Selasa, 23 April 2013

Yang Terlewatkan

Terakhir kali sejak gw menuliskan postingan di sini, sebenarnya banyak kejadian. Banyak yang terlewatkan untuk ditulis. Sepakat dengan seorang kawan. Kalau orang nulis, keliatan, mana yang mikir dan mana yang niat. Gw pikir-pikir, gw tipikal yang nulis dengan niat. Bukan dengan mikir. Dan kejadian-kejadian belakangan, membuat gw lebih banyak mikir dan kehilangan niat untuk nulis. Wong anaknya memang terbiasa nulis pake emosi toh di sini? Pake niat. Bukan pake mikir. 

Lagi banyak banget ngobrol sama banyak orang kemarin. Obrolan yang bikin mikir. Obrolan yang (sebenarnya) menaik-turunkan banyak emosi. Tapi anaknya lagi malas meledak-ledak. Sedang belajar mengelaborasi banyak hal sebelum meledak. Akhirnya, emosinya jadi datar-datar aja. Berdampak pada hilangnya niat untuk nulis. 

Hari ini, seharian di Kantek.

Rabid sama Kestari yang punya agenda rabid dari kantin-ke-kantin. Dibuat ngangguk-ngangguk takzim sama Kestari. Ketemu Ola yang lagi nugas di Mustek. Ngobrol sama Ola. Gak sengaja omongan gw bikin nangis anak orang. Maksa untuk bisa ketemu Ghilandy. Berhasil ngobrol sama Ghilandy. Dibuat nahan nafas berkali-kali dan narik nafas panjang berulang-ulang.

Kalau ada banyak kalimat yang tak sempat diuraikan dan terlewat untuk dituliskan, gw ingat kalimat-kalimat ini. Dari mereka yang mengutarakan. Dari gw yang mengambil kesimpulan.
  • Muka capek kami, bukan alasan untuk jadi gak enak minta tolong sama kami. Karena kami memang gak boleh lelah. Karena kami memang gak lelah.
  • Gw tau dari kejadian ini gw belajar. Tapi sampai saat ini gw gak nemu apa yang gw pelajari.
  • Karena kepemimpinan bukan cuma urusan di dalam organisasi dan kepanitiaan, tapi juga dalam keseharian.
  • Setiap orang meninggalkan jejaknya masing-masing di hati orang lain. Kayak analogi kotak kaca museum. Ketika satu kotak kaca kosong, dia gak akan bisa digantikan dan diisi oleh orang baru yang datang. Karena orang yang baru datang, akan membangun kotak kacanya sendiri, bukan menggantikan.
  • Gw gak pernah minta dibalikin, dalam bentuk apapun.
  • Jangan main api sama orang yang lagi megang bensin.
  • Jangan pernah menjudge apa yang tidak (atau belum) diketahui. Komunikasikan. Prasangka dan asumsi bisa membunuh silaturahmi.
  • Defensif bukan apa. Tetap jadi positif ya. Agar gw punya sudut pandang baru. Makin obyektif, makin tahu.
  • Benci untuk bermain-main untuk urusan hati. Bukan objek bercandaan untuk saat ini.

Di meja seberang gw di Kantek ada yang main gitar. Tepat saat azan Ashar berkumandang dari Mustek, gitar berhenti. Dan berbunyi lagi di kalimat terakhir suara azan.

Di depan halte FT, ketemu Teh Mute dalam keadaan berjilbab. Terakhir, fotonya di Agenda UI 2013 masih menunjukkan rambut pirangnya yang keriting. Gw peluk dengan senyum yang mengembang sejadi-jadinya. Semoga istiqomah, Teh :)

Diingetin sama Ghiland,
"Baru sadar kalau apa yang gw cari, sudah gw punya, Teh."
Gak pernah ada aturan tertulis. Tapi merasa punya kewajiban untuk selalu memastikan kalau kalian, adik-adik gw yang berada di lingkaran terdekat dengan gw, selalu dalam keadaan baik-baik saja.

3 komentar:

rarasscantikk mengatakan...

wah mba tuti kenal kak mute juga? #salahfokus

Annisa Dwi Astuti mengatakan...

@raras : iyaaa ras, teh mute senior aku di smp, di osis dan di paskibnya :)

rarasscantikk mengatakan...

wah senangnya, anak bogor bagus bagus dan menginspirasi ya ga nyangka lingkarannya sama :')