Senin, 13 Agustus 2012

Huh-Hah!

Saat gw menuliskan postingan ini, gw sedang berada di Yogya. Bukan. Bukan di daerah kotanya. Bukan Yogya dekat keraton sebagai simbol kesultanan Kota Pelajar ini. Bukan Yogya dekat Malioboro yang jadi ikon wisata di daerah istimewa ini. Tempat gw menuliskan postingan ini, berjarak satu jam lebih dari pusat kota. Berjarak dua jam lebih dari Pantai Baron, salah satu pantai selatan yang ada di Yogya. Sebuah daerah pegunungan bernama Gunung Kidul.
Hafil : Hahaha, anak gunung mudiknya juga ke gunung lagi ya, Tuth?
Celetukan Hafil pun membuat gw (baru) notice kalau rumah Mbah gw itu di daerah pegunungan. Sepertinya gw akan betah berlama-lama di sini tahun ini :)

Detik gw menuliskan tulisan ini, pintu ruang tamu Mbah gw bergoyang-goyang. Ditiup angin. Jajaran pohon jati besar-besar terlihat mengelilingi rumah Mbah gw. Dedaunannya ikut bergoyang. Jalanan yang terbentuk dari pelapukan batu kapur membelah  jajaran pohon jati menjadi jalan utama. Dua tiga daun jati yang gugur memenuhi jalan. Dari sudut jendela yang lain, sebuah bendera merah putih menancap di depan rumah. Memberi warna berbeda dari pemandangan yang selintas hanya terlihat hijau dan coklat.  Ah, ya, sebentar lagi 17 Agustus. Lenguhan suara sapi tetangga pun mengalihkan perhatian gw untuk kembali dalam tulisan ini.

Gw sampai di Yogya kemarin malam. Mudik bertiga. Bapak, Ibu, dan gw. Si Mas memutuskan lebaran di Bogor dan Depok bersama Mba Nuy. Adanya perubahan yang terjadi pada gw sepanjang tahun ini, berdampak pada perubahan cara gw menikmati perjalanan mudik kali ini.

Bapak memilih melewati jalur selatan. Jalur yang didominasi dengan sawah, gunung, dan hutan di kanan kirinya ini, tentu saja tidak begitu saja gw sia-siakan. 

Ah, ya, gw jadi ingat. Satu hari di bulan Juli lalu, gw melakukan kegiatan layaknya seseorang yang bekerja di ibukota dan harus menempuhnya dengan pulang pergi dalam satu hari. Gw berangkat pukul 05.30 pagi. Bahkan sepagi itu sudah harus bertemu dengan kemacetan ibukota. Gw berkegiatan di lantai 18 di salah satu gedung perkantoran di Jalan Gatot Subroto. Dari ketinggian itu kesibukan ibukota terlihat jelas. Kendaraan mengular di kedua sisi jalan. Pengap gw melihatnya. Persis di seberang gedung tempat gw berkegiatan, terdapat sebuah helipad. Persis di puncak gedung di hadapan gw. Gw berkesempatan melihat helikopter mendarat di sana, menurunkan seseorang dari dalamnya, dan kembali pergi. Seseorang yang turun dari helikopter terlihat tergesa. Segera masuk ke dalam gedung tanpa percakapan apapun dengan orang yang membantunya turun. Si bos yang harus segera meeting dan menghindari kemcetan Jakarta kali ya? Pikir gw saat itu. Gw pulang pukul16.00. Waktu yang sama dengan kebanyakan jam pulang kator lainnya. Macet.  Bahkan Bogor yang dikenal dengan kota macet pun gak pernah benar-benar membuat gw sejengah sore itu.  Entah gw yang kurang tidur, gw yang kelelahan berkegiatan, atau apapun faktornya, gw mendadak mual. Gw benci kemacetan itu. Gw geram sendiri. Gw memutuskan untuk tidur meredam kegeraman gw. Mendadak gw kangen berjalan sebebas-bebasnya tanpa harus bertemu dengan kemacetan. Gw kangen menghirup udah super bersih. Gw kangen melihat birunya awan dan bintang gemintang tanpa harus dihalang-halangi gedung pencakar langit. Gw kangen naik gunung. Gw kangen Papandayan dan Semeru. Detik itu, gw tahu bahwa setiap gunung, sawah, hutan yang bisa gw lihat dan rasakan, berharga mahal. Termasuk apa yang gw lihat di sepanjang perjalanan ke Yogya tahun ini :)

Oya, Bapaku keren sekali, Kawan! Sudah lima tahun Bapak divonis dokter tidak boleh mengemudi jarak jauh karena darah tingginya. Kemarin, Bapak memberanikan diri membawa istri dan anak permpuannya lagi untuk pertama kalinya dengan menggunakan mobil. Bapak berhasil! Bahkan sampai lebih cepat empat jam dari waktu normal :D

Sesampainya di rumah Mbah, gw disambut hangat dengan Mbah putri gw. Tiga tahun berselang sejak terakhir kalinya gw berkunjung ke sini, banyak yang berubah dari rumah Mbah. Hasil kerja keras anak-anaknya yang ingat untuk memberi kembali kepada rumah dan orangtuanya.

Sebelum masuk, gw mendongakan kepala ke atas. Berharap ada sesuatu yang bisa gw lihat. Subhanallah. Langitnya bersih. Dan... Bintangnya bagus. Walaupun jujur saja, sampai saat ini, buat gw belum ada yang bisa mengalahkan bintangnya Gunung Papandayan. Bukan begitu Rim, Ta, Ri, Sar, dan Kak Syanmil? ;)

Gw masih duduk di tempat yang sama. Bedanya, gw sudah ditemani Ibu dan Tante gw. Beliau-beliau sedang membicarakan realisasi permintaan gw untuk berkunjung ke Pantai Baron, Krakal, dan Kukup. Gandewa (dan orang-orang di dalamnya) sedikit banyak sukses melatih gw untuk peka bahwa Indonesia segitu indahnya. Segitu banyaknya tempat yang terlalu merugikan untuk dilewati. Segitu banyaknya tempat yang bisa me-refill iman, rasa syukur, dan rasa sekecil-kecilnya diri dibandingkan ciptaan-Nya dan pencipta-Nya. Termasuk memberitahu gw bahwa daerah rumah Mbah gw... ternyata segitu indahnya :)

Detik gw menuliskan tulisan ini, Kak Dina baru saja sms. Kak Dina yang sukses membuat gw seseneng itu bulan Juli lalu karena sepatu gw dibawa ke puncak Rinjani :D

 Kak Dina di Gunung Rinjani
 Kak Dina : ‎Annisa Dwi Astuti, sepatu kamu soak dikit pas turun dari trek ini. maapken :(
Kak Dina adalah ketua Gandewa gw di kepengurusan sebelumnya. Salah satu kakak ter-kece favorit gw di Psikologi. Kak Dina sms minta izin untuk nge-sol sepatu gw yang soak. Bahkan gw gak ada sedih-sedihnya sama sekali aja loh sepatu gw soak. Ketutup rasa seneng gw karena sepatu gw dibawa ke Rinjani sama Kak Dina, hihihi :D

Sms Kak Dina pun menstimulus gw untuk membuka sebuah link. Facebooknya Kak Bimo. Saat gw pendakian ke Semeru kemarin, beberapa kakak-kakak Gandewa 2008 pun melakukan pendakian ke Gunung Rinjani. Salah satu yang gw tahu membawa kamera adalah Kak Bimo. Gw oprek lah album fotonya Kak Bimo.
Subhanallah.... Allahuakbar....
Rinjani, indahnya kebangetan.







 Taman Nasional Gunung Rinjani


Gili Trawangan


Dan ini, punyanya Indonesia :')
Tante Ujhee : Dari sekian banyak gunung yang tante daki, Gunung Rinjani yang paling indah, Tuth.
Statement dari seorang tante yang bahkan sudah menjejakan kakinya di Mountain Eiger, Switzerland.

Halo celengan, semoga kamu cepet penuh yak? :D

Jadi, inti dari postingan ini?
Sebelum kembali ke Bogor dan Depok, ada sepuluh tulisan yang harus gw selesaikan di Yogya. Postingan ini bentuk pelarian gw karena belum satu pun dari sepuluh tulisan itu gw mulai, hahaha -___-"
Kak Aji : Jangan kira menulis adalah pekerjaan sekali jadi. Menulis pekerjaan berhari-hari.
Yuk ah, kelakuan prokrasnya cukup sampai di sini, Tuth.

Kalau kata Murai mah : Huh-Hah!
Semangat-semangat, Tuth!

Mari memulai mencintai prosesnya, lagi :)

0 komentar: