Nama Narasumber :
Shanti Nurfianti Andin
Tempat
Wawancara : Sepanjang
jalan dari Fakultas Psikologi UI-Tekomsel Centre di Jalan Raya
Margonda-Margo City-Depok Town Square-Kembali ke Fakultas Psikologi UI.
Hari,
Tanggal Wawancara: Selasa, 8
November 2011
Waktu Wawancara : 13.30-16.00 WIB
Waktu Wawancara : 13.30-16.00 WIB
Kosakata
pemimpin memiliki begitu banyak
definisi saat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap orang pun
memiliki kriteria masing-masing dalam proses penilaian sosok seperti apa yang
layak menyandang gelar seorang pemimpin, begitu pula saya. Saat PJ Evaluasi PDKM
OPERA 2011 memberikan tugas untuk mewawancarai pemimpin yang dianggap memiliki
pengaruh besar dan menginspirasi orang-orang di sekitarnya, banyak nama yang
langsung terpikir oleh saya yang kemungkinan bisa dijadikan alternatif
narasumber untuk tugas kali ini.
Salah
satu dari daftar nama alternatif narasumber tersebut adalah Teh Shanti
Nurfianti Andin atau yang akrab disapa Teh Cune. Menurut saya, sebaik-baiknya
pemimpin adalah pemimpin yang mampu membentuk pemimpin yang lebih baik di masa
selanjutnya. Berdasarkan pengalaman yang saya rasakan dan informasi-informasi
yang saya dapatkan dari berbagai sumber, selama perjalanan karir organisasinya,
narasumber Seminar 2 PDKM OPERA 2011 ini memiliki andil besar dalam pembentukan
pemimpin-pemimpin besar di masa selanjutnya
yang memiliki pengaruh postif yang besar pula bagi orang-orang di
sekitarnya. Teh Cune tak jarang berada di balik layar pemimpin-pemimpin yang
cukup berpengaruh untuk menyentuh
mereka dengan nilai-nilai kehidupan dan kepemimpinan yang beberapa diantaranya
diakui cukup mengakar bagi sebagian orang.
Namun,
alasan dan pernyataan tersebut murni bersumber dari hasil pengalaman dan
pemikiran saya sendiri. Oleh karenanya, untuk membuktikan asummsi yang saya
buat tersebut, saya melakukan survey sederhana berupa tiga pertanyaan tentang
Teh Cune yang saya ajukan kepada beberapa orang yang saya anggap pernah menjadi
pemimpin-pemimpin besar yang cukup berpangaruh di masanya dan tempatnya masing-masing.
Pertanyaan
pertama adalah penegasan apakah orang-orang yang saya ajukan pertanyaan
tersebut pernah benar-benar merasa disentuh
oleh Teh Cune. Dari beberapa orang yang saya ajukan pertanyaan melalui sms,
semua orang yang membalas sms saya tersebut mengaku pernah disentuh oleh Teh Cune. Hal tersebut pun ditegaskan lagi oleh Kak
Eki, pengurus BEM OPERA 2011, yang menyatakan saya tidak salah memilih
narasumber ketika tahu yang saya wawancarai adalah Teh Cune. Hasil dari jawaban
pertanyaan pertama dalam survey sederhana itulah yang pada akhirnya membuat saya untuk
memutuskan Teh Cune lah yang akan menjadi narasumber saya. Adapun jawaban pertanyaan
kedua dan ketiga yang berupa pertanyaan tentang hal apa yang mengispirasi dari
Teh Cune dan kesan terhadap Teh Cune menjadi pertanyaan-pertanyaan yang saya
ajukan kepada mahasiswa S2 Profesi Fakultas Psikologi UI tersebut untuk dikonfirmasi kebenarannya dalam proses
wawancara.
Wawancara
dilaksanakan secara fleksibel selama perjalanan dari Fakultas Psikologi
UI-Telkomsel Centre di Jalan Raya Margonda-Margo City-Depok Town Square-kembali
lagi ke Fakultas Psikologi UI. Sebelum masuk ke isi wawancara, berikut adalah
pengalaman organisasi Teh Cune dari jenjang SMP sampai pengalaman di dunia
kerja.
SMP (SMPN 1 Bogor)
1. Sekretaris 1 OSIS SMPN 1 Bogor tahun
1999-2000
2. Wakil Komandan Section Perkusi
Drumband Bahana Swara Garuda 16 SMPN 1 Bogor
SMA (SMAN 1 Bogor)
1. Subseksi Dana Sosial
(Dansos) OSIS SMAN 1 Bogor tahun 2002-2003
2.
Subseksi
Observasi dan Pengembangan (Obsbang) OSIS SMAN 1 Bogor tahun 2003-2004
3. Ketua Klub Fotografi SMAN 1 Bogor
(Fokus) tahun 2003-2004
Universitas (Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia)
1. Ketua Bidang Departemen
Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Organisasi (PSDMO) BEM Fakultas Psikologi tahun 2008
2. Pemain
Euphonium Marching Band Madah Bahana Universitas Indonesia tahun 2010-2011
3. Staff drill dan display merangkap
staff perlap Marching Band Madah Bahana Universitas Indonesia tahun 2011-2012
Pengalaman Kerja
1. Asisten dosen Departemen
Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tahun 2011
2. Fasilitator
MPKT CML Universitas Indonesia tahun 2010
3.
HRD
PT Alam Indomesin Utama tahun 2010
4. Fasilitator OBM Universitas
Indonesia tahun 2007-2011
Wawancara
dimulai dari pernyataan seorang mahasiswa S2 Profesi Farmasi Universitas
Indonesia 2011. Mahasiswi tersebut pernah
menjadi jajaran pengurus harian di OSIS SMA yang sama dengan Teh Cune dan pernah menjadi pengurus SALAM UI. Menurutnya (Marista, 2011) Teh Cune berani
mengorbankan apa saja untuk sesuatu yang dia cintai. Beliau bisa bertahan
dengan pilihannya dalam waktu yang luar biasa lama tanpa terpengarunh oleh
omongan orang lain. Beliau merupakan tipe orang yang kalau sudah menemukan
sesuatu yang dia sayang, akan gila-gilaan berjuang untuk sesuatu tersebut.
Beliau pun merupakan sosok yang tegas, disiplin, cerdas, dewasa, heboh, kadang
membuat segan sekaligus membuat kangen.
Pernyataan
itu menstimulus saya untuk mengajukan
sebuah pertanyaan tentang apakah Teh Cune adalah seorang sosok yang mudah
menyayangi orang lain. Beliau pun mengiyakan pernyataan tersebut. Beliau bercerita
bahwa ia memang mudah menyayangi orang-orang disekitarnya tanpa perlu terikat
sebuah kelembagaan terlebih dahulu. Lebih jauh lagi, Teh Cune bercerita tentang
kosakata cinta. Beliau memamparkan bahwa baginya, cinta hanya diperuntukkan
untuk sesuatu yang universal, seperti lembaga, tanah air, dan bukan partikular,
seperti seseorang. Hal tersebut senada dengan pernyataan yang disampaikan oleh
Teh Marista bahwa ketika beliau menyayangi sesuatu, ia bersedia memberi lebih
untuk sesuatu yang ia sayangi itu. Itu mengapa jika istilah cinta digunakan
untuk sesuatu yang partikular, bisa-bisa beliau memberikan sesuatu kepada hal
yang partikular tersebut dengan kadar yang berlebihan.
Pernyataan
selanjutnya berangkat dari jawaban yang diberikan oleh seorang mahasiswa
S1 FMIPA Jurusan Fisika ITB. Mahasiswa
tersebut pernah menjadi Project Officer
salah satu acara insidentil tersbesar pada masanya di SMA yang sama dengan Teh
Cune. Selain sukses membawa acara tersebut berakhir dengan surplus Rp 12 juta,
mahasiswa tersebut pun merupakan sosok yang cukup memiliki andil dalam
pembentukan karakter seorang pemimpin yang saat ini menjabat sebagai Ketua Angkatan
Fakultas Psikologi 2011. Menurutnya (Aufa, 2011) ia merasa disentuh oleh Teh
Cune saat Teh Cune memberikan pandangannya untuk tetap mempertahankan jadwal
kegiatan regenerasi yang terkesan templatis (hanya menikut tradisi) kalau
ternyata hasilnya tetap bagus. Ketegasan Teh Cune pun merupakan salah satu hal
yang paling menginspirasi dirinya.
Pernyataan
tersebut membawa saya kepada pertanyaan bagaimana pandangan dan penyikapan Teh
Cune tentang suatu tradisi yang berlaku turun temurun dalam suatu organisasi
yang terkadang mampu memicu konflik internal dan eksternal. Secara singkat, Teh
Cune menjawabnya dalam satu kalimat, kritis
dalam taat. Menurutnya, alanakah baiknya ketika kita memasuki suatu
organisasi yang memiliki tradisi yang memang sudah turun temurun, yang mungkin
dianggap tidak sesuai zaman, kita ikuti saja terlebih dahulu. Ini yang dimaksud
istilah taat dalam kalimat tersebut. Sambil mengikuti, di perjalanan, kita
harus mencoba mengkritisi kembali apakah tradisi tersebut relevan atau
tidak dengan kebutuhan saat ini. Kalau ternyata tidak relevan, bisa
dikomunikasi kembali kepada pihak yang berwenang. Akan tetapi kalau masih
relevan, mungkin memang tidak ada yang harus benar-benar diubah dari tradisi
tersebut.
Wawancara
dilanjutkan dengan mengambil pernyataan seseorang yang saat ini merupakan siswa
kelas 3 SMA yang sama dengan Teh Cune. Siswa tersebut pernah menjabat sebagai
Ketua Umum OSIS dan baru-baru ini terpilih sebagai salah satu perwakilan dari himpunan
seluruh ketua OSIS se-Indonesia untuk membacakan teks Sumpah Pemuda di sebuah
stasiun televisi swasta ternama pada tanggal 28 Oktober lalu. Menurutnya (Ghilandy, 2011) ditengah kelembutannya
sebagai seorang wanita, beliau mengajarkan keteguhan, ketegasan, ‘ketahanan
bantingan’ dalam menghadapi berbagai masalah. Baginya secara pribadi, Teh Cune
menggambarkan totalitas, intelektualitas, dan kesetiaan dalam satu paket.
Tegas
dalam pernyataan yang dikemukakan Ghilandy memicu saya untuk menanyakan tentang
definisi tegas dan korelasinya dengan ilmu psikologi yang berada di zona abu-abu yang
penuh relatifitas. Secara gamblang, Teh Cune pun menceritakan tentang
pengalamannya yang sempat tidak memiliki pegangan saat berada di tingkat akhir
S1 nya yang kian hari semua yang dipelajari kian relatif. Teh Cune pun mengaku
akhirnya beliau sendirilah yang membuat batas ketegasan sendiri untuk banyak
hal.
Pertanyaan
pun terus berlanjut. Selanjutnya bermula dari pernyataan seorang mahasiswi S1
Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor. Mahasiswi tersebut pernah menjadi sosok
yang disegani, di SMA yang sama dengan Teh Cune, karena keteladanan bersikap
dan kemampuan multitasking- nya untuk mengambil beberapa tanggung jawab
keorganisasian di waktu yang bersamaan dengan penuh totalitas. Menurutnya
(Annisa Sophia, 2011) Teh Cune penuh dengan cerita menarik dan penyampaian yang
luar biasa. Teh cune beraura, sorot matanya tajam, dan saat berbicara membuat merinding.
Pernyataan
tersebut pun senada dengan pengalaman yang saya rasakan selama mendapatkan
materi dari Teh Cune. Cara penyampaiannya dalam memberikan materi mampu menjadi
sesuatu yang terkadang sangat membekas bagi sebagian orang. Teh Cune pun
berbagi beberapa rahasia tentang bagaimana beliau menyampaikan materi dihadapan
audience.
1. Harus
sudah menguasai materi
2. Harus
mampu menguasai diri
3. Harus
mampu menguasai audience
4. Saat
akan menyampaikan materi, pemateri harus sudah dalam keadaan meninggalkan
masalah apapun yang sedang dihadapi
5.
Jiwa
dan badan benar-benar ada di tempat pemberiaan materi
6. Menyampaikan
dengan hati. Menurut beliau, apa-apa yang disampaikan dengan hati, sampainya ke
hati juga.
Wawancara
pun ditutup dengan pertanyaan pamungkas yang berasal dari pernyataan seseorang
yang saat ini berstatus sebagai siswi kelas 3 SMA, masih di SMA yang sama
dengan Teh Cune. Siswi yang dianggap sering menjadi tempat bersandar
orang-orang disekitarnya tersebut baru
saja lengser dari jabatan nya di jajaran pengurus harian OSIS di SMA nya. Menurutnya (Arin, 2011) terlalu banyak hal
yang menginspirasinya dari sosok Teh Cune. Hal yang paling mengingspirasinya
adalah semangatnya. Memberi inspirasi
dengan ‘menularkan’ dan dari cara memandang sesuatu. Baginya, Teh cune itu luar
biasa dalam kesederhanaannya.
Dengan
begitu banyak inspirasi yang sanggup diberikan oleh Teh Cune kepada orang lain,
saya menjadi penasaran sendiri tentang apa sebenarnya prinsip hidup Teh Cune.
Jujur, pada awalnya Teh Cune mengaku bahwa beliau tidak memiliki satu kalimat
yang mampu menggambarkan tentang dasar dari tiap pilihan dan keputusan yang ia
ambil dalam hidupnya. Sampai pada akhirnya, kalimat ‘Have Faith and Keep Fight’ dipilihnya untuk mewakili prinsip
hidupnya.
Terlalu
banyak insight yang saya dapatkan dalam proses wawancara ini. Dari sekian
banyak insight tersebut, ada satu insight yang paling menggugah saya. Saya
adalah salah satu dari sekian banyak pembaca dan penikmat tulisan-tulisan Teh
Cune di dunia maya, baik blog maupun notes facebook. Wawancara ini seolah
menegaskan bahwa Teh Cune konsisten atas apa-apa yang pernah beliau tulis
sebelumnya. Beliau konsisten memegang nilai-nilai yang pernah ia tuliskan, baik
untuk diri sendiri maupun orang lain, sampai sekarang. Bagi saya pribadi,
konsistensi tidak bisa benar-benar dimiliki oleh pemimpin dengan kecakapan dan
kualitas yang tidak mumpuni. Alasan itu lah yang pada akhirnya menutup wawancara saya
dengan Teh Cune dengan membawa kesimpulan bahwa, bagi saya, beliau merupakan sebanar-benarnya
pemimpin, yang mampu memberi pengaruh postif dan menginspirasi orang-orang
disekitarnya.
Saya
pun secara langsung mendapatkan inspirasi dan pengaruh yang besar dari Teh
Cune. Mungkin saya memang bukan pemimpin yang besar, besar dalam arti kata
memiliki pengaruh yang kuat untuk orang-orang di sekitar saya. Akan tetapi, Teh
Cune berjasa besar karena telah membesarkan hati saya. Membesarkan hati saya untuk memulai dan bertahan sampai
sekarang untuk tetap menulis, dalam kasus ini sebagai seorang blogger, demi
menjadi sebaik-baiknya orang yang bisa bermanfaat bagi orang lain walau hanya
melalui sebuah tulisan.
0 komentar:
Posting Komentar