Surat ini untuk Anda.
Anda yang mungkin tidak akan pernah membaca surat ini karena tak sedikitpun memiliki atensi.
Anda yang entah kapan mulai menjadi signifikan.
Anda yang awalnya dianggap tepat.
Kehadiran dan keberadaannya.
Gw datang dengan membawa cerita lama.
Kompleksitas dengan nama yang baru diketahui di kemudian hari.
Dalam keadaan melarikan diri.
Gw mencari janji pengharapan yang baru.
Janji untuk sembuh dari cerita di masa lalu.
Saat itu, Anda datang.
Datang dengan segala bentuk konspirasi alam yang menyertainya.
Tanpa ada unsur kesengajaan.
Tanpa alur cerita yang direncanakan.
Anda datang, dengan janji pertemanan yang manis.
Atau mungkin, gw yang menganggap itu sebuah janji yang manis.
Semua begitu cepat.
Seperti biasa, intensitas pun meruntuhkan banyak hal.
Kesamaan-kesamaan itu bermunculan.
Atau gw yang sengaja menyama-nyamakan?
Kebiasaan-kebiasaan itu berdatangan.
Atau gw yang sengaja membuat itu terbiasa?
Kesempatan itu datang silih berganti.
Atau gw yang sengaja membuat kesempatan?
Gw nyaman.
Berada dalam pengertian yang sama.
Pemahaman yang tak jauh berbeda.
Dalam keadaan Anda yang apa adanya.
Dan berharap Anda pun menerima gw apa adanya.
Tapi begitulah intensitas.
Gw gak pernah benar-benar bisa berteman baik dengannya.
Ia pun meruntuhkan tembok pertahanan.
Kejahatan silaturahmi pun, perlahan tapi pasti, mulai menggerogoti gw.
Gw jahat.
Memiliki prasangka yang tidak-tidak kepada Anda.
Hanya karena Anda baik kepada semua orang.
Karena gw pencemburu.
Gw hanya ingin kebaikan itu ditujukan untuk gw seorang.
Gw jahat.
Gw bilang gw orang yang benci ketika tali silaturahmi harus terputus entah alasan apapun.
Tapi apa?
Gw memalingkan muka atas apa yang gw lihat.
Melihat Anda begitu baik ramah kepada banyak orang.
Tapi begitu panas terasa di mata gw.
Gw jahat.
Gw sering sengaja bercerita tentang orang di masa lalu.
Langsung di hadapan Anda.
Dengan satu harapan.
Raut wajah Anda berubah.
Sungguh.
Gw berharap ada sedikit saja denting kekecewaan di wajah Anda.
Tapi ternyata?
Anda begitu sempurna mempertahankan ekspresi wajah Anda.
Dan bagi gw itu bumerang.
Gw yang kecewa melihatnya.
Anda tahu apa yang paling jahat?
Gw pernah berharap.
Anda berkenan menjadi obat dari kompleksitas gw.
Menyembuhkan kesakitan gw.
Sampai akhirnya gw sadar.
Gw begitu jahat.
Gw hanya menjadikan Anda bayang-bayang atas orang di masa lalu.
Atas segala kemiripannya.
Atau gw yang sengaja memirip-miripkannya?
Atas segala kesamaannya.
Atau gw yang sengaja membuatnya terlihat sama?
Gw jahat.
Karena kepada Anda gw berharap lebih.
Kepada Anda gw berlari.
Tapi Anda mau tahu lagi?
Bukan hanya gw saja yang jahat.
Tapi Anda.
Anda juga sama jahatnya!
Mengapa ketika gw mulai merasa segala sikap tak sesuai pada tempatnya.
Saat gw tahu ada yang harus dibenahi.
Perkataan Anda membuat gw berpikir ulang untuk membenahi diri?
Kenapa?
Kenapa Anda begitu jahat?!
Kenapa Anda harus memperlakukan gw berbeda.
Anda tahu?
Diperlakukan berbeda itu menyesakkan.
Apalagi kalau itu hanya perasaan gw saja.
Hanya halusinasi gw saja.
Gw boleh jujur kepada Anda?
Gw lelah.
Gw lelah berharap.
Gw lelah cemburu.
Gw lelah tidak ditatap sewajarnya.
Gw lelah memalingkan muka ketika anda berbaik hati kepada orang lain.
Gw lelah diperlakukan berbeda.
Gw lelah karena gw tahu.
Lelah ini akan berakhir sia-sia.
Dan kini, gw memilih mundur.
Gw memilih kembali kepada kompleksitas di masa lalu.
Anda tahu?
Saat ini, kembali pada masa lalu jauh lebih menyenangkan bagi gw.
Masa lalu memang memang tak memberi pengharapan yang pasti.
Bahkan jaraknya yang jauh, tak sungkan bisa menguliti kembali luka yang telah lama tertutup akibat kehadiran Anda.
Tapi masa lalu memberikan janji pengharapan yang jelas buat gw.
Sejelas linearina yang tak pernah absen mengisi ruang-ruang kosong di tengah rimbunnya hutan.
Tidak seperti Anda.
Anda begitu dekat.
Sangat dekat.
Tapi Anda hanya sebuah kabut.
Begitu setia mengelilingi gw.
Hawa dingin Anda dekat dengan kulit gw.
Menyelimuti gw.
Tapi Anda tetap hanyalah sebuah kabut.
Mengaburkan pandangan gw.
Ada.
Nyata.
Tapi tak pernah bisa digenggam.
Gw pamit.
Mundur.
Mengambil tikungan di persimpangan.
Kembali mengejar mimpi besar gw.
Mimpi besar yang sempat teralihkan karena keberadaan Anda.
Anda pun punya mimpi bukan?
Semoga cita, dan cinta, Anda tak harus berakhir seperti gw.
Sampai jumpa.
Anda tahu?
Seseorang pernah mengajarkan gw untuk tidak pernah memutuskan tali silaturahmi.
Apapun alasannya.
Nama Anda yang saat ini masuk dalam daftar doa setelah shalat.
Semoga mampu merepresentasikan hal itu.
Walaupun entah kapan, semoga lingkaran kita bersinggungan lagi.
Tentu saja, tanpa pengharapan yang menyertainya.
Selamat memantaskan diri dengan mimpi dan prestasi.
Berharap doa yang sama pun tak sungkan dikirimkan kembali.
Anda tahu?
Seorang adik berkata kepada gw.
Dia tercengang atas perubahan sikap gw.
Sikap gw yang mengalami regeresi.
Seperti anak kecil.
Sikap yang begitu mahal untuk gw bagi kepada orang lain.
Adik ini pula yang sejak awal mengingatkan untuk tidak berdiri di pinggir jurang.
Sayangnya, saat itu gw menganggap dia terlalu kecil untuk memperingatkan gw.
Yang pada akhirnya membuat gw tidak mengindahkannya.
Tapi sekarang?
Semoga cengkraman kaki dan tangan gw cukup kuat untuk terus merangkak naik ke atas.
Apakah Anda tahu juga?
Hanya beberapa orang yang sanggup membuat gw mengalami regresi.
Hanya beberapa orang yang sanggup membuat sorot mata gw meredup.
Dan saat ini, Anda masuk di dalam salah satu daftarnya.
Satu hal yang gw syukuri dari keputusan ini.
Sorot mata gw bisa kembali seperti sedia kala.
Ah ya, gw rasa Anda memang tidak akan pernah tahu hal-hal itu.
Karena Anda memang tak memiliki atensi.
Terima kasih untuk banyak hal.
Terutama penjagaan Anda selama ini.
Sayangnya, gw sedang tidak ingin minta maaf untuk sebagian hal lainnya.
Untuk Anda yang (awalnya) dianggap tepat.
Untuk pertama kali gw memberanikan diri untuk bilang.
Gw menyayangi Anda.
Tapi kini, dalam bentuk yang berbeda.
Universal, bukan partikular.