dengan status lulusan salah satu PTN terbaik di Indonesia dan pengetahuan yang luas, Mas bisa jadi lebih dari seorang pengajar?

Jawabannya?

Mas Piet : Karena cita-cita saya adalah membantu orang lain mewujudkan cita-citanya.
Subhanallah. 

Lebih jauh lagi, dari beliau pulalah gw belajar kalau gak ada dikotomi dalam ilmu. Yang ada, hak seseorang untuk memilih mendalami sedikit dari sekian banyak ilmu milik-Nya :)

Masih dengan latar ruangan ini. Di sebuah meja kayu yang kokoh. Meja yang lebih sering tampak tidak rapih karena penuh dengan buku yang berserakan, tempat pensil, dan tas-tas yang bergelimpangan (kosakatanya gak asik banget sih, Tuth, bergelimpangan -_-).

Disini juga gw biasa berbincang dengan Mba Ade. Di rumah ini, selain punya dua nama 'Asep', ada juga dua nama 'Ade'. Bedanya, yang satu Mas Ade, yang satu lagi Mba Ade. Mba Ade merupakan pengajar geografi gw selain Mas Darul. Mba Ade yang ternyata pernah mengajar di SMANSA ini pun merangkap sebagai guru geografi di sebuah sekolah. Saat mengajar geografi di rumah ini, beliau tengah mengikuti seleksi pegawai negeri. Dari beliau gw diceritakan proses penyeleksian pegawai negri. Termasuk bagian-bagian yang begitu ironis untuk di dengar. Heu. Salah satunya, kalau dari ribuan pelamar semisal ada 6 kursi yang disediakan untuk orang-orang yang lulus seleksi, hanya dua dari kursi itu yang murni diduduki oleh orang-orang yang benar-benar berhasil lulus sekali. Ironis ya? Tak heran jika kian hari kian banyak orang yang enggan menjadi pegawai negeri :(

Dari sudut ruang keluarga ini, gw masuk ke sebuah lorong kecil yang berada di samping kiri depan ruangan ini. Begitu memasuki lorong, gw akan menjumpai sebuah ruangan terbuka. Di sinilah tempat kedua gw :)

Gw sering menyebutnya beranda belakang. Ruangan ini memang nampak seperti beranda. Terbuka. Hanya saja letaknya di dalam rumah. Awan mendung penanda akan turun hujan, pesawat yang tengah terbang rendah, sampai pohon pisang tetangga bisa terlihat jelas dari sini.  Di sini terdapat papan tulis dan beberapa kursi serba guna. Berguna mulai untuk konsultasi, pelajaran tambahan, diskusi, curhat, sampai untuk menggalau bersama (baca : Hari Menggalau Bersama). Beranda belakang ini tepat berada di sebelah ruang pengajar.

Jendela yang berada di ruang tamu menghadap ke beranda belakang ini. Dulu, dari jendela tersebut bisa terlihat jelas rumput-rumput tumbuh dengan liarnya di beranda ini. Tapi itu dulu, sebelum kedatangn Mas Iwan yang menggantikan Mas Anto untuk memperindah kondisi rumah ini. Beranda ini pun sering dimanfaatkan oleh Bram, Zahra, dan Fadel untuk memeberi makan Nihuy (baca : Fosil Nihuy).

Dan di beranda belakang ini pula, beranda yang dindingnya dipenuhi tumbuhan menjalar, beranda yang pernah terdapat beberapa keong di dalamnya, dan beranda yang sekarang telah ditanami beberapa tanaman yang berbaris rapi, gw pernah diingatkan tentang suatu hal oleh Dimash. Suatu hal yang mampu membuat gw menelan ludah selama berhari-hari (baca : Mereka yang Datang dan Menguatkan).

 
 Beranda belakang


Pukul 17.15.

Teng..Tong..Teng..Tong..Teng..Tong..

Palang pembatas pintu kereta api kembali turun. Penanda kereta hijau dengan tujuh gerbong itu akan kembali melintas menuju ke tempat pemberhentian terakhirnya.

Kereta itu akan kembali melintas setelah menurunkan orang-orang berpeluh seusai mencari rezekinya. Orang-orang yang jauh lebih percaya janji-Nya dibandingkan mempedulikan rasa letihnya menempuh jarak puluhan kilometer.

Berarti? Saatnya pulang! Dan kembali lagi besok untuk melanjutkan hari. Tepat saat kereta dari arah Sukabumi berangkat menuju ke Bogor lagi :)

*Ini tentang rumah gw. Rumah ketiga gw. Bukan rumah mewah nan megah yang selalu tampak di layar kaca. Bukan juga rumah modern dengan fasilitas lengkap yang memanjakan para penghuninya. Ini hanya tentang sebuah rumah tua. Dengan orang-orang yang ada di dalamnya.




Keluarga Besar Nurul Fikri Paledang 2011


Ini ceritaku. Apa ceritamu? :D

Sabtu, 16 Juli 2011

Rumah Ketiga : Antara Bogor dan Sukabumi (bagian 2)


Layaknya sebuah rumah pada umumnya, ruangan depan di dalam rumah ini difungsikan sebagai ruang tamu. Tidak, tidak seperti rumah pada umumnya yang terdiri dari sofa-sofa empuk dengan meja kecil di tengahnya untuk meletakkan minuman dan panganan kecil bagi para tamu. Di rumah ini, ruang tamu hanya terdiri dari dua meja kayu dan beberapa kursi yang berjejer rapi di depannya. Toh ruang tamu ini memang dikondisikan untuk menerima tamu yang hanya berkunjung sejenak untuk menanyakan seputar kehidupan di rumah ini. Durasi berkunjungnya juka tidak terlalu lama, hanya berkisar 15-30 menit.

Gw mengambil posisi duduk di salah satu kursi di depan meja kayu yang berhadapan langsung dengan sebuah jendela yang menghadap ke arah bagian lain dari rumah ini. Tentu saja, masih dengan posisi yang sama dengan di beranda. Dengan buku di atas meja dan pensil di tangan. Menunduk takzim melahap bacaan baris demi baris, halaman demi halaman, dan buku demi buku.

Ruangan ini tidak pernah sepi. Bukan karena bunyi printer yang tak pernah berhenti menggerung yang terletak di salah satu meja di sudut ruangan ini, melainkan karena di ruangan ini ada seseorang yang tengah bertugas. Seorang kepala staff rumah ini yang tak pernah kehabisan cerita untuk meramaikan ruangan ini.

Namanya Mas Yusuf. Coba tanya kepada siapapun yang pernah tinggal di rumah ini sebelumnya, siapa pula yang tidak kenal dengan Mas Yusuf? Gw kenal beliau dari kelas 3 SMP. Saat lokasi ini masih berada di daerah Mawar, pindah ke Kantor Batu di sebelah Gang Selot, sampai akhirnya berada di sini, ternyata gw adalah salah satu orang yang setia mengikuti perpindahan Mas Yusuf dari lokasi ke lokasi. Mas Yusuf yang masih tampak muda walaupun telah memiliki dua orang anak yang kini duduk di bangku sekolah menengah pertama dan sekolah dasar ini merupakan salah satu staff senior yang ada di rumah ini.

Di ruangan ini, gw lebih banyak mendengarkan cerita Mas Yusuf yang selalu menyenangkan untuk didengarkan. Mulai dari seluk beluk tentang rumah ini, suka duka bekerja di rumah ini, pengalaman-pengalaman di tempat kuliahnya, pengalaman di tempat kerjanya sebelum ini, sampai tentang kehidupan pribadinya.

Suka duka? Walaupun terlihat sederhana, bekerja di rumah ini ternyata amat tidak mudah. Tekanan bisa diperoleh dari siapa saja dan kapan saja. Mulai dari tekanan yang di dapatkan dari atasan, dari orang tua, dari pengajar, sampai dari anak-anak yang menuntut ini itu.

Satu hal yang sangat gw kagumi dari beliau : manajemen emosinya meen, gak naahaaaaan :D Dua jempol ke atas buat Mas Yusuf! Tidak bermaksud berlebihan. Hanya saja, walaupun beliau adalah staff utama di rumah ini, satu kali pun gw gak pernah melihat beliau marah kepada staff lainnya saat tengah menghadapi masalah. Ditambah lagi, selama ini di setiap ceritanya, walaupun saat itu topik ceritanya adalah tentang masalah yang tengah beliau hadapi, isi cerita dan intonasi yang beliau gunakan sama sekali tidak mengindikasikan beliau sedang mengeluh. Kalau lagi banyak pikiran, beliau pasti lebih memilih diam atau melampiaskan ke hal yang lain.

Contohnya? Suatu hari pernah tak ada angin tak ada hujan, Mas Yusuf tiba-tiba bernyanyi. Tidak tanggung-tanggung, lagu yang dinyanyikan adalah Keong Racun! Hahahaha :D Dan saat itu, semua orang pun tahu kalau Mas Yusuf sedang stress, jadi lebih baik jangan di ganggu :P

Hal itu dibenarkan lagi dengan sebuah peristiwa. Pernah satu hari beliau lagi menghadapi berbagai tekanan dalam waktu bersamaan. Walaupun memiliki manajemen emosi yang baik, tapi raut wajahnya tidak bisa berbohong kalau beliau tengah banyak pikiran. Beberapa saat kemudian datang orang tua yang tengah berkunjung. Kawan, tahu apa yang gw lihat saat itu? Dalam kurun waktu beberapa detik, wajah lelahnya berganti dengan senyuman paling ramah yang ia milikki dan matanya yang sayu tiba-tiba berbinar menunjukkan antusiasme saat menyambut orang tua.

Kadang kalau gw ngeliat Mas Yusuf gw suka malu sendiri. Kalau lagi BT dikit, galau dikit, capek dikit, pasti muka gw langsung ditekuk seolah minta ditanya. Hahahaha, tapi wajarlah ya. Namanya juga remaja, tingkat kegalauannya masih diatas rata-rata :P.

Ada juga yang namanya Mas Ade. Beliau staff juga di rumah ini. Kalau dibandingkan dengan Mas Yusuf yang sudah senior, Mas Ade masih bisa dikatakan staff baru. Namun, karena setiap tidak ada Mas Yusuf di rumah ini yang memegang kendali adalah Mas Ade, gw sering menyebutnya sebagai bos kedua :D

Usia Mas Ade dan gw tidak terpaut jauh. Mas Ade hanya 1 tahun lebih tua dari gw. Dan di usianya yang sebenarnya masih berhak mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, beliau lebih memilih untuk bekerja. Pernah di minggu-minggu pertama gw di rumah ini, ada satu pernyataan Mas Ade yang masih gw ingat sampai sekarang. Saat itu gw dan Mas Ade tengah membicarakan penghasilan gw saat mengajar di sebuah bimbingan belajar (baca : Kak Bintang) dan penghasilannya saat bekerja di rumah ini.
Mas Ade : Kalau masih bisa kuliah mah, lebih baik gak usah kenal uang dulu, Tuth.
Kalau Mas Yusuf punya manajemen emosi yang oke banget, kalau Mas Ade hobi senyumnya yang oke banget. Lebih tepatnya, senyum dan tertawa tertahannya, hahaha :D Sama seperti Mas Yusuf, Mas Ade pun dekat dengan anak-anak penghuni rumah ini. Pembawaanya yang tidak kaku membuat anak-anak tidak canggung untuk membicarakan apa saja dengannya. Bedanya, kalau Mas Ade lagi banyak pikiran kelihatan banget dari wajahnya, kayak orang lagi pundung, hehehe :P

Mas ade tinggal di rumah ini. Tepatnya di lantai dua rumah yang tampak luar hanya memiliki satu lantai. Jadi, setiap pagi, kalau pintu rumah ini belum terbuka, tandanya Mas Ade masih tidur. Mas Ade juga staff yang paling perhatian dengan nilai-nilai TO anak-anak penghuni rumah ini, termasuk gw. Setiap hasil TO keluar, pasti Mas Ade gak pernah absen bertanya, "Tuti, TO nya gimana?", "TO nya naik gak, Tuth?", "Peringkat berapa, Tuth?",  "Tuti kenapa nilai TO nya turun?".

Belakangan, gw baru tahu kalau Mas Ade punya hobi menulis dan membaca sama seperti gw. Dan jenis bacaanya? Hahaha. Gak jauh-jauh kayak gw. Andrea Hirata, Tere Liye, dan Ahmad Fuadi. Kecepatan membacanya juga oke banget. Satu buku bisa dilahap hanya dalam waktu satu hari satu malam. Mantap. Gw aja minimal dua hari satu malam untuk bacaan sekelas tiga pengarang tersebut.

Masih dari posisi duduk gw di ruangan ini. Tangan masih menggenggam pensil yang kian mengecil karena diserut berulang-ulang dengan buku terbuka. Bedanya, kaki gw sudah bersila di atas kursi, pegel. Dan tatapan gw sudah tidak se-takzim sebelumnya. Sudah agak siang, dan sudah semakin banyak yang gw perhatikan. 

Sebenarnya di ruangan ini bukan hanya terdapat dua meja kayu dan kursi-kursi yang berjejer di depannya. Ada sebuah lemari yang cukup besar di sudut ruangan dan sebuah meja di sampingya. Lemari dan meja tersebut digunakan untuk menyimpan berbagai arsip dan buku-buku. Biasanya lemari dan meja tersebut terlihat amat bernatakan. Bagaimana tidak? Staff rumah ini laki-laki semua. Walaupun ada Mas Anto yang terkadang datang untuk membantu bersih-bersih, sepertinya tidak membantu banyak untuk memperindah ruangan.

Namun, ada yang lain beberapa bulan belakangan. Lemari dan meja itu tampak kelihatan jauh lebih rapi dari sebelumnya. Jauh lebih nyaman dipandang mata. Dan itu terjadi sejak kedatangan Mba Dewi :) Mba Dewi merupakan staff paling cantik yang ada di rumah ini. Selain karena satu-satunya staff perempuan yang ada di rumah ini, secara harfiah, Mba Dewi pun memang benar-benar cantik.

Sebenarnya, sebelum Mba Dewi, pernah ada seorang staff perempuan di rumah ini. Namanya Mba Sarah. Beliau lulusan Pondok Madani Gontor. Kalau di Negeri 5 Menara gw tahu bagaimana suasana dan kondisi PM Gontor di wilayah khusus laki-laki, dari Mba Sarah gw tau suasana dan kondisi PM Gontor di wilayah khusus perempuan. Tapi itu tidak lama. Keinginannya yang menggebu untuk melanjutkan pendidikan dan menjadi seorang mahasiswa, mendorongnya untuk mundur dari pekerjaan di rumah ini dan mengejar cita di tempat lain. Belakangan gw mendapat informasi bahwa Mba Sarah sudah diterima di UNJ. Subhanallah. Selamat ya Mba Sarah. Semoga kita bisa bertemu lagi di lain kesempatan :)

Gw masih di ruangan ini. Ruangan dengan cat biru muda dengan langit-langit yang berwarna putih. Masih dengan pensil di tangan dan buku yang terbuka. Di kemudian hari, kebiasaan gw ini cukup membuat jengah orang-orang yang melihatnya. Transfer ilmu, cerita, dan semangat pun terus mengalir di ruangan ini. Begitu juga transfer kepercayaan, yang terjadi bahkan baru di hari pertama saat gw menjejakkan kaki di rumah ini.


***
"Tuti pindah IPS? Kalau Tuti pindah IPS mah, bisa-bisa Tuti yang jadi peringkat pertama terus."
Itu kalimat pertama yang gw dapatkan di hari pertama gw menjejakkan kaki di rumah ini lagi saat di di ruang tamu. Kalimat itu meluncur dengan mudahnya dari seorang pengajar matematika senior di rumah ini yang memang sudah tidak asing lagi buat gw.

Peringkat pertama? Baru juga satu minggu gw buka buku IPS. Jangankan menjadi peringkat pertama, gw bisa mengikuti pelajaran IPS dengan baik dan benar saja sudah alhamdulilah.

Itu yang ada dipikiran gw saat kepercayaan itu meluncur dengan mudahnya. Apalagi kalimat itu meluncur dari seseorang yang sudah 6 bulan lamanya baru gw temui lagi hari ini. Tapi perkataan Aii, "Orang kadang jauh lebih tau tentang kita dibandingkan diri kita sendiri, Tuth", kadang memang benar adanya. Kalimat beliau hari itu mampu melesatkan gw jauh selama beberapa bulan ke depan. Begitu pula kalimat-kalimat beliau selanjutnya.

Namanya Mas Asep. Beliau pengajar matematika senior di rumah ini. Tidak asing lagi buat gw karena tahun lalu saat gw di PPLS (Program Persiapan Langsung SNMPTN) IPA, beliau juga guru matematika gw. Lebih dari itu, istri dari Mas Asep adalah kenalan ibu gw.

Beliau lulusan Matematika UGM. Tidak jarang Mas Asep bercerita tentang Yogya dan UGM beserta seluk beluknya. Hal itu membuat tak jarang orang menyangka bahwa beliau berasal dari Jawa dan membuat orang-orang lupa bahwa namanya saja sudah menunjukkan bahwa beliau berasal dari tanah Sunda, hehehe :P

Di rumah ini, ada beberapa pengajar yang cukup dekat dengan anak-anak, dan salah satunya adalah Mas Asep. Saking dekatnya, pembicaraan Mas Asep dan anak-anak di rumah ini sudah bukan hanya tentang matematika, melainkan juga tentang kehidupan pribadinya. Pernah satu hari  yang penuh kehalauan (nunggu pengumuman soalnya) gw dan anak-anak lagi istirahat makan, dan Mas Asep pun datang. Tiba-tiba, tak ada angin tak ada hujan, anak-anak menodong Mas Asep untuk bercerita tentang proses pertemuan beliau dan istrinya sampai akhirnya menikah. Hahahaha :D Bener-bener deh ni anak-anak, lagi pada ngebet nikah ya? :P

Ketika gw menemukan suatu momen dimana matematika menjadi obat penekan tingkat ke-stress-an gw (baca : Berkenalan dengan Teman Lama), sejak saat itu pula gw dekat dengan Mas Asep. Bagimana tidak dekat? Dikit-dikit nanya. Dikit-dikit konsul. Dikit-dikit minta tambahan. Dan sejak saat itulah gw akhirnya mengerti kata-kata Mas Piet, kalau matematika hanyalah ilmu yang mempelajari tentang keteraturan :)

Gw pun tak jarang menjadi sharing partner nya Mas Asep. Sharing partner? Iya, hehehe. Sharing partnernya Mas Asep untuk membicarakan kondisi dan perkembangan anak-anak di rumah ini. Mulai dari anak-anak yang rajin masuk, jarang masuk, yang rajin ngerjain PS, yang PS nya masih bersih, perkembangan nilai TO nya yang bagus banget sampai yang lagi turun banget, dan yang selalu bersemangat sampai yang sedang gundah gulana (kayak perkembangan lw bener aja, Tuth! -___-). Salah satu anak yang paling sering gw bahas sama Mas Asep adalah Zego :D (baca : Ampun, Zeg!)

Dan kalau ditanya, siapa yang paling berpengaruh untuk gw selama ada di rumah ini? Salah satunya adalah Mas Asep :)

Sistem perhitungan nilai TO yang dilakukan di rumah ini adalah perhitungan per lokasi dan perhitungan secara nasional. Hari itu minggu pertama bulan Maret 2011, hasil TO kedua program intensif SNMPTN keluar. Di luar ekspetasi,  alhamdulilah, gw menduduki peringkat 4 se-nasional. Dan lagi-lagi, dengan mudahnya Mas Asep meluncurkan sebuah kalimat.
Mas Asep : Waah, tuti bisa ke-4 nih se-nasional. Bisa jadi peringkat pertama gak, Tuth, se-nasional?

Hahahaha. Bener-bener deh Mas Asep. Gw cuma bisa diem dan senyum doang di tantangin kayak gitu. Bisa gak ya?

Dan pertanyaan itu, pada akhirnya  baru sanggup gw jawab di minggu terakhir bulan Juni, di TO ke 3 Intensif SIMAK UI.
Alhamdulilah, saya bisa, Mas!
 Mas Asep


***

Masih di ruangan ini. Ruangan dengan lantai ubin bermotif yang selalu tampak berdebu walaupun sudah disapu dan dipel setiap paginya.  Sebelum rumah ini ditempati oleh penghuninya yang sekarang, rumah ini merupakan rumah kosong yang tua. Seperti yang sering kita lihat di film-film. Lantai dan barang-barang penuh debu, di sudut ruangan penuh dengan sarang laba-laba, dan suara pintu-pintu tua yang bunyinya cukup tidak enak didengar ketika tertiup angin. Dari sekian banyak renovasi yang dilakukan pada rumah ini, salah satu yang tidak dipugar adalah ubinnya. Alasannya? Gw lupa :P

Di ruangan ini pula, gw bertemu kembali dengan Mas Eris :D ada yang familiar dengan nama ini di postingan-postingan gw sebelumnya, hehehe :P

Sama seperti tahun lalu, tahun ini pun beliau masih menjadi pengajar Bahasa Indonesia gw. Yang sedikit berbeda, tahun ini beliau tidak punya banyak waktu seperti sebelumnya untuk konsultasi. Karena tahun ini beliau pun seuah bekerja di Harian Republika sebagai editor. Subhanallah :D

Dari beliaulah gw tahu kehidupan seorang jurnalis dan kehidupan jurnalistik. Beliau yang merupakan lulusan Sastra Indonesia Universitas Pajajaran ini pernah menerangkan kepada gw  bagaimana proses sebuah berita di buat sampai menjadi koran yang sering kita baca sehari-hari. Mulai dari diliput, masuk ke meja redaktur, di edit, kembali ke redaktur, di edit lagi, sampai akhirnya masuk ke percetakan. Dan semua proses itu dilakukan dalam kurun waktu kurang dari satu hari. Kerja stripping yang luar biasa :D (lw kira sinetron, Tuth, stripping -___-)

Pernah juga satu hari, gw tengah membawa salah satu harian nasional terkemuka ke rumah ini. Saat itu ada Mas Eris. Mas Eris menjelaskan kepada gw tentang kelebihan dan kekurangan lima besar harian nasional di Indonesia. Bahkan, gw dan Mas Eris sampai mencoba mengedit beberapa kesalahan di harian nasional yang saat itu gw bawa. Mantaaaap :D

Awalnya, dari cerita-cerita Mas Eris gw sedikit tertarik di bidang jurnalistik. Tapi meningat kenyataan bahwa sudah bukan rahasia umum lagi, tidak sedikit beberapa sektor jurnalistik di Indonesia yang sudah dipolitisasi, sepertinya gw akan berpikir dua kali.
***

Pukul 09.00

Saatnya masuk kelas!

Kelas gw hanya sepelemparan batu jarakanya dari ruang tamu. Kelas gw saat itu terletak di ruang 03. Di sebelah kiri kamar mandi putri, si sebelah kanan ruang 02, dan di seberang ruang 05. Kelas gw merupakan kelas dengan temperatur udara paling menusuk tulang karena kualitas AC yang masih sangat baik. Ruang kelas ini tidak besar. Ruangan dengan cat putih dan pintu berwarna buru muda, yang senada dengan warna temboknya ini hanya cukup di muati oleh sekitar 15-20 orang. Sama seperti kelas pada umumnya, ruangan ini hanya terdiri dari sebuah papan tulis, kursi-kursi, sebuah meja kecil di sudut kanan depan ruangan, dengan sebuah proyektor dia atasnya (dan saat gw keluar dari rumah ini, ternyata di atas papan tulis kini di pasang layar televisi -___-). Jendela kecil yang ada di sudut kanan belakang ruang kelas ini seolah tak berarti banyak karena memang tak pernah di buka. Tidak ada yang istimewa dari ruang kelas ini. Tapi yang membuatnya berbeda adalah orang-orang yang gw temui di dalamnya.

***

Salah satu pelajaran yang gw dapatkan di rumah ini, selain pelajaran yang diujikan dalam SNMPTN pada umumnya, gw juga mendapatkan sebuah pelajaran yang disebut dengan BIP. BIP merupakan singkatan dari Bimbingan dan Informasi Pendidikan. Atau mungkin lebih umum kita kenal dengan bimbingan konseling. Di BIP, selain diberikan materi-materi yang menunjang kebutuhan pemenuhan motivasi dalam belajar, diberikan juga penjelasan tentang seluk beluk SNMPTN. Mulai dari pelaksanaan teknis sampai non teknis.

Hari itu minggu pertama gw mendapatkan pelajaran BIP. Pengajar BIP gw adalah Mba Amalia Sekar Wulan atau yang akrab dipanggil Mba Amel. Belakangan gw tau bahwa Mba Amel adalah pengajar yang diceritakan T'Fia saat T'Fia berkonsultasi untuk mempertimbangkan pilihannya antara di UI atau di Unpad.

First time gw diajar oleh Mba Amel? Ya Allah.. Caranya menatap orang lain, caranya berbicara, bercerita, bahasa yang beliau gunakan, dan caranya menanggapi perkataan orang lain, mirip banget sama seorang teteh gw. Teteh yang sangat berpengaruh buat gw. Dan teteh yang sangat gw segani.

Mengingat gw udah lama banget gak buka internet, dan membuat gw lama tidak membaca tulisan teteh gw itu, tiba-tiba gw kangen aja sama teteh gw itu :(

Teh, apa kabar?

Belum habis dengan keterkejutan gw, Mba Amel memperkenalkan diri. Ternyata? Beliau lulusan Psikologi UI tahun 2004. Oh meeen, benar-benar sama dengan teteh gw yang satu itu, hanya tahunnya saja yang berbeda. Kawan, tau gak apa yang ada di otak gw saat itu? Gilaaa, masa iya lulusan Psikologi UI jadinya begini semua? Ngeri juga kayaknya :P

Benar saja, Mba Amel membuat gw sama segennya dengan teteh gw yang satu itu. Lebih segan malah, mengingat umur beliau yang lebih tua beberapa tahun dari teteh gw itu dan beliau sudah berkeluarga. Beberapa minggu awal pelajaran BIP, gw cuma bisa mendengarkan materi dari Mba Amel dengan takzim tanpa perlawanan. Mencoba merekam baik-baik setiap materi yang disampaikan.
Kalau kalian gagal lagi tahun ini, bayangkan sedihnya kalian bakal dua kali lipat! Malunya kalian bakal dua kali lipat! Dan marahnya kalian bakal dua kali lipat dari tahun ini!
Kalimat itu gak pernah berhenti di ulang-ulang Mba Amel setiap mengisi materi di kelas Ronin (baca : Mereka yang Juga Berjuang). Nada suaranya. Emosinya. Terekam baik dalam ingatan gw. Selama kalimat itu diulang-ulang, selama itu pula gw cuma bisa mengangguk dan menatap takzim Mba Amel. Dan tentu saja, masih tanpa perlawanan.

Iya Mba, semua itu akan terasa dua kali lipat lebih besar dari tahun ini.

Awalnya gw kira gw saja yang berlebihan menganggap Mba Amel mirip banget sama teteh gw itu. Tapi ternyata gak juga.

Hari itu, SMANSA DAY 2011. Gw datang bersama seorang teman gw yang kebetulan Ronin juga. Di gerbang, gw tidak sengaja bertemu dengan teteh gw itu yang sepertinya sudah mau pulang dan terburu-buru. Gw berpapasan. Satu dua menit saling sapa. Dan kemudian berlalu.
Temen gw : Tuth, itu siapa?
Gw : Itu teteh gw yang gw bilang mirip banget sama Mba Amel. Mirip gak?
Temen gw : Sumpah mirip banget, Tuth!
Sampai akhirnya di suatu malam, Mba Amel tiba-tiba sms gw. Beliau menyampaikan komentarnya setelah membaca blog gw yang entah dari mana beliau tau kalau gw punya blog (pasti dari fb laaah, Tuth, dari mana lagi? Suka dung dung deh ente -_-). Momen itu pun gw manfaatkan untuk menyampaikan keterkejutan gw. Gw cerita ke Mba Amel kalau Mba Amel ngingetin gw sama seorang teteh gw yang mungkin beliau kenal juga. Tapi ternyata beliau gak kenal. Tapi iya juga sih. Ketika Mba Amel lulus, satu tahun setelahnya baru teteh gw itu masuk Psikologi UI.

Setelah puas mengungkapkan segala apa yang ada di hati dan pikiran gw, gantian Mba Amel yang bercerita. Kawan, tau apa yang Mba Amel ceritakan? Seolah merasakan hal yang sama, Mba Amel bilang gw mengingatkannya dengan seorang sahabatnya di Psikologi UI dulu yang berasal dari SMAN 3 Bogor. Katanya gw mirip banget dengan sahabatnya itu. Terlebih lagi setelah membaca tulisan-tulisan gw di blog. Dan ternyata itu yang menjelaskan mengapa saat pertama kali bertemu sampai beberapa minggu kebelakang, kalau ada apa-apa pasti gw yang disebut oleh Mba Amel.

Sejak saat itu? Gw jauh lebih terbuka dengan Mba Amel. Jauh lebih klik dan jauh lebih klop :D

Hal itu pun dibuktikan saat seorang teman sedang bercerita mengenai masalah pribadi. Tanpa perlu banyak bicara, sepertinya tanggapan gw dan Mba Amel tentang kasus tersebut sama hanya dengan sekali lirikan mata, hahahaha, mantaaaap :D
Mba Amel : Annisa Dwi Astuti, first time I saw you, I guess that you are the yellow jacket :)
Itu kalimat yang disampaikan Mba Amel di group NF Paledang di Facebook setelah hari terakhirnya mengajar di rumah ini. Gw merinding dengernya. Dan kalimat itu menjadi amunisi tersendiri di saat gw mati-matian berjuang membunuh rasa jenuh -yang perlahan tapi pasti- mulai menggerogoti.

Kalau ada yang harus gw rindukan ketika meninggalkan rumah ini nanti, salah satunya adalah Mba Amel. Terima kasih untuk banyak hal ya, Mba.

And now,  your guess is coming true, Mba :) 

Mba Amel

***

Kalau ada yang bilang semua pengajar di dalam rumah ini dekat dengan anak-anak, sepertinya tidak juga. Bahkan ada seorang pengajar yang sama sekali gak pernah gw anggap sebagai pengajar. Akan tapi, selalu gw anggap sebagai teman cari ribut! Hahahaha :P

Namanya Mas Asep. Berbeda dengan Mas Asep matematika sebelumnya, semua orang pasti akan langsung menyangka bahwa beliau adalah orang Sunda karena wajah dan logatnya yang Sunda banget. Beliau pengajar ekonomi gw, lulusan Universitas Pendidikan Indonesia. Yang gw gak habis pikir, ada aja kelakuan Mas Asep yang seolah ngajak gw ribut  -_-

Hari itu, sore di bulan Januari 2011. Kelas gw ada tambahan ekonomi dengan Mas Asep. Lebih tepatnya tambahan akuntansi. Ternyata ekonomi dan akuntansi adalah sesuatu yang amat sangat berbeda. Belakangan gw baru tahu, kalau banyak anak ilmu ekonomi yang kesulitan lulus dari mata kuliah akuntansi dan begitu juga sebaliknya karena dua hal tersebut adalah hal yang sangat bertolak belakang. Kalau dalam pembagian kerja, mungkin bisa dianalogikan bahwa anak ilmu ekonomi adalah seorang konseptor, dan anak akuntansi adalah seorang pekerja lapang.

Berhubung gw benar-benar baru belajar akuntansi dari nol, semua istilah yang gw anggap membuat mata gw berkunang-kunang dan membuat banyak bintang berputar-putar di kepala gw, akan langsung gw tanyakan.

Salah satunya..
Gw : Mas, bedanya diterima di muka sama di bayar di muka apa?
Mendengar pertanyaan itu, Mas Asep langsung berdiri dari duduknya dan menghampiri gw yang kebetulan saat itu tengah duduk di barisan paling depan. Beliau mengeluarkan selembar uang 50.000. Kawan, tahu apa yang terjadi setelah itu?

Beliau melemparkan uang 50.000 yang ia pegang tepat di depan muka gw sambil berkata..
Mas Asep : Nih, yang dimaksud dibayar di muka!
Teman-teman sekelas gw yang mengerti maksud dari konotasi adegan barusan langsung berseru gaduh. Gw yang sekian detik selanjutnya disadarkan oleh suara riuh rendah teman-teman gw , "parah...parah...parah..", baru mengerti apa maksudnya. Edaaaaan, gw langsung tersenyum sinis dan geleng-geleng kepala. Gw yang saat itu masih dikenal pendiam (hahaha, mamantes lw, Tuth, pendiam :P) mulai menampakan wujud aslinya.

Dan sejak hari itu, perang berkobaaaar! Hahahahaha (bikin emote serem gimana sih?)

Ada juga di hari yang lain, saat itu gw sedang ada jadwal kelas siang. Pukul 12.10. Gw yang tau hari itu pelajaran Mas Asep, memutuskan sholat dulu dengan santainya. Yaudah sih ya, Mas Asep doang :P

Dari ruang kelas gw, Mas Asep berdiri di depan kelas melihat kanan kiri kalau-kalau ada yang belum masuk kelas. Melihat gw yang baru keluar dari mushola hendak menuju kelas, beliau masuk kelas dengan membiarkan pintu terbuka.

Masuk kelas? Ternyata tidak. Beliau ternyata menunggu di balik pintu. Ketika yakin gw sudah berada di jarak yang tidak jauh lagi dari daun pintu, beliau pun segera menutupnya dan membuat badan gw berbenturan dengan daun pintu! Edaaaan, gw salah apa ya sama si Mas yang satu ini :'(

Tapi diantara perang-perang tersebut, sepertinya memanggil gw dengan sebutan 'teteh' merupakan hal yang paling menyenangkan buat beliau. Hal itu bermula saat ia menyadari bahwa ketika gw berinteraksi dengan adik-adik gw di Perisai Ksatria, mereka menyebut gw dengan panggilan 'Teh Tuti'.

Sejak saat itu?
Mas Asep : Eh ada Teh Tuti. Teteh Teteh, kok dipanggilnya Teteh Tuti sih? Berarti Teteh udah tua ya, Teh?

Dan senjata pamungkas gw?
Gw : Panggilan dan muka boleh tua, Mas. Tapi mentally, saya dewasa!

Hahahaha, waeeee lw dewasaaa, Tuth! Masih suka jadi zombie kalau sedang galau tentang ****** juga, hahaha, iya khan sop ;)

Terlepas dari hobi ngajak ributnya dan cerita-cerita gw di atas yang membuat beliau terkesan sebagai seseorang yang picabokeun pisan, beliau tetap orang baik kok :)

Pernah di satu kesempatan, pada akhirnya gw bisa ngobrol serius juga dengan beliau (walaupun itu tidak berarti bendera perang diturunkan :P). Gw dan Mas Asep ngobrol tentang cita-cita, masa depan, dunia perkuliahan, idealisme, sampai tentang rasionalitas. Sama seperti Mas Asep matematika, gw juga sering jadi sharing partnernya Mas Asep ini untuk membahas perkembangan anak-anak di rumah ini. Bedanya, kali ini dilihat dari sisi ekonomi (apa cobaaaa, Tuth? -__-)

Lebih jauh dari itu, selain Mas Alex, Mas Asep lah orang yang paling berjasa besar membantu gw untuk mendongkrak nilai-nilai gw lewat ekonomi. Yap. ekonomi benar-benar mendongkrak nilai gw gila-gilaan di SNMPTN tahun ini.

Sepeninggalan gw dari rumah ini, ternyata Mas Asep pun akan meninggalkan rumah ini. Melanjutkan hidupnya di Kota Kembang Bandung. Ketika gw tanya alasannya, beliau tidak mau menjelaskan. Well, mungkin ada sesuatu yang harus dikerjakan di kampung halaman :)
Mas Asep : Yah, Tuth. Kalau kamu psikologi berarti gak ada yang melanjutkan saya di ekonomi, dong?

Weits, jadi anak psikologi bukan berarti jadi gak ngerti ekonomi khan, Mas? :D Terima kasih dan mohon maaf untuk banyak hal ya, Mas. Sampai bertemu di lain kesempatan. Atau mungkin di perang-perang selanjutnya! Hahaha :D

***

Belum beranjak dari ruangan ini. Ruangan dengan papan tulis yang agak sedikit cacat karena sudah menggelembung. Papan tulis yang menyadarkan gw bahwa fokus mata gw sepertinya sudah mulai buyar lagi untuk melihat jarak jauh.

Hari itu, pelajaran sosiologi. Gw yang tengah menikmati menatap tulisan-tulisan yang ada di papan tulis, tiba-tiba dibuyarkan oleh seseorang.

Mba Devi : Tuti, kamu tuh anak IPC ya?
Gw : Eh, IPC, Mba? Enggak kok Mba. Saya pindah IPS. Emang kenapa gitu, Mba?
Mba Devi : Soalnya mata kamu mata anak IPA.

Namanya Mba Devi. Beliau pengajar sosiologi dan sejarah gw selain Mas Damar. Beliau lulusan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Kalau udah ngedengerin beliau cerita, khusunya sosiologi, enaaaak banget dengernya. Apalagi ditambah aksen jawanya yang medok banget, maknyuslah pokoknya.

Ngomong-ngomong soal mata, emang mata saya ada tulisan 'IPA' nya ya, Mba? Hohoho. Kalaupun ada, kayaknya tulisannya bukan 'IPA' deh Mba, tapi 'WARNING! MINUS BERTAMBAH!' :(

*bersambung