Senin, 18 Juli 2011

Berkenalan dengan Teman Lama

Superintensif SNMPTN 2010.

Hari itu, seperti biasa, papan putih lebar yang tergantung di sudut ruangan mendadak menjadi pusat perhatian penghuni NF. Papan putih yang tak lagi putih karena penuh dengan tempelan kertas yang berisi ribuan huruf-huruf dan angka-angka itu seolah selalu bertransformasi jadi 'primadona' tiap minggunya. Apalagi kalau bukan pengumuman hasil try out.

Berbeda dengan try out sebelumnya, try out kali ini lebih dinanti dan lebih di perhatikan. Mengingat pengumuman hari ini adalah pengumuman try out pertama superintensif SNMPTN. Gw yang cuma bisa geleng-geleng melihat perkembangan nilai gw, tiba-tiba tertumbuk pada satu nama. Ada yang gak biasa.
Gw : Eh, itu yang peringkat pertama TO siapa ya? Kok kayak baru liat namanya?
Teman gw : Itu loh Tuth, yang sekelas sama kita.
Gw : Emang di kelas kita ada anak SMAN 7 ya?
Teman gw : Gw juga gak kenal sih, tapi yang suka duduk di belakang, Tuth.
Gw : Oooh...

Nama itu asing buat gw. Karena biasanya, posisi itu diduduki oleh Sofwah Nisana dan diikuti dengan nama-nama lain yang bertitel SMAN 1 Bogor. Tanpa permisi, nama itu sontak menggeser nama-nama lama penghuni 'singgasana' sebelumnya.

Minggu pertama. Minggu kedua. Sampai minggu ketiga, dengan 'angkuhnya' nama itu terus bertengger di sana. Seolah tak khawatir nama-nama dibawahnya akan menggesernya untuk merebut kembali tempat mereka sebelumnya.

Tanpa peduli dan berkeinginan mengetahui lebih jauh pemilik nama itu-yang jelas-jelas memiliki nilai-nilai yang menyenangkan untuk dilihat-, gw pun pelan-pelan menyingkir dari NF. Mengejar cita di tempat lain, tanpa tahu bahwa ternyata pada tahun selanjutnya, gw berkenalan dengan si pemilik nama itu, yang berhasil membantu gw menyikapi kegagalan dengan cara yang jauh lebih baik.

***

Awal Januari 2011.
Gw : Mas Asep, matriksnya bisa nol-nol gitu sih? Emang bikin persamaanya gimana?
Mas Asep : Sebentar, Mas Asep juga agak lupa, Tuth, soalnya yang waktu itu nemuin caranya Jemi, nanti Mas Asep coba cari dulu.
Jemi? Kayaknya gw familiar dengan nama itu. Tapi dimana ya? Entahlah. Tapi sepertinya, nama itu sering di sebut-sebut oleh Mas Asep beberapa kali di beberapa kesempatan. Lebih tepatnya di setiap soal matematika yang bikin otak panas yang ternyata selalu berhasil diselesaikan olehnya.
"Iya, waktu itu Jemi yang nemuin cara ngerjainnya"
 

"Dulu, Jemi kalau lagi bosen ngerjain soal, suka main bulutangkis sama Reza di belakang."
 

"Jemi tuh luar biasa, Tuth.."

Dan tanpa gw sadar, ternyata nama itu pun sering disebut-sebut oleh Mas Yusuf di lain kesempatan.
"Kalau dulu, yang suka betah di NF kayak Tuti sekarang tuh Jemi.."
 
"Kalau ibunya Jemi nyari dia, pasti ke NF Tuth, hahaha.."

Dan akhirnya gw pun teringat satu hal. Jemi Jaenudin. Nama itu adalah nama yang gw lihat tahun lalu. Nama yang menggeser Sofwah Nisana di urutan pertama TO superintensif snmptn. Dan dengan 'angkuhnya' tetap bertengger di posisi itu di minggu-minggu selanjutnya. Teman sekelas gw? Gw sama sekali gak inget. Bahkan sepertinya gw gak punya sepotong memori pun tentang sosoknya atau pun sekadar pernah menyapa atau enggak. Well, siapapun dia, satu hal yang bisa gw pastikan, dia orang baik dan dikenang baik oleh para pengajar dan staf di NF Paledang.
***

Pertengahan Januari 2011.

Bel istirahat NF berbunyi. Bel yang mungkin kelak akan sangat gw rindukan. Karena di kampus gak ada bel khan ya? :P Tidak seperti biasanya. Hari itu suasana di luar kelas terasa lebih ramai dari biasanya.

Keramaian itu pun menggugah gw untuk keluar kelas dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Gw menyembulkan kepala gw di pintu kelas. Menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari pusat keramaian. Dan sepertinya memang ada beberapa orang yang sedang berkunjung. Dari jauh gw mencoba memperhatikan pusat keramaian itu. Sampai mata gw terhenti pada sosok laki-laki tinggi, berambut gondrong diikat, agak kurus, dan tengah mengobrol dengan Mas Yusuf. Dan sepengetahuan gw dia bukan anak Ronin. Siapa ya? Kayaknya gw pernah liat orang yang satu ini. Dan satu hal yang paling menarik perhatian gw, jaketnya. Jaket belakangnya tertulis besar-besar "FTTM". Pasti ITB.

Keesokan harinya, akhirnya gw tau, bahwa di lah pemilik nama itu. Nama yang gak ada habisnya dibanggakan oleh Mas Asep. Nama yang selalu diceritakan oleh Mas Yusuf. Dan nama seorang teman lama yang gak pernah gw kenal sebelumnya.

Hari itu bel istirahat NF pun berbunyi lagi. Berbekal satu soal program linear, buku kotretan, dan sebuah pensil, gw pun menerobos keluar kelas (kayak di hutan aja Tuth menerobos :P). Mencari siapa saja yang bisa membantu gw untuk mengerjakan soal yang satu ini. Gw mencari Mas Asep ke ruang pengajar, ternyata Mas Asep gak ada hari ini. Melongok ke kelas Ronin IPA, ternyata mereka belum keluar. Sampai gw sadar, ternyata Jemi hari ini berkunjung lagi ke NF. Belakangan gw tahu bahwa ITB sedang libur semester 1, dan Jemi pun sedang promosi Try Out ITB di NF.

Mendengar track record cerita-cerita pengajar dan staf NF tentangnya, menjadi saksi mata nilai-nilai nya tahun lalu, dan melihat tulisan jaketnya yang menyatakan dia tengah menempuh pendidikan di salah satu kampus terbaik di Indonesia, harusnya soal kayak gini bukan apa-apa baginya.

Tapi khan gw gak kenal, gimana ya? Saatnya berkenalan :D

Dengan gaya sok kenal dan sok dekat, dengan prinsip ilmu bisa di dapatkan dari siapa saja, dengan pemikiran bahwa orang yang akan gw hadapi adalah orang baik yang bersedia mengajarkan orang kayak gw yang matematikanya abal-abal, dan dengan didorong rasa frustasi karena gw ngeras bodo banget ya soal kayak gini doang gw gak bisa, akhirnya gw memutuskan 'menodong' Jemi.
Gw : Haloo Jemiii! Eh, bener khan lw Jemi?
Jemi : Hei, eh, iya..
Gw : Lw nganggur gak Jem?
Jemi : Iya, gw nganggur kok. Kenapa?
Gw : Ajarin gw mate doong, Jem. Boleh gak?
Jemi : Boleh, tapi kalau gw bisa yaa..
Berhasil! Gw pun menyodorkan buku soal gw, kotretan, dan pensil. Jemi menyuruh gw mengerjakan soal yang lain terlebih dahulu karena soal yang gw ajukan memang agak membutuhkan waktu untuk mengerjakannya. Bel masuk pun berbunyi lagi, gw meninggalkan Jemi dengan soal gw. Sampai bel pulang pun berbunyi, ternyata Jemi pun belum menemukan jawabannya. Woow, sepertinya soal yang gw ajukan memang agak-agak. Berhubung Jemi harus rapat persiapan TO ITB, Jemi pun pamit dan berjanji akan mencobanya kembali nanti.

Besoknya, gw lupa kalau kemarin gw pernah nanya soal ke Jemi. Beberapa waktu belakangan, gw memang bisa sangat cepat menangkap informasi baru, tapi di saat yang bersamaan daya ingat gw amat sangat menurun dalam beberapa hal. Sampai akhirnya gw diingatkan kembali saat Jemi minta soal yang sama ke gw untuk diselesaikan karena soal yang kemarin tertinggal.

Jemi pun masih berkutat dengan soal yang sama. Sambil melihat Jemi mengerjakan soal yang satu itu, gw pun ikut mencoba mengerjakan sambil ngobrol dengan Mba Devi di ruang tamu Melihat Jemi yang terlihat amat serius mengerjakan soal, Mba Devi pun buka suara.
Mba Devi : Gak ketemu ya, Jem jawabannya?
Jemi : Belum ketemu.
Gw : Pantang ya, Jem ngomong gak ketemu? Hahahaha :P
Jemi : Ngapain ngomong gak ketemu?!
Kalimat yang biasa. Intonasi yang biasa. Tapi menjadi sesuatu yang gak biasa buat gw. Karena di kemudian hari, kalimat itu yang menjadi dasar bagi  gw untuk bisa menghargai setiap soal matematika. Dan karena kalimat itu juga, matematika menjadi obat paling ampuh untuk menekan tingkat ke-stress-an gw. Jadi, kalau ada yang melihat problem set matematika gw penuh, itu bukan serta merta gw jago matematika. Tapi lebih tepat dinyatakan sebagai indikator bahwa tingkat ke-stress-an gw tengah menggila.

Keesokan harinya, soal itu pun belum menemukan titik terangnya. Akhirnya, gw memutuskan untuk bertanya kepada Mas Asep. Ternyata? Mas Asep bilang sepertinya memang soalnya yang kurang, jadi wajar saja kalau tidak bisa diselesaikan. Saat gw menyampaikan hal itu kepada Jemi, tanggapannya? 
"Walaupun soalnya kurang, harusnya masih bisa dilogikakan Tuth!"

Bener-bener deh ni orang satu. Gak mau menyerah. Lebih tepatnya, gak mau mengalah.

***

Seminggu berselang. Gw masih berkutat dengan rutinitas belajar di NF. Seperti biasa, sekeluarnya gw dari kelas, gw dan anak-anak Ronin berkumpul di meja  kayu coklat di sudut ruang keluarga untuk belajar bersama. Dan minggu itu, Jemi pun masih menghabiskan waktu liburannya untuk mengurus TO ITB dan berkunjung ke NF. Sesekali Jemi pun bergabung dengan anak Ronin, apalagi kami memang satu angkatan. Bergabung untuk membantu mengerjakan soal, ataupun hanya sekedar mengobrol dan bertukar cerita.

Menyenangkan. Untuk ukuran gw yang memang belum pernah kenal sebelumnya dan baru satu minggu bertemu, ngobrol dengan teman lama yang akhirnya gw kenal secara langsung ini sangat menyenangkan. Sudut pandang dan pola pikirnya gak jauh beda sama gw. Membuat topik apapun selalu seru untuk dibicarakan. Salah satu topik yang paling gw senangi, tentu saja, apalagi kalau bukan tentang ITB. Sebenarnya lebih banyak gw yang bertanya, dan Jemi pun berbaik hati menceritakan semua tentang ITB, tanpa peduli kalau kini ITB tidak lagi termasuk dalam daftar tujuan akhir perjuangan gw.

Jemi bercerita tentang euphoria persaingan belajar di ITB, tentang beasiswa, UKM-UKM nya, padatnya jadwal akademik dan nonakademik, biaya hidup di Bandung, pengalamannya waktu berjuang di NF tahun lalu, nilai-nilainya, berkas ujiannya yang nyaris hilang, kegalauannya mau masuk jurusan apa di FTTM, sampai tentang TO Ganapatya ITB yang akan dilaksanakan minggu depan di Regina Pacis.

Dan tentang TO Ganapatya? Beberapa bulan lalu, walaupun tidak terlalu berarti banyak, gw sempat terlibat dalam persiapan TO ini. Salah satunya, lewat YM, gw dan Aufa share masalah sponsorship acara karena Aufa terpilih jadi koor.sponsorship TO Ganapatya tersebut.  Dan ternyata, Jemi adalah anak buah Aufa di sie.sponsorship dalam TO ini. Bumi ini gak pernah benar-benar terasa luas ketika kita punya banyak teman baik di dalamnya :)

Tidak hanya bergabung dengan anak Ronin, Jemi juga dimintai tolong untuk membantu anak-anak PPLS. Kalau gw memang cuma bisa nanya tentang matematika (masa iya gw nanya sejarah ke Jemi?), anak PPLS lebih banyak bertanya tentang fisika. Pernah satu hari anak PPLS konsultasi eksklusif dengan Jemi sampai malam. Hasilnya?
Ndu : Karena A'Jemi, Ndu ngerti fisika, Teh.
Tapi memang benar sih. Kalau ada orang yang paham dan bisa memahamkan orang lain tentang materi yang ia kuasai, mungkin Jemi salah satu orang yang memiliki kualifikasi tersebut. Cara memahamkannya menyenangkan, sabar kalau ada orang yang loadingnya agak lama (kayak gw :P), dan yang paling penting : low profile! Cocoklah kalau suatu saat nanti berminat menjadi guru. Tapi harus guru SMP/SMA, soalnya kalau guru SD... Silahkan tanya sendiri pengalamanya bagaimana mengajar anak SD! :P

Suatu hari, dengan tingkat fudul yang amat tinggi, tiba-tiba gw terpikir untuk menanyakan sesuatu.
Gw : Eh Jem, lw selain ngurusin Ganapatya dan main ke sini, liburan gak kemana-mana lagi, Jem?
Jemi : Enggak, kesini aja gw.
Gw : Serius? Lw liburan cuma dipake buat bantuin orang belajar?
Jemi : Kalau gw kesini bisa sekalian bantuin orang, ya kenapa enggak.
Bener-bener deh ini orang.
***

Selepas kepulangan Jemi kembali ke Bandung, pengaruhnya masih berasa banget di NF. Pernah di satu kesempatan, Zahra, Bram, gw, dan beberapa orang lainnya sedang sharing masalah nilai, jurusan, dan universitas. Dan nama Jemi pun masih ikut terbawa dalam percakapan ini.
Zahra : Teh, dulu A' Jemi itu nilai-nilai TO nya langsung bagus-bagus gak sih, Teh?
Gw : Jujur ya Zah, gw aja baru ngeliat ada yang namanya Jemi tuh pas TO pertama superintensif. Kayaknya enggak deh, Zah. Kalau iya harusnya gw udah liat namanya dari jaman dulu di peringkat atas.
Percakapan pun terus berlanjut. Bahkan untuk memastikan apakah seorang Jemi pernah berada di urutan bawah saat TO, gw dan Zahra pun membongkar arsip nilai-nilai try out tahun lalu.

Tidak berhenti sampai di sini. Saat itu anak-anak PPLS tengah menjelang Ujian Sekolah dan Ujian Nasional. Sejenak mereka menghentikan terlebih dahulu persiapan snmptn dan fokus untuk menyiapkan ujian tersebut. Bukan berarti menghentikan proses belajar, melainkan mereka mengurangi porsi melahap soal-soal tipe snmptn untuk menambah porsi soal UN karena kedua tipe soal ujian ini memang berbeda. Ah, kalau urusannya seperti ini, ilmu jadi terasa penuh dikotomi.

Salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam UN, yang masih menduduki rating tertinggi sebagai pelajaran yang memiliki momok yang amat sangat 'disegani', adalah fisika. Saat itu, mereka lagi butuh-butuhnya konsultasi fisika, padahal pengajar fisika lagi agak jarang berada di Paledang.

Akhirnya?
Nechan : Teh Tuti minggu besok khan ada libur 3 hari ya, Jumat-Sabtu-Minggu..
Gw : Iya, Chan, kenapa gitu?
Nechan : Kalau A'Jemi disuruh pulang pas libur minggu besok ke Paledang, mau gak ya teh? Lagi butuh konsul fisika niih..
Gw : Waduuuh, gak tau, Chan, coba aja tanya. Tapi bolak-balik Bogor-Bandung khan lumayan, Chan. Emangnya dia mau ya?
Nechan : Kita patungan bayarin A'Jemi buat pulang deh, Teh, gimana?
Dan bahkan Zahra pun benar-benar sampai mengirim message FB ke Jemi berharap Jemi bisa pulang untuk ngajar fisika.

Subhanallah. Hei, Jemi hanya seminggu berada di NF semester ini. Dan di titik ini, gw baru sadar ternyata pengaruhnya sampai 'segitunya' di Paledang.

***

23 April 2011. Pukul 10.00.

Hari itu NF lagi libur seminggu. Sepi. Para pengajar tengah menghadiri raker untuk program superintensif SNMPTN yang akan dimulai minggu depan. Jadi, hari itu hanya ada 3 orang penghuni NF. Mas Yusuf, Gw, dan Jemi. Bentar, Jemi lagi?

Jemi yang lagi libur persiapan UTS awalnya berniat ke NF dengan harapan ada Mas Asep atau Mas PW yang bisa ia tanyai tentang kalkulus. Tapi karena para pengajar lagi raker, akhirnya ia memutuskan untuk numpang belajar di NF.

Gw berkutat dengan soal matematika gw. Jemi mengerjakan soal kalkulusnya. Dan Mas Yusuf menyelesaikan tugasnya di depan komputer. Sesekali pekerjaan kami masing-masing terpotong karena cerita dari salah satu di antara kami. Entah cerita dari Mas Yusuf yang yang bisa bikin kita ketawa, atau dari Jemi tentang ITB nya, atau lebih tepatnya, tentu saja karena gw yang selalu brtanya duluan tentang ITB. Kali ini topiknya lebih seru lagi. Mulai dari kegiatan kemahasiswaan ITB beserta euphoria perpolitikannya, persaingan sengit memperebutkan kursi jurusan di FTTM, kompetisi futsal antar fakultas, UKM lingkung sunda ITB (bener gak ya namanya?), Formasi B, gedung unik di ITB yang punya lantai 1 1/2 (atau 2 1/2 ya?), sampai tentang A'Ipang dengan IP 4 nya selama 2 tahun berturut-turut.

Ditengah obrolan dan tugas masing-masing, gw memperhatikan Jemi yang mulai terlihat uring-uringan dengan soal kalkulusnya sendiri. Gw pun menawarkannya untuk refreshing dengan membantu gw mengerjakan soal problem set (hahaha, gak tau diri lw, Tuth! :P). Jemi yang akhirnya meneyerah dengan soalnya sendiri (walaupun gw gak yakin dia benar-benar menyerah) sekarang beralih ke soal problem set gw.

Ditengah-tengah mengerjakan soal problem set, gw tiba-tiba nyeletuk bertanya kepada Jemi.
Gw : Jem, sumpah deh seumur-umur gw gak ngerti tentang volume benda putar. Untung di matdas gak ada materi itu, hehehe..
Jemi : Itu sebenernya sederhana kok, Tuth.
Jemi pun menjelaskan secara spontan materi volume benda putar kepada gw. Sebentar-sebentar gw memotong penjelasan Jemi karena gak paham. Gw cuma bisa mengerutkan kening sebentar. Menggangguk. Mengerutkan kening lagi. Mengangguk lagi. Tapi akhirnya? Hei, untuk pertama kali gw connect ama materi yang satu ini. Lebih jauh lagi, Jemi mengajari gw cara menurunkan rumus, integral lipat, dan logaritma natural. Yihaaa, gw ngerti kalkulus meeen. Walaupun gak ada jaminan kalau gw disodorkan soal gw bisa mengerjakan :P

Jemi pun terus menerangkan gw tentang dasar-dasar kalkulus tanpa peduli gw mungkin gak akan ketemu lagi dengan materi yang satu ini. Toh, sejatinya memang tidak ada dikotomi dalam ilmu khan? Yang ada hanya setiap orang berhak memilih untuk lebih mendalami sedikit dari sekian banyak ilmu-Nya.

***

Pukul 17.00.

Saatnya pulang!

Sepulang dari NF hari ini, gw dan Jemi pun menggantung target jangka pendek masing-masing. Jemi dengan IP 4 nya, dan gw dengan TO 900. Walaupun pada akhirnya gw dan Jemi belum berhasil mencapai target terebut. Jemi kurang 0,16 dari targetnya, dan gw kurang 0,001 dari target gw. Walaupun begitu, tetap saja, alhamdulilah. Apapun bentuknya, besok masih banyak target yang masih tergantun, dan menunggu untuk benar-benar bisa diraih.

Secara harfiah, gw emang cuma belajar matematika dari Jemi. Tapi di luar itu, gw belajar banyak hal.

Hey, Jemii! Berharap di teknik perminyakan dipertemukan dengan angka 4 ya, amiiin. Sampai ketemu, Jem! Terima kasih. Untuk matematikanya, dan untuk membuat gw mengerti mengapa orang yang tak sungkan membagi ilmunya, selalu dirindukan oleh orang-orang disekitarnya.

7 komentar:

Aii mengatakan...

komen gue sama kyk lu tuth: bener-bener deh ini orang..

Annisa Dwi Astuti mengatakan...

@aii : bener-bener-bener deh ini orang..

Anonim mengatakan...

subhanallah sekali :') aku beruntung bisa kenal dengannya

Anonim mengatakan...

subhanallah sekali :') aku beruntung bisa kenal dengannya

Annisa Dwi Astuti mengatakan...

@anonim : begitu juga dengan saya :) temannya jemi kah?

Anonim mengatakan...

@Annisa : :)

Annisa Dwi Astuti mengatakan...

halo :D ini siapa ya?