Walaupun kegiatan perkuliahan gw sudah
nonaktif sejak tanggal 23 Desember lalu, anggaplah secara resmi gw memulai liburan gw
tanggal 26 Desember lalu. Hari kedua liburan –Selasa, 27 Desember 2011- gw
memanfaatkan liburan gw untuk melunasi sebuah janji.
Namanya Udin. Mahasiswa tingkat 2 Jurusan Ekonomi Syariah Institut Pertanian Bogor. Jadi ceritanya, disela-sela kehidupan gw di Depok, gw masih cukup sering untuk bertukar cerita dengan sahabat SMA gw itu melalui dunia maya. Eh, Din, jadinya lw sahabat gw bukan sih? :P Diantara
Berhubung kalau gw hanya jalan berdua keliling UI bersama mantan Ketua BEM TPB IPB angkatan 47 ini gw bisa diamuk masa sama mahasiswi-mashsiswi IPB :P, akhirnya kami memutuskan untuk mengajak beberapa orang lainnya. Sayangnya, Aufa baru pulang dari Kuningan, Atana sedang berhalangan ikut, Bibah sedang tidak memungkinkan keluar rumah, Osi sedang galau mau bawa mobil atau tidak (hahaha, tadi bukan ini juga sih yang jadi alasan dia gak bisa ikut :P), dan Basith hapenya sedang bermasalah sehingga sulit dihubungi. Jadilah Udin berkeliling UI hanya dengan duo Annisa, Annisa Dwi Astuti dan Annisa Sophia (baca : Nisop) :D
Kami janjian di Stasiun Bogor pukul 9. Berangkat menggunakan Commuter Line menuju Stasiun UI, seperti biasa, dengan harga Rp 7.000. Berawal dari celetukan gw tentang ada baliho yang harus dilihat Udin dan Nisop di Stasiun UI, kami pun membicarakan tentang kawan-kawan kami di SMA yang sekarang jadi orang di tempatnya masing-masing. Tentang Bayu yang menjadi ketua himpunan mahasiswa jurusannya (gw lupa tepatnya jurusan apa, yang jelas Fakultas Perikanan dan Keluatan IPB). Tentang Maul yang jadi kandidat ketua himpunan mahasiswa di Teknik Sipil UNJ. Dan tentang-tentang lainnya yang gw gak ngerti lagi sama hobinya anak SMANSA yang selalu bisa jadi orang dimanapun ia berada.
Sampai di stasiun, dengan antusias gw memperlihatkan sebuah baliho besar persis di depan pintu Stasiun UI. Pada baliho tersebut, terdapat empat buah foto dengan salah satu diantaranya adalah foto orang yang sudah tidak asing lagi untuk kami bertiga. Baliho tersebut merupakan baliho pengenalan Kandidat Ketua SALAM UI periode 2012. Kandidat pertamanya adalah A’Ardhya. Alumni SMANSA lulusan 2008, pengurus Forkom Alims, dan saat ini tengah menjabat sebagai Ketua FUSI Fakultas Psikologi (baca : Lembaga Dakwah Fakultas Psikologi UI).
Sebelum masuk Psikologi, jujur saja gw gak cukup akrab dengan A’Ardhya (sekarang juga sebenarnya gak akrab-akrab banget sih, hehehe). Tapi semenjak Prosesi (Proses Penyesuain Diri) lalu yang menugaskan gw untuk mewawancarai sivitas Fakultas Psikologi, gw menjadi cukup mengenal A’Ardhya mengingat beliau adalah salah satu narasumber gw. Selain A’Ardhya, gw pun berkesempatan mewawancarai beberapa alumni SMANSA lainnya yang menjadi mahasiswa/i Fakultas Psikologi. Ada A’Lukman, Teh Citra, dan Teh Cune. Dengan majunya A’Ardhya sebagai kandidat ketua SALAM UI, menggenapkan pandangan gw betapa alumni SMANSA memiliki semangat yang besar untuk berkontribusi di tempatnya masing-masing. Selain A’Ardhya, ada Teh Cune yang sudah pernah gw tuliskan di sini. Ada A’Lukman, bersama Mine, yang turut dalam misi budaya ke Amerika membawa nama KP Tari Kencana Pradipa Fakultas Psikologi UI beberapa bulan lalu. Ada pula Teh Citra, alumni SMANSA 2008, yang saat ini menjabat menjadi Ketua Departemen Litbang BEM Opera 2011 Fakultas Psikologi UI. Bahkan yang paling baru, ada Murai yang dipercaya menjadi Ketua Angkatan Psikologi tahun 2011. Bener khan? Gw gak ngerti lagi dengan hobi anak SMANSA yang satu ini :D Lalu, kontribusi gw apa? We will see apa yang bisa gw lakukan di fakultas biru muda ini.
Oia, ada satu yang unik di perjalanan kali ini. Dua sahabat gw kali ini adalah dua orang yang hobi banget pake jaket. Tanpa disengaja, jaket yang mereka kenakan kali ini sama, persis. Udin dan Nisop pake jaket Forkom Alims, jaket yang sering banget dipake A’Ardhya di kampus, jaket yang...gw setuju kalau banyak yang bilang itu keren :D Lucunya, gw jalan udah kayak ada bodyguard kanan kiri gitu dengan seragam yang sama, hihihi :P Jaket ini pula yang mungkin menarik perhatian A’Iqbal, pengurus forkom juga, di stasiun. Di saat kami lagi bingung memutuskan mau kemana dulu, di stasiun tiba-tiba A’Iqbal menghampiri kami bertiga.
Gw lupa kalau saat itu, baru Psikologi sama FH yang sudah libur pasca UAS. Beberapa fakultas lain masih ada yang UAS bahkan belum mulai UAS sama sekali, termasuk A’Iqbal yang saat ini menempuh pendidikan di Fakultas Teknis Departemen Teknik Kimia. Itu juga yang menjadi alasan mengapa Bikun saat itu lagi penuh-penuhnya, karena kegiatan perkuliahan memang tengah berjalan normal.
*Untuk wilayah Teknik dan sekitarnya, selamat menempuh Ujian A
Setelah mengetahui kondisi Bikun yang sepertinya sedang tidak nyaman digunakan kalau tujuannya untuk berkeliling, gw merekomendasikan untuk menuju perpus pusat dulu dengan jalan kaki. Pada akhirnya, karena satu dan lain hal, perjalanan ini pun bukan menjadi bedah kampus keliling UI, tapi jadi bedah perpustakaan pusat UI.
Seperti biasa, sambil jalan kita ceceritaan. Sampai tiba-tiba Udin mengajukan pertanyaan. Pertanyaan yang sama dengan yang Aufa ajukan beberapa waktu lalu.
Udin : Tuth, UI sebenernya lagi kenapa sih?
Well, harusnya jawaban gw yang gw sampaikan ke
Aufa dan Maul waktu itu gw rekam aja yak, terus gw kasih ke Udin, hehehe :P
Berhubung jawabannya panjang –karena berbagai sudut pandang yang gw ketahui
coba gw jelaskan kepada Udin dan Nisop-, gw menjawabnya selama perjalanan di
selingi obrolan-obrolan lain. Pernah membuat jurnal tentang hal ini dan pernah
magang di Kastrat sedikit banyak membantu gw mampu menjawab pertanyaan yang
satu ini. Malu euy kalau gak tau kabar tentang kampus sendiri. Pembicaraan
tentang ada-apa-dengan-UI pun
terhenti sejenak saat kami tiba di lantai 1 perpustakaan pusat UI.
Starbucks. Times. Bank BNI. Restoran Korea. Kafe. Eco.. (gw lupa namanya, tapi gw selalu menyebutnya tempat jual tupperware #norak lw tuth! -_-), Agency, dan Labkom.
Udin : Tuth, ini perpustakaan?
Sudah gw duga. Udin dan Nisop pun cangak
melihat kondisi perpustakaan pusat ini. Tunggu-tunggu, jangan bayangin
cangaknya Nisop dan Udin kayak cangaknya gw yang benar-benar bisa ternganga
dengan mata belo, ya?! Cangaknya Nisop, tentu saja dengan anggun. Dan cangaknya
Udin, sial gw harus bilang ini! -_-, tentu saja dengan cool. Gak usah jauh-jauh
mereka yang cangak, gw sendiri aja, kadang-kadang masih suka nanya sendiri, ini
perpus gw ya? Edan lah. Kalau kata majalah Suma (baca : Suara Mahasiswa, Unit
Kegiatan Mahasiswa UI bidang jurnalistik), PIM udah kayak pindah kesini,
hohoho.
Kami masuk ke ruang utama perpus pusat. Naik ke lantai 2, 3, dan berhenti di lantai 4. Sepanjang perjalanan Udin dan Nisop ngasih komentar tentang apa yang mereka lihat di perpustakaan pusat . Bahkan tak jarang membandingkannya dengan kondisi yang ada di IPB, kampus terbaik yang mereka pilih saat ini :)
Mereka pilih? Yap. Memilih dalam arti kata
yang sebenarnya.
Sebenarnya, Udin dan Nisop juga mahasiswa UI loh. Nisop diterima sebagai mahasiswa Fasilkom Jurusan Sistem Informasi melalui jalur UMB 2010. Melalui jalur yang berbeda, yaitu SIMAK UI 2010, Udin pun diterima sebagai mahasiswa FMIPA Jurusan Biologi. Dengan berbagai pertimbangan, mereka pun mengikuti UTM IPB (baca : ujian mandirinya IPB) yang meloloskan Nisop di jurusan Ilmu Gizi FEMA IPB dan Udin di jurusan Ekonomi Syariah FEM IPB. Dengan berbagi pertimbangan-pula- yang tidak mudah, akhirnya dengan alasan masing-masing mereka lebih memilih IPB ketimbang UI.
Nisop : Kalau dari segi fasilitas, IPB emang kalah Tuth dari UI. Tapi kalau IPB...Gw : Kalau udah cinta, mau bagaimana lagi ya, Sop? :)
Setelah berkeliling dan melihat ruang koleksi,
kami berhenti di lantai 4. Duduk di salah satu sofa yang menghadap langsung di
jendela yang mengarah ke pohon besar di bagian luar perpus pusat. Di sofa
tersebut, obrolan tentang ada-apa-dengan-UI
dilanjutkan. Lebih jauh lagi, kami juga membicarakan tentang politik kampus.
Kalau untuk yang satu ini, gw yang lebih banyak mendengarkan cerita mantan Ketua BEM TPB IPB angkatan 47 yang kabarnya, pada masa kampanyenya, fotonya sampai digunting oleh
orang-orang (baca : mahasiswi) yang begitu mengagumi kharismanya. Gw pun
berbagi sedikit cerita tentang apa yang pernah gw dapatkan tentang hal ini
sewaktu magang di Kastrat. Buat gw, menyenangkan untuk membicarakan dan
mendiskusikan urusan yang satu ini. Tapi untuk terlibat dan terjun langsung di
dalamnya, hehe, nanti dulu lah ya.
Setelahnya, kami beranjak dari lantai 4. Awalnya mau langsung turun menuju lantai 1 mengingat tujuan awal mau ke lantai 8-lantai tertinggi perpus pusat- terhambat karena lift yang kami dapati hanya mengantarkan kami sampai ke lantai 4. Tapi ternyata? Jeng-jeng! Tak dinanya, kami menemukan sebuah lift yang bisa mengantarkan kami menuju ke lantai 8, yippii! :D
Kami menekan tombol lantai 8. Saat itu, gaya gw oke banget lah. Naik ke lantai 8 dengan SLR Nisop yang gw kalungkan di leher, ditambah muka kepo yang patut dicurigai, lengkap dengan bodyguard kanan-kiri. Gaya gw udah kayak wartawan yang sedang melakukan penyelidikan yang bertajuk, ‘Dibalik kemegahan perpustakaan pusat UI’. Beuuuh. Keren ya? Tapi ngomong-ngomong, sejak kapan wartawan pake bodyguard segala? (ampuuun Din, Sop, becanda yee, hehehe :P).
Sampai di lantai 8, pintu lift terbuka. Mentoklah kami gak bisa ke mana-mana. Kanan kiri jalan buntu. Hanya ada tangga darurat, ruang intalasi listrik, dan kamar mandi. Persis di seberang kami ada ruangan seperti untuk presentasi. Ruangan yang cukup mewah menurut gw. Dengan loker, kursi, meja, yang tersusun rapi, lengkap dengan proyektor mahalnya. Ruangan tersebut menghadap ke arah luar perpustakaan pusat yang memungkinkan orang-orang yang tengah mengadakan kegiatan di dalamnya dimanjakan dengan pemandangan sekitar UI dari ketinggian.
Selain mentok karena gak ada ruangan lagi, kami memang benar-benar tidak bisa berkutik. Di satu-satunya ruangan di lantai 8 itu, ada beberapa orang dengan kemeja rapi yang entah sedang melakukan apa. Pilihan terakhir pun kami harus kembali ke dalam lift dan membedah lantai lainnya. Sambil menunggu lift terbuka, gw tidak sengaja melihat ke arah bawah. Ada sebuah lantai –entah lantai berapa itu- yang dekorasinya diatur sedemikian rupa bak ada pesta pernikahan. Meja-mejanya dilapisi kain merah berenda lengkap dengan vas bunga dan pemanas makanan di atasnya. UI lagi kedatangan tamu mungkin ya? Lintasan pikiran gw yang sebelah kiri juga ikut-ikutan bertanya, ‘Sejak kapan perpus pusat disewakan sebagai tempat resepsi pernikahan’. Entahlah. Lift pun terbuka. Kami pun turun menuju lantai selanjutnya. Lantai 7.
Apa yang ada di lantai 7, tidak jauh berbeda dengan apa yang terdapat di lantai 8. Bahkan menurut gw, nyaris sama persis. Saat itu, perbedaannya hanya satu, di lantai 7 sedang tidak ada seorang pun :D Jadilah dengan senak jidat kami mengobrak-abrik lantai 7. Hehehe.
Kami masuk ke satu-satunya ruangan yang ada di lantai itu. Mengomentari view yang oke tapi menjadi kurang indah karena kacanya tidak bening, berdebu. Mengomentari LCD yang tergantung di ruangan tersebut yang menurut Udin memiliki harga yang tidak murah. Dan tentu saja, memanfaatkan kamrea SLR Nisop untuk mengambil gambar kami bertiga :D
Setelah puas mengomentari dan membedah lantai 7, kami turun ke lantai selanjutnya, lantai 6. Disinilah sebuah insiden kecil terjadi. Masih ingat gaya gw tadi? Kamrea SLR di leher dengan muka kepo yang mencurigakan bak wartawan yang sedang melakukan penyelidikan bertajuk ‘Dibalik kemegahan perpustakaan pusat UI’. Sampai di lantai 6, pintu lift terbuka. Berbeda dengan lantai 7 yang begitu senyap, lantai 6 jauh lebih ramai. Di hadapan kami ada seorang satpam, yang jujur saja, awalnya tidak gw pedulikan. Ketika gw melangkahkan kaki keluar lift. Sekilas gw melihat dekorasi meja yang tadi gw lihat dari lantai 8. Kali ini gw tidak hanya melihat mejanya, tapi melihat beberapa orang yang berkebaya dan berbusana rapih. Pengelihatan gw tersebut seketika diputus oleh pertanyaan Pak Satpam yang, aduhai, gak santai parah.
Pak Satpam : Mau kemana kalian? (sumpah deh, nanya nya gak santai banget lah. Udah kayak masuk daerah terlarang)Gw : Ehm.. Mau liat-liat, PakPak Satpam : Perpustakaan cuma sampai lantai 4! Masuk kalian! (sambil menunjuk ke arah lift)
Edan lah. Telunjuk nya Pak Satpam yang
terhormat itu seketika menggiring kami untuk masuk ke dalam lift. Jujur ya,
intonasi berbicara dan cara beliau memperlakukan kami seolah-olah berhadapan
dengan orang yang melakukan pelanggaran berat dengan memasuki daerah terlarang.
Emang ada apa sih di lantai tersebut? Hak gw juga toh sebagai mahasiswa untuk
tahu apa yang ada di lantai itu. Wong bangunnya juga sedikit banyak menggunakan
uang yang gw setorkan tiap semesternya.
Salahnya gw juga tidak menanyakan lebih lanjut kenapa kami dilarang
masuk lantai tersebut. Setuju sama Udin, udah terlanjur ilfeel duluan sama cara beliau.
Pak Satpam yang menegur kami pun ikut masuk ke dalam lift menuju lantai 1. Kami yang awalnya masih berencana untuk membedah lantai 5 pun akhirnya mengurungkan niat kami dan langsung turun menuju lantai 1.
Udin : Tuth, liat gak tadi di lantai 6, ada tulisan ‘Lantai ini dilengkapi oleh kamera pengawas’. Kayaknya emang ada yang beda dengan lantai itu.
Kalau kemarin banyak mahasiswa UI yang
mengelu-elukan tuntutan tentang transparasi dana di UI, sepertinya butuh juga
tuntutan tentang transparansi lantai.
Setelah merasa cukup untuk membedah perpus UI, kami menuju Psikologi lagi. Ngadem di Alfamart-Naik Bikun dari shelter Psikologi-sholat Zuhur di MUI- dan kembali lagi ke Psikologi untuk makan siang. Kami makan siang di Kancil (Kantin Cikologi). Tanpa direncanakan sebelumnya, di sini pun kami bertemu dengan Ujhee, Uceng, dan A’Ardhya :D
Sambil ngobrol, kami pun memesan makanan. Gw sendiri memesan Ayam Bakar Lodho. Menu rekomendasi Acy kepada gw beberapa waktu lalu setelah mengetahui bahwa gw gak bisa lepas dari yang namanya Ayam Kremes kalau makan di Kancil. Udin dan Nisop memilih makanannya masing-masing. Nisop memesan Katsu dan Udin ternyata memesan Ayam Bakar Lodho yang sama dengan gw tanpa rekomendasi apapun. Good taste abis lah nih orang.
Ayam Bakar Lodho ini, kalau kata Udin, sebenarnya semacam soto ayam. Bedanya, ayam yang terdapat di kuahnya utuh dan dibakar terlebih dahulu. Satu porsinya Rp 10.000. Walaupun emang agak sedikit sakit hati dengan porsi nasi yang cewek banget (baca : sedikit banget ), tapi rasanya? Beuuuuuuuuh. Recommended banget lah bagi siapa saja yang mencari makanan enak di Kancil. Bahkan Udin sepertinya berniat untuk membuka usaha Ayam Bakar Lodho ini, bukan begitu Din? Hehehe :P
Ayam Bakar Lodho Kancil
Udin dan Nisop pun menjadi saksi hidup betapa porsi makan gw lagi oke banget beberapa hari belakangan yang menyebabkan mengembangnya gw secara perlahan. Setelah memesan Ayam Bakar Lodho didampingi dengan es teh manis –yang sebelumnya di dahului dengan Nu Green Tea-, gw memesan Pisang Gencet Coklat. Pisang ini terdiri dari pisang yang direbus dan dilumuri dengan susu kental manis dan meses. Harga satu porsinya Rp 4.000,00. Recommended juga untuk siapapun yang mampir ke Kancil tapi lagi gak mau makan berat.
Pisang Gencet Coklat Kancil
Menjelang sore, kami memutuskan untuk pulang. Setelah sebelumnya mampir ke kostan gw dan kostan Ditha untuk ngambil barang, kami melakukan perjalanan pulang dengan menggunakan Commuter Line.
Walaupun perjalanan kali ini masih menyisakan
sebuah tanda tanya besar tentang apa yang sebenarnya terdapat di lantai 5 dan 6
Perpustakaan Pusat UI, tetap saja perjalanan kemarin merupakan perjalanan yang
menyenangkan :D Selain karena berhasil melunasi janji, apalagi hal yang paling
menyenangkan yang bisa dilakukan dengan teman lama selain menyambung
silaturahmi? ;)
Selamat menempuh UAS Udin dan Nisop! Sampai berjumpa lagi. Doakan gw bisa jadi orang bermanfaat di Bumi Makara yaa :D Dan selamat berkibar kembali di kampus terbaik pilihanmu, Kampus Pertanian Indonesia :)
2 komentar:
haha.. satpam.. satpam.. -,-
kapan2 tur nya ke Uncen ya tuth? hha
ditunggu lho di IPB.. :D
ayo coba kelilingin IPB sampe ke hutan2nya hhe
jadi pgn nyobain bikin ayam lodho tuth :9
@nisop : boleh-boleeeh sop, habis dari Uncen kita ke Raja Ampat ya sop! amiiin :D
ayo ayoo! tunggu aku berkunjung yaaa ;)
ayooo, ank gizi pasti bisa bikin laah, bikin yang lebih bergizi malah :)
Posting Komentar