Minggu, 30 September 2012

Surat untuk Presiden

Ada satu kebiasaan yang sering gw lakukan ketika gw sedang berhadapan dengan seseorang. Ketika kebanyakan orang lebih sering memerhatikan gesture, mata, dan raut wajah lawan bicaranya, gw  lebih sering memerhatikan tempat yang berbeda.

Gw lebih sering memerhatikan bagian bawah mata orang yang sedang berada di hadapan gw. Memerhatikan kantung matanya. Buat gw, ketika gw berhadapan dengan orang-orang yang memiliki kantung mata yang lebih besar dan lebih hitam dari orang-orang kebanyakan, berarti gw sedang berhadapan dengan orang-orang yang tidur lebih sedikit dari orang-orang kebanyakan. Ada yang ia perjuangkan sehingga membuatnya harus terjaga lebih lama.

Lucunya, walaupun gw tidak benar-benar dekat secara personal, tanpa harus orang dihadapan gw bercerita tentang apa yang ia lakukan hingga kantung matanya bisa seperti itu, gw bisa langsung amat sangat menghargai orang di hadapan gw.

Seperti kemarin lusa, di rapat kordinasi BKUI 13. Hari itu, H-7 perhelatan akbar ini. Rakor diadakan di Balairung dengan kondisi rapat terpusat, satu arah. Sore itu, seperti biasa, gw pun memerhatikan kantung mata orang-orang dihadapan gw, termasuk kantung mata orang-orang yang memimpin rapat.

H-7. Ada yang semakin terjaga lebih lama di minggu penghabisan ini.

***

Yth. Presiden Republik Indonesia

Assalamualaikum Wr.Wb.
Selamat malam, Pak. Apa kabar Pak Presiden? Semoga Bapak dalam keadaan sehat ya, Pak, ditengah kantung mata Bapak yang kian hari kian membesar. Ah, iya, Pak. Boleh saya jujur? Kalau Bapak tengah meberikan pidato kepresidenan yang diliput oleh seluruh televisi nasional, maaf ya, Pak, terkadang saya tidak benar-benar memerhatikan isinya. Heu. Saya lebih tertarik memerhatikan kantung mata Bapak. Setiap hari, dari satu pidato kepresidenan ke pidato kepresidenan lainnya, saya perhatikan kantung mata Bapak semakin besar saja. Indonesia begitu luas ya, Pak untuk dipikirkan sehingga membuat Bapak harus terjaga lebih lama? Tetap jaga kesehatan ya, Pak. 

Pak, kemarin lusa saya menghadiri rapat. Rapat yang dipimpin oleh orang-orang yang, walaupun tidak sebesar Bapak, tapi memiliki kantung mata yang besar. Menjadi figure dari raut wajah yang kurang tidur. Orang-orang yang berada di hadapan saya kemarin lusa, sama seperti Bapak. Sama-sama memikirkan Indonesia. Dipimpin oleh orang-orang yang berkantung mata hitam dan besar itu, minggu depan kami mengundang 15.000 anak Indonesia untuk hadir di tempat kami, Pak. Kami mencoba membantu membulatkan tekad banyak anak-anak Indonesia. Mencoba membantu anak-anak Indonesia untuk mau mewujudkan mimpinya. Mengajak anak-anak Indonesia untuk menembus batas ketakutannya untuk memperoleh pendidikan di salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia. 

Bapak Presiden yang saya hormati. Boleh saya bercerita? Saat rapat kemarin, saya hanya bisa memandang lekat-lekat kantung mata itu sambil berdoa. Semoga banyak waktu terjaga orang-orang dihadapan saya tersebut diganjar dengan pahala yang nyata. Menjadi pahala ibadah yang mengalir deras. 

Andai saya bisa berbuat sesuatu untuk ikut mewujudkan akhir yang indah dari semua keterjagaan mereka, tentu saja bukan dengan ikut terjaga lebih lama tanpa melakukan apa-apa. Adalah dengan menjalankan sebaik mungkin tanggung jawab yang saya emban di minggu penghabisan ini. Dan kali ini, saya butuh bantuan Bapak.

Pak, saya salah satu anak Indonesia yang tidak pernah banyak menuntut apa-apa dari Bapak. Buat saya, melihat kantung mata Bapak yang semakin hari semakin besar, sudah cukup menjadi bukti nyata bahwa Bapak sebenar-benarnya ada untuk Indonesia. Malam ini, kalau ada sebuah permintaan yang sayu ajukan untuk Bapak, bisa saya pastikan ini adalah permintaan pertama saya untuk Bapak.

Bapak Presiden Republik Indonesia yang saya hormati. Bolehkah pada hari Minggu, tanggal 7 Oktober 2012, Bapak berkenan untuk meniadakan agenda kepresidenan apapun untuk salah satu orang kepercayaan Bapak di Istana Merdeka? Hanya satu jam, Pak. Demi menunjukan bukti nyata kepada anak-anak Indonesia bahwa menembus batas itu sebuah pilihan. Bolehkah?

Semoga Yang Maha Mendengar Keinginan, berkenan menyampaikan surat ini kepada Bapak. Tentu saja, dengan cara terbaik milik-Nya.

Terima kasih atas perhatian, Bapak. Jaga kesehatan, ya, Pak. Semoga kantung mata Bapak yang entah kapan dapat mengecil, diganjar dengan pintu surga bagi pemimpin yang adil. Amin.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

0 komentar: