Selasa, 26 Juli 2011

Ngeri

*Inspired by true story
Alkisah sebuah penggalan cerita di sebuah sekolah menengah atas yang tengah merayakan kelulusan putra-putrinya ke jenjang yang lebih tinggi. Semua gembira. Semua bersuka cita. Semua guru tersenyum bangga atas jerih payahnya. Euphoria itu ditandai dengan ditanggalkannya atribut putih abu dan diganti dengan simbol-simbol identitas perguruan tinggi sejauh mata memandang. Kebanggaan itu menyemburat di setiap wajah. Tapi tidak di wajah seseorang.

Sebut saja Bening. Ia belum diterima di pergurusan tinggi manapun dan harus menghadapi kenyataan bahwa tahun satu tahun ke depan harus mampu ia sikapi dan ia jemput dengan baik. Euphoria itu memang tidak dirasakannya. Tapi baginya, semua akan indah pada waktunya, dan semua akan baik-baik saja. Atau paling tidak, semua bisa dianggap baik-baik saja olehnya.

Dua bulan berselang setelah ketidaklulusannya di berbagai perguruan tinggi manapun. Ditengah teman-temannya -yang juga senasib dengannya- yang malu dan antipati untuk kembali ke sekolahnya sebelum berstatus menjadi seorang mahasiswa, Bening berbeda. Dengan ke-tidak-tahu-malu-an-nya, ia melenggang santai kembali ke sekolahnya untuk sekadar berjumpa dan bertegur sapa dengan adik-adik kelasnya. Selama belum menjadi mahasiswa bukan merupakan tindak kriminal, gak ada alasan untuk malu khan untuk kembali ke sekolah? Itu yang ada di pikirannya.

Tapi bohong kalau satu tahun yang dilaluinya dijalaninya dengan biasa saja. Bohong kalau tidak ada momen yang benar-benar mampu membuatnya dalam keadaan tidak baik-baik saja. Seperti hari itu saat ia berjumpa dengan seorang adik kelasnya di sekolah. Sebut saja Gatra.
Gatra : Kak, ngapain disini? Gak kuliah?
Bening : Gw khan belum dapet tahun ini. Doain ya berjuang lagi bareng lw tahun depan.
Gatra : Serius?!
Bening : Ngapain juga gw bohong.
Gatra : Kalau belum jadi mahasiswa mah ngapain kesini, Kak? Malu atuh. Pulang aja kali, Kak. Belajar yang bener.
Kalimat gurauan dengan nada yang tidak bergurau.

Bening jarang sakit hati. Jarang banget. Entah karena ia yang terlalu sering menanggapi perkataan orang yang nyelekit dengan kalimat 'Ya Sudahlah', entah karena baginya semua orang berhak bersuara, atau entah karena di sekelilingnya adalah orang-orang baik yang jarang menyakitinya. Seharusnya kalimat itu terdengar biasa saja baginya. Tapi tidak dengan hari itu.

Hari itu memang sudah dua bulan berlalu. Tapi emosinya belum stabil. Mentalnya masih dalam keadaan dipaksa untuk baik-baik saja. Dan kalimat itu cukup membuatnya masuk ke dalam zona tidak baik-baik saja.

Gatra berlalu. Bening hanya menatap kepergiannya getir.
Sayangnya lw gak tau rasanya ada di posisi gw, Dek..
Gumam Bening dalam hati.

Dua hari berlalu semenjak pertemuannya dengan Gatra. Dua hari Bening mati-matian menghilangkan kalimat itu dari kepalnya. Terkadang kalimat yang biasa bisa benar-benar menjadi tidak biasa ketika emosi sedang berada dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Sakit.

Air matanya tumpah malam harinya. Membuat seorang sahabat geleng-geleng kepala karena Bening bisa dengan mudahnya mengeluarkan air mata karena kalimat remeh seperti itu.

Butuh waktu. Tapi perlahan Bening sempurna melupakan kejadian itu sepanjang tahun selanjutnya. Melanjutkan hari dan terus percaya bahwa Dia gak akan pernah meninggalkan hamba-Nya.
***

Setahun berselang. Pada akhirnya, Bening berhasil membuktikan bahwa semua memang akan terasa indah pada waktunya. Dan membuktikan bahwa Dia memang gak pernah lelah menjawab doa.

Sejak kabar baik itu diterimanya, sepanjang hari ia terus mengukir senyum di wajahnya. Terlebih pada akhirnya ia berhasil memberi kabar baik untuk orang-orang di sekitarnya.

Sampai beberapa hari kemudian, senyum itu sempat memudar. Sebuah berita datang. Berita yang cukup mencengangkan  baginya. Berita yang membawa kembali memorinya secepat kilat pada masa satu tahun silam.

Setelah kembali dari potongan-potongan memori satu tahun silam, Bening hanya mampu menunduk takzim. Tatapannya nanar. Dan mendesah lirih dalam hati.
Allah selalu punya cara untuk mendewasakan setiap orang. Termasuk Gatra..
*Ngeri. Ngeri gw ngedenger cerita yang satu ini. Lebih ngeri lagi, ketika tahu bahwa luka hatinya seeorang gak akan pernah luput dari pendengaran-Nya.

0 komentar: