Rabu, 09 November 2011

Tentang Menyentuh dan di Balik Layar

Gw belum cerita tentang PDKM Opera 2011 ya? Berhubung gw berencana menjadikan kegiatan tersebut menjadi topik di jurnal gw yang selanjutnya, jadi gak  gw bahas dulu  disini ya :D Intinya, salah satu rangkaian kegiatan PDKM Opera adalah pemberian tugas untuk mewawancarai influential and inspirational leader. Berikut adalah hasil wawancara gw. Check this out! :D 
***

Tugas Wawancara PDKM OPERA 2011
'Tentang Menyentuh dan di Balik Layar'

Nama  Narasumber : Shanti Nurfianti Andin
Tempat Wawancara : Sepanjang jalan dari Fakultas Psikologi UI-Tekomsel Centre di Jalan Raya
Margonda-Margo City-Depok Town Square-Kembali ke Fakultas Psikologi UI.
Hari, Tanggal Wawancara: Selasa, 8 November 2011
Waktu Wawancara : 13.30-16.00 WIB

Kosakata pemimpin memiliki begitu banyak definisi saat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap orang pun memiliki kriteria masing-masing dalam proses penilaian sosok seperti apa yang layak menyandang gelar seorang pemimpin, begitu pula saya. Saat PJ Evaluasi PDKM OPERA 2011 memberikan tugas untuk mewawancarai pemimpin yang dianggap memiliki pengaruh besar dan menginspirasi orang-orang di sekitarnya, banyak nama yang langsung terpikir oleh saya yang kemungkinan bisa dijadikan alternatif narasumber untuk tugas kali ini.

Salah satu dari daftar nama alternatif narasumber tersebut adalah Teh Shanti Nurfianti Andin atau yang akrab disapa Teh Cune. Menurut saya, sebaik-baiknya pemimpin adalah pemimpin yang mampu membentuk pemimpin yang lebih baik di masa selanjutnya. Berdasarkan pengalaman yang saya rasakan dan informasi-informasi yang saya dapatkan dari berbagai sumber, selama perjalanan karir organisasinya, narasumber Seminar 2 PDKM OPERA 2011 ini memiliki andil besar dalam pembentukan pemimpin-pemimpin besar di masa selanjutnya  yang memiliki pengaruh postif yang besar pula bagi orang-orang di sekitarnya. Teh Cune tak jarang berada di balik layar pemimpin-pemimpin yang cukup berpengaruh untuk menyentuh mereka dengan nilai-nilai kehidupan dan kepemimpinan yang beberapa diantaranya diakui cukup mengakar bagi sebagian orang.

Namun, alasan dan pernyataan tersebut murni bersumber dari hasil pengalaman dan pemikiran saya sendiri. Oleh karenanya, untuk membuktikan asummsi yang saya buat tersebut, saya melakukan survey sederhana berupa tiga pertanyaan tentang Teh Cune yang saya ajukan kepada beberapa orang yang saya anggap pernah menjadi pemimpin-pemimpin besar yang cukup berpangaruh di masanya dan tempatnya masing-masing.


Pertanyaan pertama adalah penegasan apakah orang-orang yang saya ajukan pertanyaan tersebut pernah benar-benar merasa disentuh oleh Teh Cune. Dari beberapa orang yang saya ajukan pertanyaan melalui sms, semua orang yang membalas sms saya tersebut mengaku pernah disentuh oleh Teh Cune. Hal tersebut pun ditegaskan lagi oleh Kak Eki, pengurus BEM OPERA 2011, yang menyatakan saya tidak salah memilih narasumber ketika tahu yang saya wawancarai adalah Teh Cune. Hasil dari jawaban pertanyaan pertama dalam survey sederhana  itulah yang pada akhirnya membuat saya untuk memutuskan Teh Cune lah yang akan menjadi narasumber saya. Adapun jawaban pertanyaan kedua dan ketiga yang berupa pertanyaan tentang hal apa yang mengispirasi dari Teh Cune dan kesan terhadap Teh Cune menjadi pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan kepada mahasiswa S2 Profesi Fakultas Psikologi UI tersebut  untuk dikonfirmasi kebenarannya dalam proses wawancara.

Wawancara dilaksanakan secara fleksibel selama perjalanan dari Fakultas Psikologi UI-Telkomsel Centre di Jalan Raya Margonda-Margo City-Depok Town Square-kembali lagi ke Fakultas Psikologi UI. Sebelum masuk ke isi wawancara, berikut adalah pengalaman organisasi Teh Cune dari jenjang SMP sampai pengalaman di dunia kerja.


SMP (SMPN 1 Bogor)

1.      Sekretaris 1 OSIS SMPN 1 Bogor tahun 1999-2000
2.      Wakil Komandan Section Perkusi Drumband Bahana Swara Garuda 16 SMPN 1 Bogor

SMA (SMAN 1 Bogor)

1.      Subseksi Dana Sosial (Dansos)  OSIS SMAN 1 Bogor tahun  2002-2003
2.      Subseksi Observasi dan Pengembangan (Obsbang) OSIS SMAN 1 Bogor tahun  2003-2004
3.      Ketua Klub Fotografi SMAN 1 Bogor (Fokus)  tahun 2003-2004

Universitas (Fakultas Psikologi Universitas Indonesia)

1.  Ketua Bidang Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Organisasi (PSDMO) BEM  Fakultas Psikologi tahun 2008
2.   Pemain Euphonium Marching Band Madah Bahana Universitas Indonesia tahun 2010-2011
3.   Staff drill dan display merangkap staff perlap Marching Band Madah Bahana Universitas Indonesia tahun 2011-2012


Pengalaman Kerja

1.    Asisten dosen Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tahun 2011
2.    Fasilitator MPKT CML Universitas Indonesia tahun 2010
3.    HRD PT Alam Indomesin Utama tahun 2010
4.    Fasilitator OBM Universitas Indonesia tahun 2007-2011

Wawancara dimulai dari pernyataan seorang mahasiswa S2 Profesi Farmasi Universitas Indonesia 2011. Mahasiswi tersebut  pernah menjadi jajaran pengurus harian di OSIS SMA yang sama dengan Teh Cune  dan pernah menjadi pengurus SALAM UI.  Menurutnya (Marista, 2011) Teh Cune berani mengorbankan apa saja untuk sesuatu yang dia cintai. Beliau bisa bertahan dengan pilihannya dalam waktu yang luar biasa lama tanpa terpengarunh oleh omongan orang lain. Beliau merupakan tipe orang yang kalau sudah menemukan sesuatu yang dia sayang, akan gila-gilaan berjuang untuk sesuatu tersebut. Beliau pun merupakan sosok yang tegas, disiplin, cerdas, dewasa, heboh, kadang membuat segan sekaligus membuat kangen.

Pernyataan itu menstimulus  saya untuk mengajukan sebuah pertanyaan tentang apakah Teh Cune adalah seorang sosok yang mudah menyayangi orang lain. Beliau pun mengiyakan pernyataan tersebut. Beliau bercerita bahwa ia memang mudah menyayangi orang-orang disekitarnya tanpa perlu terikat sebuah kelembagaan terlebih dahulu. Lebih jauh lagi, Teh Cune bercerita tentang kosakata cinta. Beliau memamparkan bahwa baginya, cinta hanya diperuntukkan untuk sesuatu yang universal, seperti lembaga, tanah air, dan bukan partikular, seperti seseorang. Hal tersebut senada dengan pernyataan yang disampaikan oleh Teh Marista bahwa ketika beliau menyayangi sesuatu, ia bersedia memberi lebih untuk sesuatu yang ia sayangi itu. Itu mengapa jika istilah cinta digunakan untuk sesuatu yang partikular, bisa-bisa beliau memberikan sesuatu kepada hal yang partikular tersebut dengan kadar yang berlebihan.

Pernyataan selanjutnya berangkat dari jawaban yang diberikan oleh seorang mahasiswa S1 FMIPA Jurusan Fisika ITB.  Mahasiswa tersebut pernah menjadi Project Officer salah satu acara insidentil tersbesar pada masanya di SMA yang sama dengan Teh Cune. Selain sukses membawa acara tersebut berakhir dengan surplus Rp 12 juta, mahasiswa tersebut pun merupakan sosok yang cukup memiliki andil dalam pembentukan karakter seorang pemimpin yang saat ini menjabat sebagai Ketua Angkatan Fakultas Psikologi 2011. Menurutnya (Aufa, 2011) ia merasa disentuh oleh Teh Cune saat Teh Cune memberikan pandangannya untuk tetap mempertahankan jadwal kegiatan regenerasi yang terkesan templatis (hanya menikut tradisi) kalau ternyata hasilnya tetap bagus. Ketegasan Teh Cune pun merupakan salah satu hal yang paling menginspirasi dirinya.

Pernyataan tersebut membawa saya kepada pertanyaan bagaimana pandangan dan penyikapan Teh Cune tentang suatu tradisi yang berlaku turun temurun dalam suatu organisasi yang terkadang mampu memicu konflik internal dan eksternal. Secara singkat, Teh Cune menjawabnya dalam satu kalimat, kritis dalam taat. Menurutnya, alanakah baiknya ketika kita memasuki suatu organisasi yang memiliki tradisi yang memang sudah turun temurun, yang mungkin dianggap tidak sesuai zaman, kita ikuti saja terlebih dahulu. Ini yang dimaksud istilah taat dalam kalimat tersebut. Sambil mengikuti, di perjalanan, kita harus mencoba mengkritisi kembali apakah tradisi tersebut relevan atau tidak dengan kebutuhan saat ini. Kalau ternyata tidak relevan, bisa dikomunikasi kembali kepada pihak yang berwenang. Akan tetapi kalau masih relevan, mungkin memang tidak ada yang harus benar-benar diubah dari tradisi tersebut.

Wawancara dilanjutkan dengan mengambil pernyataan seseorang yang saat ini merupakan siswa kelas 3 SMA yang sama dengan Teh Cune. Siswa tersebut pernah menjabat sebagai Ketua Umum OSIS dan baru-baru ini terpilih sebagai salah satu perwakilan dari himpunan seluruh ketua OSIS se-Indonesia untuk membacakan teks Sumpah Pemuda di sebuah stasiun televisi swasta ternama pada tanggal 28 Oktober lalu. Menurutnya  (Ghilandy, 2011) ditengah kelembutannya sebagai seorang wanita, beliau mengajarkan keteguhan, ketegasan, ‘ketahanan bantingan’ dalam menghadapi berbagai masalah. Baginya secara pribadi, Teh Cune menggambarkan totalitas, intelektualitas, dan kesetiaan dalam satu paket.

Tegas dalam pernyataan yang dikemukakan Ghilandy memicu saya untuk menanyakan tentang definisi tegas dan korelasinya dengan ilmu psikologi yang berada di zona abu-abu yang penuh relatifitas. Secara gamblang, Teh Cune pun menceritakan tentang pengalamannya yang sempat tidak memiliki pegangan saat berada di tingkat akhir S1 nya yang kian hari semua yang dipelajari kian relatif. Teh Cune pun mengaku akhirnya beliau sendirilah yang membuat batas ketegasan sendiri untuk banyak hal.

Pertanyaan pun terus berlanjut. Selanjutnya bermula dari pernyataan seorang mahasiswi S1 Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor. Mahasiswi tersebut pernah menjadi sosok yang disegani, di SMA yang sama dengan Teh Cune, karena keteladanan bersikap dan kemampuan multitasking- nya  untuk mengambil beberapa tanggung jawab keorganisasian di waktu yang bersamaan dengan penuh totalitas. Menurutnya (Annisa Sophia, 2011) Teh Cune penuh dengan cerita menarik dan penyampaian yang luar biasa. Teh cune beraura, sorot matanya tajam, dan saat  berbicara membuat merinding.

Pernyataan tersebut pun senada dengan pengalaman yang saya rasakan selama mendapatkan materi dari Teh Cune. Cara penyampaiannya dalam memberikan materi mampu menjadi sesuatu yang terkadang sangat membekas bagi sebagian orang. Teh Cune pun berbagi beberapa rahasia tentang bagaimana beliau menyampaikan materi dihadapan audience.

1.     Harus sudah menguasai materi
2.     Harus mampu menguasai diri
3.     Harus mampu menguasai audience
4.  Saat akan menyampaikan materi, pemateri harus sudah dalam keadaan meninggalkan masalah apapun yang sedang dihadapi
5.    Jiwa dan badan benar-benar ada di tempat pemberiaan materi
6.    Menyampaikan dengan hati. Menurut beliau, apa-apa yang disampaikan dengan hati, sampainya ke hati juga.

Wawancara pun ditutup dengan pertanyaan pamungkas yang berasal dari pernyataan seseorang yang saat ini berstatus sebagai siswi kelas 3 SMA, masih di SMA yang sama dengan Teh Cune. Siswi yang dianggap sering menjadi tempat bersandar orang-orang disekitarnya tersebut  baru saja lengser dari jabatan nya di jajaran pengurus harian OSIS di SMA nya.  Menurutnya (Arin, 2011) terlalu banyak hal yang menginspirasinya dari sosok Teh Cune. Hal yang paling mengingspirasinya adalah  semangatnya. Memberi inspirasi dengan ‘menularkan’ dan dari cara memandang sesuatu. Baginya, Teh cune itu luar biasa dalam kesederhanaannya.

Dengan begitu banyak inspirasi yang sanggup diberikan oleh Teh Cune kepada orang lain, saya menjadi penasaran sendiri tentang apa sebenarnya prinsip hidup Teh Cune. Jujur, pada awalnya Teh Cune mengaku bahwa beliau tidak memiliki satu kalimat yang mampu menggambarkan tentang dasar dari tiap pilihan dan keputusan yang ia ambil dalam hidupnya. Sampai pada akhirnya, kalimat ‘Have Faith and Keep Fight’ dipilihnya untuk mewakili prinsip hidupnya.

Terlalu banyak insight yang saya dapatkan dalam proses wawancara ini. Dari sekian banyak insight tersebut, ada satu insight yang paling menggugah saya. Saya adalah salah satu dari sekian banyak pembaca dan penikmat tulisan-tulisan Teh Cune di dunia maya, baik blog maupun notes facebook. Wawancara ini seolah menegaskan bahwa Teh Cune konsisten atas apa-apa yang pernah beliau tulis sebelumnya. Beliau konsisten memegang nilai-nilai yang pernah ia tuliskan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain, sampai sekarang. Bagi saya pribadi, konsistensi tidak bisa benar-benar dimiliki oleh pemimpin dengan kecakapan dan kualitas yang tidak mumpuni. Alasan itu lah yang pada akhirnya menutup wawancara saya dengan Teh Cune dengan membawa kesimpulan bahwa, bagi saya, beliau merupakan sebanar-benarnya pemimpin, yang mampu memberi pengaruh postif dan menginspirasi orang-orang disekitarnya.

Saya pun secara langsung mendapatkan inspirasi dan pengaruh yang besar dari Teh Cune. Mungkin saya memang bukan pemimpin yang besar, besar dalam arti kata memiliki pengaruh yang kuat untuk orang-orang di sekitar saya. Akan tetapi, Teh Cune berjasa besar karena telah membesarkan hati saya. Membesarkan  hati saya untuk memulai dan bertahan sampai sekarang untuk tetap menulis, dalam kasus ini sebagai seorang blogger, demi menjadi sebaik-baiknya orang yang bisa bermanfaat bagi orang lain walau hanya melalui sebuah tulisan.

0 komentar: