Minggu, 17 Juni 2012

Nomor 2

Seperti yang pernah gw bilang sebelumnya. Buat gw, sahabat itu bukan cuma orang yang bisa diajak bersisian, tetapi bisa juga diajak berseberangan. Termasuk dalam urusan mendefinisikan.

Lumayan alot waktu itu. Setidaknya hari itu gw sama-sama tau, kalau gw dan RJ sama-sama batu. Kami membahas tentang penyikapan kami masing-masing masalah nilai. Dalam konteks ini, nilai yang kami peroleh dari kegiatan akademis.

Buat gw, nilai bukan hal yang nomor satu. Apalah arti sebuah nilai kalau pada kenyataannya, gw tahu ada orang-orang yang mendapatkannya dengan cara yang tidak semestinya. Itu yang pada akhirnya membuat gw percaya kalau kejar ilmunya, bagikan, dan nilai akan ngikut dibelakang menjadi sesuatu yang lebih bisa gw terima. Gw pun menceritakan beberapa kejadian yang menimpa gw terkait dengan urusan nilai. Tentang keajaiban nilai.

Hari itu, permeriksaan bersama untuk kuis di salah satu mata kuliah. Dari sekian soal (gw lupa euy berapa), gw salah lima. Menurut perhitungan gw, dengan jumlah benar dan salah sekian, gw akan mendapatkan nilai 70-75 an. Ketika di akhir semester, di SIAK NG nilai gw untuk kuis tersebut terpampang 90. Gw gak tau itu nilai asalnya dari mana. Sudah jelas-jelas salah lima itu gak akan pernah membuat nilai gw 90. Gw pun gak pernah menemukan penjelasan dari mana nilai itu berasal. Sampai akhirnya gw mencoba membuat penjelasan sendiri. Tentang Allah Yang Maha Menepati Janji :)
Mba Tuti, materi yang kemaren dibahas bareng keluar, alhamdulilaah..
Untung kemarin belajar bareng, Tuth.
Teh Tuti nanti dongengin lagi yaa sebelum kuis..
Tentang janji memudahkan orang lain, Allah pun yang akan memudahkan gw. Hal itu yang akhirnya gw pegang. Kejar ilmunya, bagikan, dan nilai ngikut di belakang.

Beda gw, beda pula RJ. RJ memang tidak menyebutkan secara langsung bahwa nilai adalah hal yang utama. Akan tetapi, RJ mengisyaratkan bahwa nilai itu memang sebegitu pentingnya. Ia menilai dari sudut pandang rasionalitas. Kondisi di mana ketika kami sama-sama akan memasuki dunia kerja. Ia memaparkan IP sebagai salah satu komponen penting (bukan satu-satunya) yang dipertimbangkan dalam proses penerimaan kerja, selain pengalaman berorganisasi. Terbukti dari banyak requirement perusahaan-perusahaan yang mematok standar tinggi untuk IP calon karyawannya, seperti di atas 2, 75, di atas 3,00, sampai di atas 3,5. Tentang banyaknya kesempatan beasiswa yang memang diperuntukkan bagi mashasiswa yang memiliki IP di atas 2,75, di atas 3,00 sampai di atas 3,5.

RJ menjelaskan tentang IP yang menjadi kunci. Kunci untuk membuka pintu-pintu kesempatan belajar lebih banyak. Membuka kesempatan untuk memperoleh ilmu lebih banyak.
RJ : Oke kalau memang kenyataannya kita memang punya ilmu. Tapi kalau kita gak punya kuncinya dan harus ngegedor-gedor dulu buat masuk, sama aja bohong khan, Tuth?
Pertentangan pun terus berlanjut. Masih dengan mempertahankan argumen masing-masing. Gw gak tau RJ nyadar atau enggak. Tapi bahkan gw sampai mendapati ada jeda di tengah-tengah urusan ini. Gw dan RJ sama-sama diam. Seolah menahan ke-batu-an masing-masing. Sampai pada akhirnya, satu sama lain pun menilai kalau kita sama-sama idealis, hahaha :P

Pertentangan ini tentu saja ditutup dengan manis. Kesepakatan tentang definisi nilai yang sama-sama bisa kami terima.
Waktu belajar kita memang ngejar ilmunya, tapi kita gak bisa menutup mata bahwa nilai lah yang merepresentasikan seseorang punya ilmu atau enggak :)
Akhir kata, untuk mengizinkan postingan ini ada lanjutannya, untuk memperlihatkan ternyata ada ilmu yang benar-benar diperoleh selama satu tahun ke belakang, terima kasih Ya Allah. Terima kasih banyak :’)

2.IP dan IPK tingkat 1 cumlaude (√)

*Selepas tiga bulan ini, selamat menempuh kegilaan hidup di semester 5, Muhammad Ryan Junaldi :)

0 komentar: