Jumat, 14 Oktober 2011

Logpenil/Jurnal 4/Antara Kukusan dan Margonda

Kesetanan. Itu kondisi gw waktu menyelesaikan jurnal yang satu ini. Gimana gak kesetanan? Jurnal 3 lalu dan Jurnal 4 ini gw selesaikan dalam waktu satu malam. Batas minimal 500 kata yang diberikan oleh Mas Dewa gw manfaatkan dengan berlebihan menjadi lebih dari 1000 kata. Selain gw memang sedang mati-matian menjadi musuh bebuyutan prokrastinasi, kata-kata Rully hari ini menyadarkan gw motif utama yang membuat gw kesetanan kemarin. 

Mba Tuti, kapan nulis blog lagi? Tapi bukan jurnal.

Ternyata memang benar. Kemarin gw kesetanan gara-gara gw pengen tugas gw minggu ini segera selesai. Gw rindu nulis di blog gw seperti biasanyaNulis sebagai ajang katarsis gw (gaya deuh sekarang mah pake bahasa psikologi terus, hahaha :P). Bukan ngepost jurnal yang memang merupakan tugas kuliah gw. Dan setelah jurnal 4 selesai, gw bertekad judul-judul yang ada di kepala gw ini : 'Selalu Ada Tempat untuk Pulang', 'Bukan Tentang Lebih Dewasa', Tadinya dan Ternyata', 'That's My Brother', benar-benar berwujud postingan sebelum UTS gw minggu depan! *Bogor, bantuin gw kesetanan lagi ya malam ini :)

Seperti biasa, dengan sombongnya jurnal gw pasti didedikasikan untuk orang lain. Sok banget ya gw? Kayak udah indah dibaca orang aja -___- Kali ini untuk mereka. Terima kasih untuk inspirasinya :)

#Pakde Ribut. Manajer Mahalum Fakultas Psikologi UI, atas lagu karyanya yang salah satu liriknya menjadi judul dari postingan ini.
#Mereka yang tak gw sebutkan namanya di postingan ini, atas waktu yang pernah disishkan untuk gw guna mengenal kampus ini.
#Dan untuk adik kecil gw, atas kesadaran untuk tidak membuat cerita tentang wilayah kostan di daerah Salemba, dengan harapan kau yang akan menulisnya di blogmu tahun ini :)

***
Antara Kukusan dan Margonda

Layakanya perguruan tinggi pada umumnya dengan jumlah mahasiswanya yang mayoritas memutuskan tinggal jauh dari orangtuanya selama menempuh pendidikan tinggi, Universitas Indonesia pun memiliki beberapa kawasan khusus yang lazim dihuni mahasiswa yang memilih menjadi anak kost. Mengingat jumlah mahasiswa yang tidak sedikit, Universitas Indonesia pun memiliki beberapa kawasan kostan di beberapa tempat terpisah baik di dalam maupun di luar kawasan kampus.

Kawasan kostan tersebut memiliki ciri khas masing-masing, baik dari fakultas asal mahasiswa yang menghuninya, perbedaan harga kostan, jarak dan waktu tempuh dari beberapa fakultas yang ada, sampai atmosfir di lingkungan kostan itu sendiri. Beberapa kawasan kostan yang lazim dihuni oleh mahasiswa Universitas Indonesia yang berada di Depok antara lain,  Kukusan Teknik (Kutek), Kukusan Kelurahan (Kukel), Pondok Cina (Pocin), Balik Rel (Barel), dan Kober. Di tiga bulan pertama saya menjadi mahasiswa, saya beruntung berkesempatan untuk mengunjungi satu per satu kawasan kostan tersebut.

Perjalanan menjelajahi kawasan-kawasan kostan tersebut dilakukan di waktu yang tidak bersamaan. Anggaplah Universitas Indonesia yang berada di Depok ini memiliki denah yang menyerupai huruf ‘P’. Saya akan memulai perjalanan di titik paling ujung kiri atas huruf ‘P’, yaitu pertemuan antara garis lurus dan setengah lingkaran yang membentuknya. Titik tersebut merupakan sebuah kawasan yang bernama Kukusan Teknik atau yang  akrab disebut Kutek. Kutek terletak di seberang Fakultas Teknik  Universitas Indonesia. Dengan letak yang begitu dekat dengan Fakultas Teknik, yang kemudian disebut sebagai FT, hal yang sangat wajar jika penghuni kostan ini didominasi oleh mahasiswa FT. Selain itu, tidak sedikit mahasiswa yang fakultasnya bertetangga dengan FT, seperti Fakultas Ekonomi (FE), Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) memilih Kutek sebagai tempat kostnya. Bahkan, mahasiswa yang letak fakultasnya sesungguhnya berada cukup jauh dari dari FT pun, seperti Fakultas Psikologi (FPsi), tidak sedikit yang memilih Kutek sebagai tempat kostan.

Berdsarkan informasi dari beberapa teman yang memilih kostan di Kutek, Kutek memang memiliki daya tarik tersendiri bagi beberapa mahasiswa bahkan yang fakultasnya cukup jauh sekalipun. Salah satu diantara daya tarik tersebut adalah range harga kostan yang bervariasi. Prinsip pada umumnya, semakin jauh dari gerbang Kutek semakin murah harganya. Mulai dari harga yang paling miring dengan fasiltas kostan yang seadanya kisaran 250 ribu sampai harga yang relatif tinggi dengan fasiltas super lengkap kisaran satu koma sekian juta rupiah ada di Kutek. Selain itu, suasana Kutek yang selalu ramai bahkan ketika sudah larut malam pun menjadi pertimbangan tersendiri bagi mahasiswa untuk memilih kostan di kawasan Kutek. Salah satu faktor yang menyebabkan masih ramainya Kutek di larut malam disebabkan masih banyaknya mahasiswa FT yang beraktivitas di malam hari, khususnya untuk menggunakan internet gratis dengan memanfaatkan hotspot di fakultasnya yang memang aktif selama 24 jam. Hal tersebutlah yang menjadi nilai plus tersendiri bagi mahasiswa, khususnya mahasiswi, untuk memilih kostan di sini dengan harapan jikalau kegiatan kampus memaksanya pulang larut malam, kostan tempat ia pulang akan selalu ramai.

Dari Kutek, kita mencoba menyusuri garis lurus yang ada  dalam huruf P. Setelah melewati jalan yang kanan kirinya masih difungsikan sebagai hutan kota, beberapa lama kemudian kita akan sampai di Gymnasium Universitas Indonesia. Tak jauh dari Gymansium, terdapat sebuah jalan masuk yang kanan kirinya dikawal oleh pepohonan tinggi dan besar menuju ke kawasan  Kukusan Kelurahan atau yang biasa disebut Kukel. Secara langsung, saya belum pernah benar-benar masuk ke kawasan ini. Menurut informasi yang diberikan oleh teman yang memilih Kukel sebagi tempat kostnya, mahasiswa yang biasa menghuni kawasan ini berasal dari FMIPA, FT, dan Politeknik.

Sama seperti Kutek, tidak jarang penghuni Kukel pun berasal dari mashasiswa yang asal fakultasnya cukup jauh dengan lokasi Kukel itu sendiri, salah satunya Fakultas Psikologi. Namun, mahasiswa yang memilih Kukel sebagai tempat kostannya padahal lokasi fakultasnya cukup jauh, rata-rata memang memiliki kendaraan pribadi. Kalau tidak, mahasiswa tersebut memang membutuhkan waktu yang cukup lama menggunakan Bikun untuk sampai di fakultasnya.  Walaupun masuk ke kawasan ini memang agak gelap karena berada di daerah yang masih dirimbuni pepohonan, kawasan Kukel masih dikatakan aman bagi mahasiswa. Range harganya pun masih tergolong murah dan tidak jauh berbeda dengan Kutek.

Setelah menyusuri garis lurus ke arah selatan pada huruf P, kali ini saya berbalik  arah menysusuri garis lurus tersebut ke arah utara. Setelah beberapa lama menyusuri jalan, saya akan bertemu dengan satu dari dua stasiun yang melalui Universitas Indonesia, yaitu Stasiun Pondok Cina. Di belakang kawasan stasiun ini, terdapat sebuah kawasan kostan yang namanya diambil sesuai dengan nama stasiun itu sendiri, yaitu Pondok Cina atau yang lazim disebut Pocin. Banyak mahasiswa yang berasal dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM), Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK) dan FMIPA yang memilih tempat kostan di kawasan ini karena jarak antara Pocin dan fakultas-fakultas tersebut dapat ditempuh dengan jalan kaki. Harga kostan di kawasan ini dapat dikategorikan relative tinggi. Walaupun begitu, kostan di kawasan Pocin masih tetap murah jika dibandingkan dengan kawasan Barel dan Kober.

Di dekat  kawasan Pocin pun terkenal sebuah gang yang bernama Gang Senggol atau yang biasa disingkat Gangseng. Seperti umumnya sebuah gang, gang ini merupakan sebuah jalan setapak yang cukup sempit yang letaknya di sekitar FKM. Di dalam gang ini terdapat beberapa kostan yang cukup diminati karena akses ke Sstasiun Pocin dan Jalan Raya Margonda yang relatif mudah. Selain itu, di dalam gang ini pun terdapat beberapa warteg dan jajanan yang lumayan murah bagi mahasiswa.

Hanya beberapa meter tak jauh dari Stasiun Pocin dan beberapa meter ke depan tidak jauh dari Gerbang Utama UI,  saya sampai di sebuah stasiun yang juga melewati Universitas Indonesia. Satsiun tersebut diberi nama Stasiun Universitas Indonesia atau yang akrab disebut Stasiun UI. Layaknya sebuah stasiun yang identik dekat dengan pasar sebagi pusat keramaian, begitu juga yang terjadi dengan Satsiun UI. Walaupun bukan berbentuk pasar, toko-toko yang berada di kanan, kiri, depan, dan belakang stasiun ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para mahasiswa. Bak sebuah toko serba ada, mulai dari fotokopian, rental, warnet, toko buku bekas, alat tulis, pernak pernik kebutuhan perkuliahan, warteg, sampai jajanan ada di Stasiun UI.

Seolah menambah kelengkapan yang telah tersedia di Stasiun UI, dibelakang Stasiun UI ada sebuah kawasan kostan yang juga menjadi favorit mahasiswa UI. Sesuai dengan namanya, Barel yang merupakan kependekan dari Balik Rel benar-benar terletak di belakang rel kereta api antara Stasiun Pocin dan Stasiun UI.  Kisaran harga kostan di daerah ini bervariasi, walaupun ada juga yang mengatakan relatif cukup tinggi. Kawasan ini dihuni oleh mahasiswa yang letak fakultasnya berada tidak jauh dari Gerbang Utama UI, seperti Fakultas Hukum (FH), FISIP, dan Fpsi. Walaupun begitu, ada juga mahasiswa yang berasal dari FT dan FMIPA yang memilih kostan di kawasan ini.

Masih di kawasan Barel dan sudah keluar kawasan kampus UI, jika saya menarik garis lurus dari Stasiun UI menyusuri sebuah gang yang bernama Gang Sawo, saya akan sampai di sebuah jalan raya besar di Kota Depok yang bernama Jalan Raya Margonda.  Di sebrang Gang Sawo, yang berarti menyebrangi Jalan Raya Margonda, masih ada sebuah kawasan kostan yang menjadi alternatif pilihan mahasiswa UI sebagai tempat kostnya. Kawasan tersebut berada di sebuah gang yang namanya dipakai untuk menyebut kawasan tersebut, yaitu Kober. Kober dalam bahasa betawi berarti Kuburan. Kawasan kostan yang memang sampai saat ini masih ada kuburannya memiliki kisaran harga yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan kawasan-kawasan kost lainnya. Hal tersebut disebabkan letak kawasan ini dekat dengan peradaban. Selain dekat dengan Stasiun UI, Kober berada di Jalan Raya Margonda yang di sepanjang jalannya terkenal dengan wisata kuliner dan dua pusat perbelanjaan terkemuka di Kota Depok, yaitu Depok Town Square (Detos) dan Margo City yang saling bersebrangan. Walaupun harganya dikatakan relatif tinggi, jika mau mencari ternyata masih ada kostan yang range harganya tidak berbeda jauh dengan yang berada di kawasan Kutek dan Kukel.

Adapun daya tarik Kober sebagai kawasan kostan yang dekat dengan peradaban, tidak serta merta membuat kawasan ini menjadi kawasan kostan favorit. Letaknya yang harus dijangkau dengan menyebrangi Jalan Raya Margonda yang dikenal dengan lebar jalan yang cukup besar ditambah kecepatan kendaraan yang melintasi jalan tersebut cukup mengerikan dan mampu membuat siapa saja yang yang hendak menyebranginya tak jarang harus menahan nafas, membuat beberapa mahasiswa berpikir dua kali untuk memilih kostan di daerah ini. Tidak jauh berbeda dengan Barel, kawasan Kober dihuni oleh mahasiswa yang fakultasnya berada tidak jauh dengan Gerbatama UI, seperti FH, FISIP, dan FPsi.

Tiap-tiap kawasan tersebut memiliki cerita tersendiri bagi saya. Di kawasan-kawasan yang terletak antara Kukusan dan Margonda itu pun, saya pernah menghabiskan waktu bersama dengan orang-orang terdekat saya. Saya pertama kali mengenal Kutek dari seorang sahabat sejak dulu yang saat ini tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Teknik Departemen Metalurgi angkatan 2010. Saat itu, ia berbaik hati mengantarkan saya untuk mencari kostan di daerah Kutek mengingat sahabat-sahabat saya lainnya yang satu tahun lebih dahulu tercatat menjadi mahasiswa UI memang memilih Kutek sebagai tempat kostnya. Sampai pada akhirnya saya tidak memilih Kutek sebagai tempat kost saya dengan berbagai pertimbangan, saya tetap sering mengunjungi Kutek beberapa minggu ke belakang. Akan tetapi, kali ini saya mengunjungi Kutek dengan seorang sahabat baru. Seorang mojang asal Bandung yang saat ini, bersama saya, tercatat sebagai mahasiswi Fakultas Psikologi angkatan 2011.  Sahabat baru yang handal bermain biola ini, tak jarang mempersilahkan saya berkunjung dan menginap ke kostannya yang berada di Kutek untuk mengerjakan tugas bersama, belajar bersama untuk menghadapi kuis, atau hanya untuk sekedar melepas penat.

Adapun untuk Kukel, sesungguhnya saya pernah nyaris mengunjungi beberapa waktu yang lalu. Sayangnya saat itu hari sudah malam. Saya yang berjalan sendirian menuju Kukel memilih berbalik arah dan memutuskan untuk pulang setelah disadarkan bahwa rimbunnya pepohonan di sepanjang perjalanan menuju Kukel dan penerangan yang tidak memadai menjadi kondisi yang cukup membahayakan untuk melanjutkan perjalanan.

Berbeda di Kukel, berbeda pula di Pocin. Kawasan Pocin saya telusuri dengan seorang kakak yang berstatus calon apoteker lulusan Farmasi UI. Saat itu, ia menawarkan diri untuk memperkenalkan UI kepada saya pasca diterimanya saya menjadi mahasiswa di sini. Di sela-sela mengelilingi UI, saya menemani kakak yang tengah menunggu wisudanya tersebut untuk mencari kostan di kawasan Pocin. Kostan tersebut kelak akan dihuninya saat mengambil S2 Profesi untuk memperoleh gelar apotekernya.

Tak jauh dari Pocin, Barel pun menanti. Di salah satu wartegnya, saya pernah menghabiskan waktu dengan seorang adik. Kami melakukan brainstorming bersama tentang beberapa masalah yang tengah kami hadapi beberapa hari belakangan ini. Bersama calon psikolog yang kelak akan menjadikan Istana Merdeka menjadi kliniknya ini, saya menyelesaikan masalah dengan cara yang sedikit berbeda. Bukan dengan pemberian saran-saran yang solutif, melainkan dengan sebuah pertanyaan-pertanyaan dan beberapa sindirian yang membuat kami terus berpikir untuk bisa menemukan solusi terbaik sendiri.

Setelah menelusuri Barel, saya pun menyebrangi Jalan Margonda. Kober pun menjadi tujuan terakhir saya. Kober merupakan tempat kostan saya saat ini. Banyak waktu yang telah saya habiskan di kawasan ini dan tentu masih akan saya habiskan beberapa tahun ke depan.

Kurang lebih selama empat tahun ke depan, hidup saya tidak akan jauh dari lingkaran antara Kukusan dan Margonda bersama para penghuni di dalamnya. Saya pribadi berharap kelak mampu mengguratkan pena untuk mengukir cerita-cerita mereka. Cerita perjuangan orang-orang yang siap mendunia, yang bermula dari sepetak kecil ruangan kamarnya antara Kukusan dan Margonda.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

ga sengaja bisa masuk ke blog ini.. baca isinya ad kata2 yg menggugah, di paragraf terakhir " Cerita perjuangan orang-orang yang siap mendunia, yang bermula dari sepetak kecil ruangan kamarnya antara Kukusan dan Margonda." dan bener mba saya ud mengalaminya... 4 tahun 9 bulan saya kost dengan berganti2 kostan sebanyak 5 kali dari awal di kutek 3 x, margonda 1x dan kukel 1x tempat persinggahan saya terakhir,, uda bnyak bermacam2 orang2 teman penghuni kost dan teman kampus saya yang sekarang sudah menapaki dunianya masing2 bahkan ad yg mendunia mba.. hehe agak lebay sih.. tapi itulah kenyataannya... salam kenal saya teknik 06.. ud lulus 2 setengah tahun yg lalu.. dan terdampar di pulau sumatera sekarang... jadi pingin nangis gara2 baca tulisan mbanya.. inget perjuangan saya dan temen2 saya pas kuliah dulu..

Annisa Dwi Astuti mengatakan...

@anonim : salam kenal kakak satu almamater :D waaah, terima kasih ya kak sudah berkunjung :)iyaa kak, saya juga menulis ini terinspirasi dari teman teman saya. mohon doa kami bisa mengikuti jejak kakak dan teman teman untuk bis amenjejak banyak tempat yaa kak :D