Kamis, 29 Desember 2011

#1 - Sepertiga Kehidupan di Geger Bentang (Part 1)

Tulisan ini ditulis dalam rangka pemenuhan tugas pasca Diklat Jungle Survival dan PPGD beberapa minggu yang lalu. Prokras parah mengingat diklatnya sudah selesai berminggu-minggu yang lalu dan baru dikerjakan H-1 sebelum pengumpulan, yaitu hari ini, heuheu -_-

Selamat membaca, semoga bermanfaat! :D

***

Setelah menjalani dua diklat sebelumnya, yaitu Diklat Manajemen Perjalanan dan Diklat Navigasi Darat, tanggal 9-11 Desember 2011 lalu Caang 5 Gandewa menjalani Diklat Jungle Survival dan Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD). Tidak jauh berbeda dengan diklat-diklat sebelumnya, diklat pamungkas yang dilaksanakan di Geger Bentang, Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP), Cibodas, Jawa Barat ini pun didahului dengan beberapa rangkaian kegiatan yang lazim disebut dengan prakegiatan. Prakegiatan terdiri dari penyusunan manajemen perjalanan, konsolidasi kelompok dan angkatan, peminjaman alat,  latihan fisik, dan packing.

Dalam praktek lapangan diklat 3 ini, caang 5 Gandewa dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok 1 diketuai oleh Rima dengan beranggotakan Bimo dan Danti. Kelompok 2 diketuai oleh Nadya dengan beranggotakan Hari, Kamalia, dan Nadilah. Kelompok terakhir, yaitu kelompok 3, diketuai Izzat dengan beranggotakan Kautsar, Amelya, dan Tuti (saya sendiri). Selama perjalanan, setiap kelompok didampingi oleh satu orang mentor yang merupakan pengurus Gandewa. Tiga mentor tersebut terdiri dari Kak Adi, Kak Ismi, dan Kak Dhana –yang kemudian diganti oleh Kak Dina karena satu dan lain hal berhalangan hadir-

Berikut ini merupakan jurnal perjalanan diklat Jungle Survival dan Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD). Jurnal tentang diklat terakhir sebelum menghadapi pelantikan bulan Janurai 2012 mendatang. Jurnal tentang sepertiga kehidupan di Geger Bentang.

Jumat, 9 Desember 2011

Seluruh caang 5 berkumpul di selasar Gedung D pukul 18.35 untuk melakukan briefing. Dalam berkegiatan alam, bersama evaluasi, briefing menjadi kegiatan yang memiliki urgensi tinggi untuk dilakukan. Briefing dipimpin oleh Kak Dina dari pihak pengurus dan oleh Kautsar yang sata itu dipercaya sebagai pemimpin perjalanan dari pihak caang. Briefing awal kali ini dilakukan untuk menjelaskan kembali rute perjalanan yang akan ditempuh untuk mencapai Geger Bentang. Rute perjalanan dijelaskan oleh Danti yang saat itu dipercaya sebagai penanggung jawab transportasi. Adapun rute yang akan kami gunakan :

1.    Jalan kaki menuju Jalan Raya Margonda, Depok
2.    Naik angkot nomor 19 menuju Terminal Kampung Rambutan
3.    Turun di Terminal Kampung Rambutan
4.    Naik bus ke arah Bandung via Puncak
5.    Turun di pertigaan Cibodas
6.    Naik Angkot warna kuning menuju Sekretariat Montana
7.    Jalan kaki menuju Geger Bentang

Briefing selesai pukul 18.45 WIB. Setelah briefing selesai, kami berjalan  beriringan menuju Jalan Raya Margonda. Selama perjalanan, cuaca sedikit kurang bersahabat karena perlahan rintik hujan turun. Sampai di Margonda, kami menunggu angkot dengan nomor 19. Malam itu lalu lintas Jalan Raya Margonda cukup padat. Begitu pula yang menggunakan jasa angkutan kota.  Cukup lama kami tidak menemukan angkot yang mampu memuat kami –bersama carrier-carrier kami yang tidak kecil- semua secara bersamaan. Pada akhirnya, pukul 19.05 kami memutuskan untuk membagi diri menjadi dua angkot. Kelompok 1 di angkot pertama, dan kelompok 2 serta 3 di angkot kedua yang lebih kosong.

Lalu lintas menuju Terminal Kampung Rambutan masih sangat padat ketika kami menuju ke sana. Entah apa yang dibicarakan di angkot tetangga (baca : angkot kelompok 1), tapi di angkot kedua yang terdiri dari kelompok 2 dan kelompok 3, kami membicarakan tentang mimpi-mimpi kami. Mimpi untuk mengadakan perjalanan bersama saat liburan semester mendatang. Perjalanan yang dimulai dari Depok, menuju Bogor, sampai akhirnya tiba di Bandung. Selain itu, ada juga yang bercerita tentang hiruk pikuk pemilihan Ketua BEM UI yang tengah diselenggarakan saat itu.

 Akhirnya kami tiba di Terminal Kampung Rambutan. Saat tiba di terminal, terdapat sedikit kendala. Kelompok 1  tiba lebih dahulu menunggu di tempat yang pernah menjadi lokasi pemberhentian angkot saat diklat sebelumnya (baca : Diklat Navigasi Darat). Letak tempat tersebut berada di dalam terminal dan tidak jauh dari tempat bis yang akan digunakan. Saat kelompok 1 sudah tiba di tempat yang dimaksud, di sisi lain angkot kedua tidak bisa masuk ke dalam terminal. Selain karena raut wajah abang angkot yang terlihat enggan berlelah-lelah masuk ke dalam terminal, lalu lintas yang cukup padat malam itu akhirnya membuat anggota kelompok 2 dan kelompok 3 diturunkan beberapa meter lebih jauh dari pintu gerbang Terminal Kampung Rambutan.

Setelah terjadi sedikit insiden kecil, Amel yang handphonenya tertinggal di angkot dan nyaris dibawa pergi oleh angkot kalau Kautsar tidak menemukannya, kami segera beriringan masuk ke dalam Terminal Kampung Rambutan menuju tempat yang dimaksud. Sayangnya, di antara kelompok 2 dan kelompok 3 yang sebelumnya mengikuti diklat navigasi darat, tidak ada yang benar-benar ingat dimana lokasi pemberhentian angkot pada diklat dua yang lalu. Sambil berusaha mengingat-ingat tanda-tanda tempat pemberhentian, kami meneruskan langkah masuk ke dalam Terminal Kampung Rambutan. Sampai akhirnya kami benar-benar merasa salah jalan (baca : kesasar), saya dan Kak Ismi memutuskan menghubungi salah satu anggota yang ada di kelompok 1.

Walaupun sudah dihubungi secara langsung via telepon, bukan hal yang mudah untuk langsung lepas dari status kesasar karena saya yang diberi petunjuk dimana keberadaan kelompok 1 pun tidak begitu hafal dengan medan Terminal Kampung Rambutan. Pada akhirnya, kelompok 1 pun tidak berdiam diri. Kelompok satu pun ikut bergerak dan mencari kami. Setelah beberapa lama saling mencari dan memberikan petunjuk, kelompok satu melihat keberadaan kami yang tepat berada di seberang mereka.

Setelah berkumpul bersama lagi, kami berurusan dengan kenek bis yang mengantarkan kami menuju bis yang akan kami gunakan. Saat itu, seperti biasa, terjadi tawar menawar yang cukup alot dalam mencari kesepakatan harga. Masih seperti biasa pula, kondisi ini pun dikendalikan dengan baik oleh Nadilah yang menurut kami keahliannya dalam kegiatan tawar menawar harga paling mumpuni diantara caang-caang lainnya.

Waktu menunjukkan pukul 20.30 WIB. Setelah memperoleh kesepakatan, kami menuju bis yang akan kami gunakan. Ada yang berbeda dengan bis kali ini jika dibandingkan dengan bis sebelumnya yang kami gunakan. Jika bis pada diklat sebelumnya merupakan bis jurusan Bandung via puncak dan sudah dalam keadaan terisi penumpang yang sudah mau berangkat, kali ini sebaliknya. Bis yang kami naiki merupakan bis jurusan Tasikmalaya. Perbedaan jurusan tidak begitu menjadi masalah mengingat dua-duanya sama-sama via puncak dan melalui pertigaan Cibodas. Masalahnya terdapat pada penumpangnya. Dalam bis kali ini, kami lah yang menjadi penumpang pertama. Bis masih begitu kosong. Seperti yang kita ketahui bersama, bis baru akan berangkat ketika penumpang di dalamnya sudah cukup banyak. Pada akhirnya, kondisi bis yang kosong inilah yang meyebabkan kami harus mau menunggu sedikit lebih lama sebelum sebelum pada akhirnya bis ini benar-benar berangkat.

Kami pun memanfaatkan waktu kosong itu dengan berbagai kegiatan. Beberapa diantara caang ada yang memutuskan untuk memakan bekal yang dibelinya dari kampus. Sebenarnya tidak terlalu tepat jika dikatakan dibeli sendiri olehnya. Bekal tersebut sebenarnya dibelikan oleh sesorang. Namanya Hanifah atau yang belakangan dikenal dengan panggilan Nipeh. Hanifah merupakan caang 5 Gandewa yang berhalangan ikut diklat 3 kali ini karena harus menghadiri pernikahan kakaknya. Walaupun begitu, sebelum briefing, di saat caang 5 cukup riweuh untuk mempersiapkan banyak hal, Hanifah berbaik hati untuk membantu kami. Mulai dari meminjamkan barang-barangnya, membantu packing, termasuk membelikan nasi goreng sebagai bekal yang di makan beberapa caang saat di bis.

Sambil makan, kami pun berkenalan dengan Kak Ismi. Itu kali pertama caang 5 Gandewa berkenalan dengan Kak Ismi yang merupakan pengurus Gandewa angkatan 2009. Kak Ismi menanyakan satu per satu nama kami masing-masing dan alasan kami mengikuti Gandewa. Seluruh alasan pun dikemukakan. Mulai dari yang sebenar-benarnya alasan sampai yang sifatnya bercanda. Ada yang awalnya hanya ingin menemani teman yang berkeinginan untuk ikut Gandewa yang pada akhirnya temannya sendiri yang memutuskan mundur, ada yang beralasan sebagai bentuk pelampiasan cita-cita yang tidak kesampean ketika di SMA, ada yang ingin melanjutkan hobinya di masa SMA, sampai ada pula yang ingin mencari jodoh.

Waktu menunjukkan pukul  21.00 WIB. Bis masih dalam keadaan lengang walaupun pada akhirnya supir bis memutuskan untuk segera berangkat. Kami duduk di bagian belakang bis. Kali ini, obrolan sudah tidak terintegrasi. Obrolan sudah terbagi menjadi beberapa topik dan terjadi diantara orang-orang yang duduknya saling berdekatan. Dari bangku paling atas, posisi duduk dari kiri ke kanan adalah Bimo, Izzat, Kamal, Nadila, dan Nadya. Sedangkan bangku dibawahnya dari kiri ke kanan terdiri dari Danti, Rima, Amel, Hari, Kautsar, dan Tuti. Adapun Kak Ismi dan Kak Adi berada di bangku di depan kami.

Bimo, Izzat, Rima dan beberapa orang di dekatnya membicarakan tentang CDH (baca : cinta dalam hati). Terdengar begitu seru ketika masing-masing orang mengungkapkan argumen dan pengalaman pribadinya masing-masing. Nadya dan Nadila seperti tengah membicarakan masa-masa SMA nya. Entah tentang apa, tapi terdengar begitu menarik sampai-sampai mereka membicarakannya hingga larut malam. Sedangkan Saya, Kautsar, dan Hari, entah dari mana asalnya, kami membicarakan masa depan. Tentang mau jadi apa kami setelah ini. Tentang asa untuk membangun negeri atau keinginan untuk dihargai di luar negeri. Sampai tentang pertanyaan apakah berkegiatan alam baik untuk kesehatan, khususnya tulang belakang, mengingat carrier memiliki bobot yang tidak ringan.

Obrolan pun terus berlanjut, sampai kami merasa ada sesuatu yang janggal. Waktu sudah menunjukkan kurang lebih satu jam sejak bis yang kami naiki hengkang dari Terminal Kampung Rambutan. Akan tetapi, kami merasa tidak ada kemajuan yang berarti dengan perjalanan kami. Sepertinya kami masih berada di kawasan Terminal Kampung Rambutan. Ternyata benar. Sejak keluar dari Terminal Kampung Rambutan, bis yang kami naiki tidak langsung masuk menuju jalan tol. Bis ini tampaknya sengaja mengitari flyover yang ada di seberang terminal untuk menarik penumpang karena penumpang di dalam bis memang masih sangat sedikit untuk ukuran bis yang akan memasuki jalan tol. Mengingat semakin malam lalu lintas semakin padat, untuk mengitari flyover tersebut saja membutuhkan waktu kurang lebih satu jam sampai bis ini benar-benar masuk ke jalan tol. Lebih jauh lagi, terpisahnya kami di terminal, menaiki bis yang masih kosong, sampai mengitari flyover selama satu jam, berdampak pada terlambatnya kedatangan kami di Sekretariat Montana dibandingkan dengan pengurus Gandewa yang berangkat lebih akhir dibandingkan dengan kami.

Malam semakin larut. Kami tak kunjung sampai di pertigaan Cibodas. Beberapa diantara kami memutuskan untuk memanfaatkan waktu untuk istirahat tidur, termasuk saya. Akan tetapi beberapa diantaranya tidak, salah satunya Nadilah dan Nadya. Seperti yang telah diceritakan sebelumnya, percakapan antara Nadya dan Nadilah begitu menarik. Sampai-sampai mereka masih membicarakannya hingga larut malam. Dalam keadaan setengah tidur dan setengah sadar, saya masih mendengarkan percakapan mereka. Sampai beberapa saat kemudian, entah saya mimpi atau tidak, tiba-tiba saya mendengar suara yang bersumber dari bangku jajaran saya. Orang tersebut membentak Nadya dan Nadilah untuk diam dan menyuruh mereka tidur. Awalnya saya kira saya bermimpi karena saya mendengar suara itu masih dalam keadaan menutup mata. Ditambah lagi suara dengan intonasi setinggi itu tidak pernah saya dengar sebelumnya. Ketika saya konfirmasi keesokan harinya, ternyata kejadian itu nyata. Hari yang membentak mereka. Ternyata saya memiliki teman yang mengerikan juga kalau sedang marah.

(bersambung)

0 komentar: