Selasa, 29 Desember 2009

Galau-galau bergembira!

29 Desember 2009

Terlibat omongan yang tidak bercanda tapi tidak terlalu serius juga di meja makan. Berhubung gw sedang galau-galau bergembira (apa coba, Tuth?! :P), jadi gw juga hanya menjawab sekenanya.
Ibu : Dek, kamu tuh jadinya mau kuliah kemana sih?
Gw: Yaaah, seperti rencana awal, Bu. Kalau gak STAN, ya Tekling UI atau UGM.
Ibu: Kok kalau 'enggak'? Harus STAN donk!
Gw: Bu, khan udah Icha (nama panggilan gw dirumah! Hahaha XP) bilang waktu itu. Iya, Icha prioritasin STAN. Tapi mau gimana juga, USM STAN itu terakhir,Bu. Mending kalau lolos USM STAN, kalau enggak? Jadi Icha juga mau ngusahain Tekling dulu, okok?
Bapak : Iya, yang penting usaha dulu aja.
Ibu : Tapi kamu harus optimis donk!
Gw : Iya Ibuuuu.. Icha mah optimis. Tapi seoptimis-opimisnya orang, kalau ternyata kata Allah jalannya bukan disitu gimana? Hehehe..
Ibu : Kalau bukan STAN, kamu mau jadi apa? Emang nanti kalau kamu di teknik lingkungan kamu tuh jadi apa sih? (nada meremehkan)

*Sekali lagi, berhubung gw sedang galau-galu bergembira, jadi jawaban gw...

Gw : Jadi, Menteri Lingkungan Hidup, Bu! Hehehe..
Ibu : (diam, tercengang)
Gw : Eh, maksud Icha, teknik lingkungan itu fakultas masa depan, Bu. Sekarang tuh perusahaan-perusahaan atau pabrik-pabrik kalau membangun apapun itu, butuh konsultan yang mengerti masalah lingkungan. Sekarang di zaman yang makin parah kerusakan lingkungannya, makin ketat juga aturan tentang AMDAL dalam setiap proses produksi. Dan disitulah jebolan teknik lingkungan dibutuhkan. Yaah, paling dahsyat khan bisa jadi Menteri Lingkungan Hidup, Bu! Setuju?
Ibu : Tapi khan kamu perempuan. Nanti tuh kamu ngurus keluarga. Ibu gak mau kamu kayak tante ***** (tetangga gw!), pulang malem kerja di bank, anaknya diurus sama mertua akhirnya.
Gw : Weiiits, itu mah urusan entar, Bu. Tergantung suami! Hehehe.. Kalau ternyata si aa (alaaah! haha) ngizinin Icha kerja, ya ndak masalah. Tapi kalau emang ternyata dilarang, ya Icha ikut suami lah, Bu. Kalau gak diizinin kerja diluar ya kerja di rumah. Sebagai ibu rumah tangga yang baik dan kalau Allah mengizinkan, bisa berkarya di rumah sebagai penulis, dahsyat gak tuh, Bu?
Ibu : Udahlah, kamu gak usah macem-macem. Jadi PNS aja, terjamin masa depannya. Sekalian bisa ngurus keluarga.
Gw : Yaah, Bu. Katanya anak harus bisa lebih baik daripada orangtuanya? Atuh sama aja Icha kalau jadi PNS lagi (FYI, ayah dan ibu gw adalah PNS). Kalau Icha bisa lebih dari PNS, kenapa enggak khan, Bu?

*Untuk kesekian kalinya, tidak bermaksud menyinggung siapapun, jawaban gw hanya sekenanya dan jawaban orang yang sedang galau-galau bergembira, hehehe :P

Ibu : Tapi sekarang PNS tuh pekerjaan bergengsi yang dicari banyak orang.
Gw : Iya ibuuu... Tapi kalau Icha 'cuma' nargetin jadi PNS, nanti dapet suaminya PNS lagi. Kalau Icha nargetinnya jadi Menteri Lingkungan Hidup, siapa tau dapet suaminya Sekjen PBB (yang seorang ikhwan tentunya!), ok gak tuh, Bu? hehehe..
Ibu : Mimpimu tuh selangit, Dek..
Gw : (tersenyum, sambil bergumam dalam hati : Yaaah, inilah korban buku dan film Sang Pemimpi, Bu..)
Batu sandungan sebuah mimpi, tak jarang muncul dari orang-orang yang kita sayangi yang terlalu menyayangi kita :)

4 komentar:

awan biru mengatakan...

seneng siah bacanya.. :D

Linea Alfa Arina mengatakan...

kenapa aku terharu ya bacanya, seneng sama prinsipnya Teh Tuti :D semangat ya Teh, apapun jadinya nanti pun ga lepas dari ikhtiarnya Teh Tuti skrng :)

Anonim mengatakan...

keren2 ..
hidup Teknik Lingkungan !! yeaahhss ..

tuti mengatakan...

@ nisop : :D

@ arin : amiin ya Allah :)

@ anonim : hamasah Teknik Lingkungan!