Minggu, 17 Juli 2011

Rumah Ketiga : Antara Bogor dan Sukabumi (bagian 3)

Pukul 13.00.

Kelas selesai.

Setelah makan dan sholat, saatnya mencari tempat bersemayam selanjutnya :D

Untuk apa? Untuk apa lagi kalau bukan untuk melanjutkan kebiasaan gw seperti sebelumnya. Duduk takzim dengan pensil di tangan dan buku terbuka. Melahap bari demi baris, halaman demi halaman, dan buku demi buku.

Di rumah ini, gw punya dua tempat bersemayam (sumpah, gak ada kata yang lebih tidak horor dibandingkan ini apa, Tuth?). Di dua tempat ini, gw melanjutkan kebiasaan gw itu. Sampai waktunya mereka datang. Kalau mereka sudah datang, kebiasan itu berubah menjadi berbagai proses pen-transfer-an. Mulai dari tranasfer ilmu, transfer cerita, transfer semangat, transfer kegalauan, dan transfer air mata.  Mereka? Yap. Adik-adik gw di Perisai Kstaria (baca : Cita dan Cinta).

Tempat pertama, terletak di depan ruang 04. Untuk selanjutnya, sebut saja ruang ini sebagai ruang keluarga. Bedanya, kalau di rumah-rumah normal, ruang keluarga adalah ruangan yang terdiri sebuah televisi lengkap dengan dvd dan stereo. Di sepan TV tersebut terdapat sofa-sofa empuk tempat berkumpulnya keluarga untuk melepas penat setelah melakukan aktivitas sehari-hari. Di dindingnya, dipajang foto-foto keluarga yang menggambarkan begitu hangatnya ikatan keluarga pemilik rumah tersebut. Sedangkan di rumah ini, ruangan ini hanya terdiri dari sebuah ruangan luas dan satu buah meja kayu coklat di salah satu sudutnya. Meja kayu tersebut dikelilingi oleh kursi-kursi lipat berwarna hitam yang biasanya diambil dari ruang kelas. Tidak ada foto keluarga di dinding ruangan ini. Yang ada hanya papan tulis putih besar, dengan tempelan ribuan huruf dan angka di dalamnya.

 Meja kayu di sudut ruangan

Rasa heran melihat ada siswa yang betah duduk berjam-jam dalam waktu berhari-hari di ruangan ini tanpa melakukan pergerakan yang berarti, seorang pengajar fisika pun akhirnya buka suara.
Mas Piet : Kayaknya dari kemarin saya melihat kamu bersemayam di sini terus ya?

Namanya Mas Piet Wahyu. Akrab disapa Mas Piet atau Mas PW. Beliau lulusan Teknik Fisika ITB. Secara formal, gw emang gak pernah diajar Mas Piet di ruang kelas. Secara informal? Jangan ditanyaaa. Hobi bacanya dan rasa ingin tahunya yang tinggi membuat beliau mampu menjawab berbagi pertanyaan dari anak-anak yang berada di rumah ini. Kalau boleh diistilahkan, beliau kayak google berjalan lah :P

Kalau sedang tidak ada pengajar IPS, tempat konsul gw ya Mas Piet. Mulai dari Sejarah, Geografi, sampai Ekonomi dan Akuntansi. Selain pelajaran, beliau pun sering membicarakn topik-topik unik yang ada di kehidupan sehari-hari yang kadang tidak dipedulikan oleh sebagian orang.

Contoh. Satu hari Mas Piet pernah bertanya, "Di setiap stasiun kereta khan ada plang namanya. Di bawah plang nama itu suka ada tulisan kecil seperti ' Stasiun Bogor + 246 m'. Kalian tau gak itu artinya apa?"

Hahahaha. Gelooo. Jangankan ngeliat tulisan kecil itu. Ngeliat plang nama stasiun aja jarang saking sok-sok-anya udah hafal nama stasiun (boro hafaal, Tuth, pernah bikin anak orang turun di stasiun yang salah juga, hahaha :P)

Dan berdasarkan penjelasan Mas Piet, ternyata angka tersebut menunjukkan ketinggian stasiun di atas permukaan laut saat pertama kali stasiun itu dibangun. Hahaha. Kepikiran pan gw itu angka apaan. Dan karena gw baru tau, gw pun benar-benar hanya bisa ber-ooh saja bulat-bulat. Dan begitulah setiap harinya, ada saja pengetahuan beliau yang luas yang mampu membuat orang gw tercengang dan geleng-geleng kepala.

Dari sekian banyak pertanyaan-pertanyaan unik yang beliau ajukan, suatu hari gantian gw yang mengajukan pertanyaan kepada beliau.
Gw : Mas, Mas khan lulusan ITB ya, Teknik Fisika lagi. Kenapa, maaf ya, Mas, hanya memilih menjadi seorang pengajar di sini? Padahal khan dengan status lulusan salah satu PTN terbaik di Indonesia dan pengetahuan yang luas, Mas bisa jadi lebih dari seorang pengajar?

Jawabannya?

Mas Piet : Karena cita-cita saya adalah membantu orang lain mewujudkan cita-citanya.
Subhanallah. 

Lebih jauh lagi, dari beliau pulalah gw belajar kalau gak ada dikotomi dalam ilmu. Yang ada, hak seseorang untuk memilih mendalami sedikit dari sekian banyak ilmu milik-Nya :)

Masih dengan latar ruangan ini. Di sebuah meja kayu yang kokoh. Meja yang lebih sering tampak tidak rapih karena penuh dengan buku yang berserakan, tempat pensil, dan tas-tas yang bergelimpangan (kosakatanya gak asik banget sih, Tuth, bergelimpangan -_-).

Disini juga gw biasa berbincang dengan Mba Ade. Di rumah ini, selain punya dua nama 'Asep', ada juga dua nama 'Ade'. Bedanya, yang satu Mas Ade, yang satu lagi Mba Ade. Mba Ade merupakan pengajar geografi gw selain Mas Darul. Mba Ade yang ternyata pernah mengajar di SMANSA ini pun merangkap sebagai guru geografi di sebuah sekolah. Saat mengajar geografi di rumah ini, beliau tengah mengikuti seleksi pegawai negeri. Dari beliau gw diceritakan proses penyeleksian pegawai negri. Termasuk bagian-bagian yang begitu ironis untuk di dengar. Heu. Salah satunya, kalau dari ribuan pelamar semisal ada 6 kursi yang disediakan untuk orang-orang yang lulus seleksi, hanya dua dari kursi itu yang murni diduduki oleh orang-orang yang benar-benar berhasil lulus sekali. Ironis ya? Tak heran jika kian hari kian banyak orang yang enggan menjadi pegawai negeri :(

Dari sudut ruang keluarga ini, gw masuk ke sebuah lorong kecil yang berada di samping kiri depan ruangan ini. Begitu memasuki lorong, gw akan menjumpai sebuah ruangan terbuka. Di sinilah tempat kedua gw :)

Gw sering menyebutnya beranda belakang. Ruangan ini memang nampak seperti beranda. Terbuka. Hanya saja letaknya di dalam rumah. Awan mendung penanda akan turun hujan, pesawat yang tengah terbang rendah, sampai pohon pisang tetangga bisa terlihat jelas dari sini.  Di sini terdapat papan tulis dan beberapa kursi serba guna. Berguna mulai untuk konsultasi, pelajaran tambahan, diskusi, curhat, sampai untuk menggalau bersama (baca : Hari Menggalau Bersama). Beranda belakang ini tepat berada di sebelah ruang pengajar.

Jendela yang berada di ruang tamu menghadap ke beranda belakang ini. Dulu, dari jendela tersebut bisa terlihat jelas rumput-rumput tumbuh dengan liarnya di beranda ini. Tapi itu dulu, sebelum kedatangn Mas Iwan yang menggantikan Mas Anto untuk memperindah kondisi rumah ini. Beranda ini pun sering dimanfaatkan oleh Bram, Zahra, dan Fadel untuk memeberi makan Nihuy (baca : Fosil Nihuy).

Dan di beranda belakang ini pula, beranda yang dindingnya dipenuhi tumbuhan menjalar, beranda yang pernah terdapat beberapa keong di dalamnya, dan beranda yang sekarang telah ditanami beberapa tanaman yang berbaris rapi, gw pernah diingatkan tentang suatu hal oleh Dimash. Suatu hal yang mampu membuat gw menelan ludah selama berhari-hari (baca : Mereka yang Datang dan Menguatkan).

 
 Beranda belakang


Pukul 17.15.

Teng..Tong..Teng..Tong..Teng..Tong..

Palang pembatas pintu kereta api kembali turun. Penanda kereta hijau dengan tujuh gerbong itu akan kembali melintas menuju ke tempat pemberhentian terakhirnya.

Kereta itu akan kembali melintas setelah menurunkan orang-orang berpeluh seusai mencari rezekinya. Orang-orang yang jauh lebih percaya janji-Nya dibandingkan mempedulikan rasa letihnya menempuh jarak puluhan kilometer.

Berarti? Saatnya pulang! Dan kembali lagi besok untuk melanjutkan hari. Tepat saat kereta dari arah Sukabumi berangkat menuju ke Bogor lagi :)

*Ini tentang rumah gw. Rumah ketiga gw. Bukan rumah mewah nan megah yang selalu tampak di layar kaca. Bukan juga rumah modern dengan fasilitas lengkap yang memanjakan para penghuninya. Ini hanya tentang sebuah rumah tua. Dengan orang-orang yang ada di dalamnya.




Keluarga Besar Nurul Fikri Paledang 2011


Ini ceritaku. Apa ceritamu? :D

4 komentar:

Vinni Nurizky mengatakan...

ups! jadi tergelitik (halah) buat ngomentarin postingan yang satu ini soalnya ada wajahku disana :p
subhanallah tut, elo hampir membuat gue membuat tsunami air mata *lebay*
hehehe so miss that momment ya tuth :")

Aii mengatakan...

Kenapa dulu NF Paledang 2010 ga foto2 ya tuuuth?? :( *menyesal*

Annisa Dwi Astuti mengatakan...

@vinni : yap. mudah-mudahan silaturahmi kita gak akan putus ya vin, walaupun cuma lewat doa :)

@aii : kalau gak salah dulu kita juga foto-foto deh aii di kelas? bener gak si?

Aii mengatakan...

oh! iya tuth bener! hahahaha pas atana bawa kamera ya? :)