Pukul 17.00 kami kembali berangkat dari homestay setelah dag-dig-dug takut hujan tidak bersahabat. Sampai akhirnya hujan rela mengalah untuk tidak datang, kami segera bergegas ke Tanjung Layar. Salah satu pantai di Sawarna yang menjadi rekomendasi tempat paling indah untuk melihat matahari terbenam.
Jalan menuju Tanjung Layar tidak jauh berbeda dengan jalan menuju Pantai Pasir Putih. Kami pun menunjukkan bukti pembayan retribusi kami tadi pagi saat menuju Pantai Pasir Putih agar kami tidak perlu membayar retribusi lagi. Kalau kita menyusuri Pantai Pasir Putih ke ujungnya di sebelah kiri, kita akan sampai di Tanjung Layar. Akan tetapi, kami lebih memilih memotong jalan melintasi persawahan dan pohon-pohon kelapa dibandingkan menyusuri Pantai Pasir Putih.
Selama perjalanan ke Tanjung Layar, gw bersisian dengan Kak Aday. Ceceritaan lah gw dengan Kak Aday. Salah satu cerita Kak Aday yang amat sangat menarik perhatian gw adalah : Kak Aday sudah pernah menjejakan kaki di Rinjani.
Kak Aday : Pasti kamu bisa kok, Ti.
Kawan, pernah gak berada dalam kondisi di mana lw punya mimpi atau bahkan cuma khayalan, trus mendadak ternyata lw ada di lingkungan orang-orang yang seolah-olah bisa dengan mudahnya mendekatkan mimpi dan khayalan itu jadi kenyataan?
Itu gw, di Gandewa :)
Sampai akhirnya tiba di Tanjung Layar, tiga hal yang langsung menghujam di kepala gw. Kerang, karang, dan RJ. Loh, RJ?
Jadi ceritanya, karang super besar yang gw lihat di sini pernah gw lihat sebelumnya di cover foto RJ di facebook. Edanlah, envy setengah mati lah gw ngeliatnya. Sampai akhirnya gw ngeliat langsung di sini, tiba-tiba dengan sombongnya lintasan pikiran gw bilang, "Je, gw juga bisa ternyata ke sini."
Hahaha, Pisss Je. Damai itu indah, Kawan :P
Sayangnya, bulan-bulan ini, pasangnya memang sedang tinggi banget. Karang yang sebenarnya bisa didekati karena ada jalan setapak menuju kesana, hari itu hanya bisa dilihat dari jauh. Jalan setapaknya tergenang air yang pasang.
Salah satu yang menarik perhatian gw dari karang ini adalah... ombaknya. Pemandangannya subhanallah banget waktu ombaknya nabrak karang. Sekali. Dua kali. Berkali-kali. Gak ngebosenin ngeliatnya. Tiba-tiba terlintas aja di pikiran gw istilah orang-orang dengan mental ombak. Orang-orang yang selalu memaksa buat maju, yang anti banget nengok ke belakang, yang gak peduli walaupun dia tahu bakal hancur kalau jalan terus ke depan.
Gandewa di Tanjung Layar
Sambil menunggu matahari terbenam, gw dan bebrapa anak Gandewa melihat cangkang kerang dan keong yang terhampar di sepanjang pantai. Bentuknya unik-unik. Ada yang begitu mengkilap. Ada yang masih utuh ataupun sudah terkikis. Bahkan gw menemukan bentuk yang mirip dengan kuda laut. Keseruan tersendiri melihat bukti nyata dari proses alam yang terjadi. Tentang adanya siklus kehidupan.
Waktunya tiba. Saatnya matahari terbenam.
Matahari Tenggelam di Tanjung Layar
Di perbatasan antara laut dan langit, ini matahari terbenam pertama gw. Merinding. Gw dan anak Gandewa pun hanya bisa bertasbih bersama. Sekali. Dua kali. Berkali-kali. Subhanallah.. :')
Gw dan senja di Tanjung Layar
"Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari karunia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas" (QS. Al-Israa: 12)
0 komentar:
Posting Komentar