Sabtu, 15 Oktober 2011

That's My Brother

Hari ini gw ketemu Ditho di SMANSA setelah sekian lama tak bertemu. *Lebay sih, orang terakhir ketemu pas libur lebaran kemaren, hehehe :P Berhubung tujuan gw dan Ditho hari ini ke SMANSA memang untuk pulang, ngobrol-ngobrolah gw dengan Ditho tentang OSIS. Tiba-tiba gw senyum-senyum senyum sendiri. Ternyata Ditho gak berubah. Tetep seorang ketum gw yang menyebalkan sekaligus satu-satunya orang yang suka memperlakukan gw seperti anak-anak. Tapi yang bikin gw senyum-senyum bukan isi obrolan gw. Tiba-tiba gw inget sebuah kejadian yang menginspirasi gw untuk menjadi pembuka di postingan kali ini! Hahahaha *Soalnya isi postingan ini sebenernya udah lama mengendap di otak gw, tapi gw bingung mengawalinya dari mana :P

Jadi, dulu gw pernah ditegur sama Ditho, tepatnya saat regenerasi OSIS dua tahun yang lalu. Saat itu, posisi gw sebagai panitia regenerasi. Gw pernah ditegur karena dianggap terlalu memanjakan salah seorang peserta regenerasi. Kasusnya terjadi ketika kenaikan fase dari CCCK menjadi CCK. Saat itu, peserta laki-laki ditantang untuk melakukan push-up berantai untuk membuktikan kekompakan dan ketahanan fondasi OSIS angkatan mereka. Mereka yang akhirnya menyanggupi pun segera mengambil posisi push-up dan memulai hitungan push-up sesuai komando panitia. Menurut gw, sesuatu yang wajar ketika gw tau bahwa salah seorang dari mereka ada yang baru pulih dari sakit dan memang memiliki asma, dan gw menanyakan apakah ia sanggup melanjutkan push up atau tidak. Tapi pendapat gw dibantah oleh Ditho dengan alasan gak wajar ketika gw menanyakannya berkali-kali -__-

Puncaknya.

Masih dalam suasana regenerasi. Saat itu sudah memasuki fase CK. Salah satu kegiatan yang dilaksanakan dalam proses tersebut adalah proses wawancara. Salah seorang peserta yang memang sudah gw anggap  seperti adik gw sendiri, yang menurut Ditho terlalu gw manjakan itu, pun harus menjalani proses wawancara. Wawancara tersebut memiliki format satu lawan banyak. Hari dimana adik gw diwawancarai, di hari itu juga gw ditegur habis-habisan oleh Ditho. Mengapa? Pertama. Gw yang biasa koar-koar dan jadi kompor dalam proses wawancara, cuma di hari itu gw memutuskan untuk diam dan mendengarkan. Gak tega meeen :P Kedua, setelah proses wawancara yang seharusnya peserta bisa mengambil insight wawancara sendiri sambil menenangkan diri, ketika adik gw menghampiri gw, tanpa merasa bersalah gw pun mendengarkan ceritanya sekeluarnya dari ruang wawancara dan memberitahu apa maksud kami untuknya di ruangan itu. 

Gw pikir-pikir, bener juga ya kata Ditho? Hehehe :P Selain kepada Hilmi, selama regenerasi gw memang memberikan perhatian lebih kepada adik gw yang satu ini. Terlihat dari gw yang sering memilihnya untuk di-pressure waktu sesi man-to-man, berlembar-lembar tulisan gw memenuhi buku regennya udah kayak pindah blog, dan tak jarang gw gak tega pake tensi kalau berurusan dengan adik gw yang satu ini.  Alasannya? Selain secara personal gw memang dekat dengan dia, dia juga yang membuat gw menjadi saksi langsung bahwa pernyataan OSIS itu jodoh benar adanya :)

Sore ini, sayangnya Ditho pulang duluan. Padahal pengen banget gw ngomong di depan Ditho dengan senyuman penuh kemenangan, hahahaha :D
Tho, mau gw kasih tau gak? Orang yang dulu lw bilang terlalu gw manjakan, saat ini malah menjadi cermin gw untuk gak manja. Cermin yang bisa ngingetin gw kalau anak OSIS bukanlah orang yang gak pernah tumbang dan terjatuh, tapi anak OSIS bisa bangkit lebih cepat dari yang lain ketika ia jatuh terjerembab.

***
Nabila : Teh, itu beli makanan buat siapa?
Gw : Buat Project Officer  kita. Pasti belum makan tuh anak, riweuh ngurus proposal.
Nabila : Dani maksudnya?
Gw : Hehehe, siapa lagi, Bil.
Nabila : Teteh deket ya sama Dani?
Gw : Dani mah adik gw  banget, Bil.
Nabila : Adik kakak? Deuuuuh.. Jangan-jangaaan..
Gw : Jangan-jangan apa? Ada modus maksudnya? Hahahahaha. Bil, mau aku kasih tau gak? Pengalaman membuktikan bahwa kasus ke-modus-an hubungan kakak adik ketemu gede terjadi jika kakaknya laki-laki dan adiknya perempuan. Lah kalau yang ini? Kakaknya khan gw, modus dari mana, Bil? Hohoho.
Percakapan jenis itu beberapa waktu lalu sempat terjadi beberapa kali. Kocak menurut gw yang memang dekat dengan Murai-yang di Psikologi akrab disapa Dani in- sebagai seorang kakak (sebenar-benarnya kakak walaupun dulu sempet dituduh sama anak-anak cewek Rabam  penuh ke-modus-an, hahaha :P). Tapi wajarlah,  mengingat beberapa waktu lalu intensitas gw share sama memang cukup tinggi. Khususnya satu minggu ke belakang.


Tahun lalu ketika gw belum berstatus menjadi mahasiswa, setiap malam melalui YM, gw selalu berkesempatan untuk mendengar cerita orang-orang terdekat gw selama menjadi mahasiswa baru. Ujhee dan Ifan dengan UI-nya, Nisop dengan IPB-nya, Aufa dengan ITB-nya, Aii dengan Telkom-nya, Maul dengan UNJ-nya, Icha dengan Unbraw-nya, Dania dengan UGM-nya, dan T’Fia dengan Unpad-nya. Selama mendengar cerita mereka, gw kayak diajak jalan-jalan keliling Pulau Jawa. Pergi dari satu kota ke kota yang lain, dari satu kultur ke kultur lain, dan dari satu penyikapan ke penyikapan yang lain. Berbeda? Tentu saja cerita dari masing-masing tempat terbaik mereka berbeda.

Akan tetapi, ada satu benang merah yang bisa gw ambil dari cerita-cerita mereka. Di tengah euphoria menjadi seorang mahasiswa baru, ternyata momen sulit saat menghadapi masa transisi dari seorang siswa SMA menjadi mahasiswa memang ada dan sungguh nyata. Masa sulit itu tentu saja dialami dalam bentuk yang berbeda-beda. Saat mereka menceritakan momen tersebut pun, sebagian besar hanya bisa gw sikapi sebagai pendengar yang baik karena gw belum pernah ada di posisi mereka sebelumnya. Walaupun untuk beberapa kasus, ada yang ternyata bisa disikapi dengan pola pikir sederhana seorang anak SMA ;)

Sejak menyadari hal itu, dengan sombongnya gw bertekad satu hal. Kelak, kalau gw udah jadi mahasiswa, seharusnya gw bisa menyikapi masa-masa itu dengan sangat baik. Gw pernah mendengar orang-orang terdekat gw mengalami masa-masa itu dengan bentuk yang berbeda. Gw pernah tau bagaimana orang-orang terdekat gw menyikapinya. Pengetahuan gw yang lebih dulu itulah yang seharusnya bisa membuat gw menyikapi masa-masa itu dengan sangat baik, atau mungkin seharusnya tidak perlu gw hadapi.

Tapi ternyata? 
Toh, memang selalu ada masa yang tidak dapat diakselerasi.

Satu minggu ke belakang gw menghadapi masa sulit itu. Gw sempat mengalami disorientasi sebagai mahasiswa. Konyolnya, masa-masa itu tidak bisa gw hadapi dengan baik seperti yang gw perkirakan sebelumnya. Murai-yang tentunya dalam bentuk yang berbeda dan penyikapan yang berbeda-gw lihat mengalami masa-masa itu juga. Dan intensitas gw share sama Murai satu minggu kebelakang sedikit banyak membantu gw me-normal-kembali :)

Gw kira dulu gw sudah mengenal Murai cukup baik. Ternyata? Banyak hal yang baru gw ketahui tentang sharing partner gw yang satu ini. Lucu sekaligus serunya, selama sharing satu minggu kebelakang kemarin, gw dan Murai menemukan beberapa cara berkomunikasi yang unik dan aneh tapi saling dimengerti satu sama lain :D

1. Bermain Analogi.
Biasanya cara komunikasi ini keluar kalau gw dan Murai sama-sama lagi random thought (baca : galau dan abstrak :P) Beberapa contohnya, saat itu manajemen mengagumi gw yang buruk sedang kambuh. Dengan santainya seolah tanpa dosa Murai mengirimkan sebuah sms ke gw. 
Murai : Teh, kalau tidak siap terperosok lebih dalam, jangan iseng berdiri di pinggir hati seseorang.
Gw yang gak terima gitu aja dengan sms Murai, sekian menit kemudian membalas smsnya.
Gw : Kalau gitu, ya gak usah berdiri, Rai. Kalau gw duduk aja gimana, Rai? Kalau ternyata masih terperosok pun, jangan salahkan pijakan kaki gw yang gak stabil, tapi salahkan siapa suruh si pemilik hati memaksa menarik tangan terlalu kencang.
Beberapa hari kemudian, gantian Murai yang lagi abstrak. Dan gw pun mulai merangkai anologi.
Gw : Hati-hati sama yang namanya intensitas, Rai. Intensitas bisa memenangkan dan mengalahkan banyak hal. Termasuk bisa meruntuhkan tembok pertahanan.
Gw  : Rai, langit itu ada 7 tingkat. Setiap tingkatannya memliki atmosfir udara masing-masing. Dan atmosfir udara itu luas, jauh lebih luas dari yang hanya lw liat dan rasakan saat ini.
Gantian lagi Murai yang beranalogi untuk menyadarkan gw.
Murai : Teh, menurut gw Teteh hanya tinggal menunggu momennya saja.
Sebenernya masih banyak. Saking banyaknya gw lupa, hahaha :P Gw menemukan ke-seru-an tersendiri dengan komunikasi cara ini. Daripada abstrak gak jelas, dengan ini gw dan Murai bisa tetap produktif jikalau galau menghampiri :P Gw dan Murai seolah-olah saling mengadu kemampuan merangkai kata dan kemampuan beranalogi yang tentu saja berguna untuk kehidupan tulis menulis selanjutnya di Psikologi. Let's continue this way, Brother! :D

2. Komunikasi Nonverbal.
Kalau yang ini sih sebenernya udah dari dulu, hanya saja sepertinya semakin sering intensitas penggunaanya. Sampai-sampai kalau ada orang yang gak sengaja dengerin gw dan Murai lagi ngobrol, bingung kami ngobrolin apaan karena obrolannya sepotong-sepotong, hahaha :P
Retna : Teh Tuti sama Dani ngomong apaan sih?
3. Sindiran
Kalau cara yang satu ini, Murai yang hobi banget melakukannya secara tersurat. Sering banget nih anak nyindir gw di dalam forum.

Dulu pernah tuh gw diteriakin sama cewek lari-lari ke aula lantai 4 (dengan mata licik ke arah gw)Dulu juga pernah tuh, di OSIS gw dibohongin katanya minus 27 juta. Eeeh taunya jadi surplus 12 juta (masih dengan mata licik ke arah gw)

Ada juga kelakuan nih anak yang terang-terangan nyebut nama gw.
Iya tuh, liat muka si Teh Tuti tadi khan? Itu muka dia waktu ngebentak gw dulu. 
Tapi sindiran-sindiran Murai itu jujur jadi be a right sentence in the right time buat gw. Kadang sindiran-sindiran Murai beneran gw masukin dalam hati. Mikirlah gw. Kalau dulu gw bisa melakukan hal-hal gila, kenapa sekarang hal remeh aja bisa membuat gw gila? Lagi-lagi, thanks brother. Atas sindirannya yang menjadi batu pertama gw untuk kembali melek siapa saya.

Kalau gw? Sebenernya gw jarang banget  bermaksud nyindir Murai (iya khan, Rai? :P). Tapi karena adik gw yang satu ini pekanya luar biasa, jadi kadang kata-kata gw yang diniatkan sebiasa mungkin malah menjadi sebuah sindiran, bahkan tamparan (is it?)

Sampai pada puncaknya, malam itu abstraknya Murai dan gw sama-sama lagi di titik kulminasi. Di sebuah warteg di Barel, akhirnya kami memutuskan untuk menggunakan ilmu-ilmu dasar psikologi yang kami dapatkan selama PSAF dan Prosesi, brainstorming dan probing. Kesimpulannya? Sepertinya gw sama Murai sama-sama keras kepala. Satu sama lain solusi yang dianggap solutif bukan datang dari advice yang diberikan, tapi datang dari probing-probing dan sindiran-sindiran yang dilontarkan yang menuntut masing-masing untuk menemukan sendiri solusi yang yang dianggap paling solutif. Ternyata benar. Abstraknya kami berakhir keesokan harinya dengan kesimpulan yang berhasil didapatkan dari proses penyimpulan masing-masing :)

Terima kasih, Brother. Untuk membantu gw me-normal kembali minggu ini. Terima kasih juga untuk  menjadi sharing partner selama satu minggu kebelakang. Dan tentu saja, untuk menjadi sharing partner hari-hari selanjutnya.

Selanjutnya? UTS dan PDKM menanti. Kalau kata T'Cune mah, saatnya kita membadai kembali!

Me and My Brother :)

***
Marcell : Teh, dulu Dani ketua OSIS ya?
Gw : Iya Marcell. Kenapa gitu?
Marcell : Dulu Dani bagus gak jadi ketua OSIS?
Gw : Hohoho. Bagus atau enggak mah khan relatif ya, Marcell. Tapi satu yang bisa Tuti pastikan, waktu Dani jadi ketua OSIS, Dani disayang banyak orang.
Marcell : Berarti Dani bisa jadi ketua angkatan dong ya?
Gw : Hahahaha, gw mah Cuma bisa meng-amin-kan saja lah.
Sampai akhirnya pada saat penutupan Prosesi kemarin pun, nyaris dengan kemenangan suara mutlak, maba Psioklogi UI 2011 pun meng-amin-kan kata-kata Marcell :)

We will always fight, we will always win, anywhere, anytime, right? Apapun yang terjadi beberapa tahun ke depan, kakakmu ini bakal tetep jadi orang nomor satu kok buat lw. Tapi bukan orang nomor satu yang ada di belakang dan di samping lw. Bukan orang nomor satu yang ada di hati lw (ya iyalaaaaah, orang nomor satu di hati lw khan nyokap lw ya, Rai? :D). Dan bukan orang nomor satu yang akan selalu membenarkan kata-kata lw. Tapi gw bakal jadi orang nomor satu yang jadi alarm pengingat kalau ada something weird with you. Mengingatkan dengan cara baik-baik sampai dengan cara yang paling tidak menyenangkan sekalipun.

7 komentar:

Shanti mengatakan...

"terjerembab" bukan "terjembab"
"ke belakang" bukan "kebelakang"

>> maap yak kebiasaan ngedit

Annisa Dwi Astuti mengatakan...

@t'cune : wuiiih, nuhun pisan teh! i need a lot this correction :D *tuti baru aware satu hal lagi teh, kalau salah penulisan dan pengetikkan bisa ngerusak pemandangan pembaca -___-

segera diupdate teh!

Anonim mengatakan...

one of the best post by mbak tuti :D

ade tsubatsa mengatakan...

Tapi wajarlah, mengingat beberapa waktu lalu intensitas gw share sama memang cukup tinggi. Khususnya satu minggu ke belakang.

di kata "share sama" sepertinya ada yg menggantung, seharusnya ada objek yg disebutin. "tut mas ade gak tau nih mas ade yg gak ngerti apa mas ade yg sok tau?" hehehe

metallurgist mengatakan...

cerita yang menyentuh, tut :')
selamat ya buat murray, amanah utk seumur hidup hehe

Annisa Dwi Astuti mengatakan...

@rully : thanks for always reading rully :)

@mas ade : bukannya ada objek 'Murai' nya ya Mas Ade?

@rj : thanks for always reading j :) amiiin, mohon doanya ya buat Murai :D

ade subasar mengatakan...

iya harusnya ada 'murai' nya