Akan ada banyak perjalanan yang begitu sayang jika dilewatkan untuk ditulis dalam kurun waktu beberapa hari dan beberapa minggu ke depan. Jadi? Ada yang tidak bisa ditunda lagi. Ada cerita yang harus dipaksakan untuk diselesaikan :)
Postingan yang satu ini merupakan lanjutan dari catatan perjalanan sebelumnya. Perjalanan mandiri Gandewa ke Pantai Sawarna, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Banten bulan April lalu.
Setelah bermain-main di Pasir Putih Sawarna, kami kembali ke homestay terlebih dahulu. Merapikan barang-barang sambil menunggu waktu Zuhur sebelum kembali melanjutkan perjalanan untuk caving ke Goa Lalay.
Setelah makan siang, sholat Zuhur, tidur sebentar, dan puas bermain UNO, kami bersiap-siap menuju Goa Lalay. Berhubung kami tidak mengetahui lokasinya, kami menyewa guide untuk menuju Goa Lalay. Di sini, guide disewa per tujuan. Untuk satu tujuan, guide disewa dengan harga Rp 50.000. Berhubung kami menyewa guide untuk dua tujuan, Goa Lalay dan Lagon Pari (keesokan harinya untuk melihat sunrise), kami menyewa guide sebesar Rp 100.000.
Kami berangkat pukul 13.00 dari homestay. Jalan menuju Goa Lalay agak berbeda dengan Pasir Putih. Kami harus menyusuri jalan utama melewati SDN 1 Sawarna. Tidak jauh dari sana, terdapat sebuah gang di sebelah kanan yang selanjutnya kami serahkan kepada guide untuk kami ikuti. Jalannya lumayan agak jauh. Apalagi ditambah ditimpa terik matahari pukul 1 siang. Recommended buat pake sunblock :P
Walaupun jalannya berbeda, ada persamaan antara jalan menuju Goa Lalay dan menuju Pasir Putih. Sama-sama harus melewati jembatan yang goyangannya aduhai.
Jembatan menuju Goa Lalay
Tiba di depan Goa Lalay, kami dimintai retribusi kembali. Tiap orang dikenai biaya Rp 2.000. Di sini juga guide-guide ilegal pun mulai bermunculan. Mulai dari bocah kecil sampai orang dewasa, tanpa diminta sebelumnya, bersiap siaga mendampingi kami menyusuri Goa Lalay.
Salah satu dilema moral yang dihadapi sebelum masuk ke Goa Lalay adalah masalah alas kaki. Bocah-bocah kecil yang bertindak sebagai guide-guide cilik itu merekomendasikan untuk melepas alas kaki sebelum masuk dan meninggalkannya di depan goa. Mereka bilang makin ke arah dalam goa tanahnya semakin berlumpur. Sandal kami bisa-bisa nyangkut bahkan hanyut. Mereka pun meyakinkan sandal kami tidak akan hilang karena ada yang menjaga.
Tapi emang dasar gw yang alhamdulilahnya baru dibeliin sendal baru sama Ibu, dan takut banget ninggalin sendal di depan goa, akhirnya gw memaksakan Crocs gw untuk ikut menyusuri Goa Lalay. Setelahnya? Crocs gw kuat sih.. tapi.. hahaha, gak direkomendasikan deh pake sendal. Crocs gw beberapa kali terbenam di lumpur dan sukses membuat gw beberapa kali jatuh dan keseleo yang menjadi cikal bakal cederanya kaki gw sepulang dari sini. Kalau boleh saran, emang lebih enak nyeker sekalian kok :) Toh sandal yang ditinggalkan di depan goa memang terbukti tidak hilang. Kalau masih was-was juga, nyeker sambil nenteng sandal ke dalam gua juga gak masalah. Tapi ya itu, tangan kita jadi gak bisa bergerak bebas.
Oia satu lagi, direkomendasikan untuk membawa headlamp. Senter biasa sedikit mengganggu pergerakan tangan. Khusunya kalau sedang menjaga keseimbangan ketika nyaris tergelincir.
Pintu masuk goa ini begitu kecil. Bahkan kita harus sedikit menunduk untuk memasukinya. Tapi ketika sudah ada di dalam... luas dan tinggi sekali saudara-saudara :O
Goa Lalay
Kalau mau caving ke sini, jangan pake baju bagus. Pake baju yang memang rela untuk dikorbankan karena biasanya gak bisa ilang kotornya (dan salahnya gw adalah caving dengan pake kaos angkatan -__-"). Saat memasuki goa ini, gw disambut dengan air setinggi tumit gw. Lama kelamaan, semakin ke dalam goa, airnya semakin naik. Mulai naik setinggi betis, setinggi lutut, setinggi paha, sampai nyaris setinggi pinggang. Ketinggian air reltif ya, Kawan, tergantung seberapa tinggi dirimu (baca : gw kurang tinggi).
Gandewa di Goa Lalay
Selain ketinggian airnya, tanah yang gw pijak pun bervariasi.
Mulai dari pasir yang lembut banget, tanah, sampai lumpur super licin
dengan karang yang bertebaran di mana-mana. Di bagian goa dengan lumpur super licin dengan karang yang tertancap di mana-mana inilah guide-guide kecil ini bak malaikat. Mereka menunjukan kebolehannya berjalan ditengah lumpur dan karang dengan lincah untuk membantu kami berjalan. Kelihatan bangetlah bedanya mereka yang memang sudah terbiasa dengan medan seperti ini dibandingkan dengan kami yang harus memilih-milih jalan agar tidak tergelincir karena lumpur dan tidak kesakitan karena tertancap karang.
Gandewa dan guide-guide cilik Goa Lalay
Selain urusan air dan lumpur, tentu saja hal yang paling penting dari sebuah goa adalah keindahan stalagtit dan stalagmitnya. Ini stalagtit dan stalagtit pertama buat gw. Salah satu bagian yang menarik dari goa ini adalah adanya beberapa stalagtit yang bak membentuk keluarga. Seorang ibu, seorang ayah, dan seorang anak. Bukan hanya satu, stalagtit macam itu terbentuk lebih dari satu. Konon, stalagtit-stalagtit itu benar-benar terbentuk secara alami tanpa campur tangan manusia sedikitpun. Indah loh, Kawan :)
Oia, di goa ini juga tercium bau kelelawar. Gw pribadi gak ngeh kalau ternyata di langit-langit goa tersebut banyak kelelawar yang tengah menggantungkan dirinya (ini pemilihan katanya gak enak banget yak? -__-"). Huhuhu, untung kelelawarnya gak ngerasa terganggu ya. Kalau mereka berasa terganggu, nanti khan kayak berasa di film-film gitu tiba-tiba kita diserang sekawanan kelelawar, hiii...
Kurang lebih satu jam kami menyusuri Goa Lalay. Sampai akhirnya kami tiba di satu titik yang tidak bisa disusuri lagi. Sebenarnya bisa, tapi mulai dari titik itu ke dalam biasanya hanya orang-orang ahli yang bisa masuk. Jalannya sudah sangat kecil, ketersedian oksigennya mulai menipis, dan biasanya memang hanya bisa disusuri dengan menggunakan alat-alat caving.
Kami pun kembali menyusuri Goa Lalay ke arah luar. Masih dengan bantuan guide-guide cilik yang dengan lincah memilihkan kami jalan yang bisa dipijak. Mereka pun sedikit banyak bercerita tentang goa ini, tentang apa yang biasa mereka lakukan di sini, dan siapa saja yang sering datang ke sini. Sampai di luar, kami melihat tatapan penuh harap ada yang bisa kami berikan untuk mereka. Kami pun sepakat untuk memberikan beberapa lembar ribuan untuk para guide cilik itu karena telah membantu kami di dalam.
Membantu kami di dalam dan membantu gw untuk mengukir pelajaran lagi. Ada rasa sakit yang bisa diatasi karena terbiasa. Seperti rasa sakit tertancap karang yang dengan licahnya bisa dihindari oleh guide-guide cilik itu di Goa Lalay.
Sore itu mendung. Gerimis pelan-pelan datang. Kami bergegas kembali ke homestay. Sambil berharap masih akan ada langit yang cerah di Tanjung Layar.
0 komentar:
Posting Komentar