Sabtu, 05 Juli 2014

Karena Kita Selalu Bisa Memilih

Bos, udah baca buku Tere Liye terbaru?
Seorang teman bertanya beberapa minggu yang lalu. Saat pertanyaan itu diajukan, gw belum satu pun menyentuh buku karya Bang Tere lagi. Sengaja menghindar. Memilih membaca buku yang lain. Buku yang lebih realistis.

Gw muak.

Gw tumbuh di lingkungan yang begitu baik. Lingkungan yang mengajarkan nilai-nilai yang baik. Dikelilingi orang-orang yang selalu  percaya bahwa gw selalu bisa melakukan hal-hal yang baik. Begitu juga buku. Gw tumbuh bersama buku-buku yang mengajarkan pemahaman-pemahaman yang baik. Menunjukkan bahwa hidup ini indah. Sekalinya tidak baik baik saja pun, kita selalu bisa melihat celah keindahannya. Buku-buku yang menunjukkan bahwa semua orang baik. Sekalinya tidak, mungkin hanya caranya yang berbeda yang belum bisa kita terima. Atau karena kita tidak tahu alasannya dan belum bertanya. Gw tumbuh berama buku-buku Mizan, Ahmad Fuadi, Dhonny Dhirgantoro, Andrea Hirata, Dewi Lestari, juga tentu saja, buku-buku Bang Tere Liye.

Setelahnya, gw pun menjelma menjadi orang-yang-katanya-selalu bisa positif thinking. Di tengah banyak kejadian yang bisa membuat lw merutuki diri lw sendiri, gw dianggap bisa mengambil hikmah. Di tengah banyak orang yang berkonflik, gw dianggap bisa menengahinya. Atau ketika gw bersitegang dengan orang lain, gw dianggap selalu bisa mengalah.

Tentu saja. Karena buat gw, semua kejadian ada hikmahnya. Kalaupun tidak, kita yang belum bisa menemukan celah keindahannya. Karena buat gw, setiap orang baik. Kalaupun tidak, mungkin hanya caranya saja yang berbeda dan belum bisa kita terima. Atau karena kita tidak tahu alasan dibalik apa yang ia lakukan. Dan kita cenderung menimbun prasangka, dibandingkan bertanya.

Tapi gw mulai jengah. 

Hei, bukankah gw terlalu naif memandang hidup? Ternyata hidup tidak selalu indah bukan? Bagaimana pun gw berjuang mencari celah keindahannya. Ternyata tidak semua orang baik bukan? Bagaimanapun gw sudah berjuang untuk memahami, bertanya, dan membuang jauh-jauh prasangka.

Untuk banyak cerita yang harus gw dengar belakangan, untuk banyak kejadian yang pernah gw alami belakangan, semuanya pelan-pelan meruntuhkan pemahaman.

Tidak semua orang baik, ternyata. Hidup tidak seindah itu, pada akhirnya. 

Anggaplah semua cerita dan kejadian itu adalah air. Air tersebut dituangkan ke teko. Air tersebut dituang terus menerus memenuhi ruang yang kosong. Biasanya air tersebut langsung dituangkan ke gelas gelas kecil. untuk menghindari tekonya terlalu penuh. Masalahnya, kapasitas tekonya segitu segitu saja. Tekonya tidak berubah. Sampai tiba masanya aliran air tersebut dituang ke teko terus menerus, memenuhi teko dengan kecepatan dan volume yang tak terbayangkan, tanpa ampun.

Kapasitas teko segitu-segitu saja. Aliran airnya berubah lebih besar. Teko tak kuat menampungnya.

Airnya tumpah ruah. Tumpah dengan berbagai kesedihan. Berbagai kekecewaan. Kepada banyak hal. Kepada banyak orang. Yang lebih menyebalkan, kepada diri sendiri. Kamu pernah menangis? Saya pernah. Setiap malam dalam sebulan penuh.

Diputuskanlah corong yang biasa digunakan untuk mengalirkan air untuk ditutup. Demi menahan kebocorannya lebih besar. Khawatir merugikan orang lain. Membuat orang lain terpeleset. Lalu karena banyak hal yang menyedihkan dan mengecewakan yang terjadi, pemahaman pemahaman selama ini dianggap kadaluarsa? Lalu menyerah dan menganggap hidup ini menyedihkan dan mengecewakan semua? Beruntung pernah diajarkan keras kepala, untuk tidak pernah menyerah.

Tapi mungkin itu yang dikatakan para psikolog untuk tidak membuat keputusan dalam keadaan sedih dan kecewa. Karena keputusannya akan menjadi konyol. Padahal, ada keputusan yang lebih baik yang bisa dibuat dibandingkan menutup corongnya, ternyata.

Perbesar tekonya. Perbesar kapasitasnya. Juga menambah ruang pemahaman di tekonya, bahwa its okay that life is not always good. Its okay that people not always good. Juga tentu saja, its okay that you ever make mistake. Selama kita belajar darinya. Selama kita tidak mengulanginya.

Banyak kesedihan dan kekecewaan ini mengubah banyak hal. Mengubah gw. Tapi satu hal yang begitu disyukuri, di tengah banyak kekecewaan dan kesedihan, gw masih punya iman.

Allah masih sayang kepada gw, selalu. 

Ada dua orang yang setiap gw mendengar ceritanya dan gw tatap matanya, selalu membuat gw bergumam dalam hati. Mengingatkan diri sendiri. Kalau kata Queen Elsa,  Be a good girl you always have to be, Tut. They always do the same thing.


Setelah ini, hidup bisa berjalan baik baik saja ataupun tidak. Orang bisa bersikap baik ataupun tidak. Tapi seperti pemilihan Capres-Cawapres, kita selalu bisa memilih bukan? Untuk berada di sudut yang mana. Untuk bertahan di pemahaman yang mana.

Baiklah. Mari menulis lagi. Dengan pemahaman lama, tapi dengan pengetahuan baru. Bahwa kau selalu bisa mengubah tekonya, memperbesar kapasitasnya, dan memodifikasi bentuknya. Tentu saja tidak mudah. Ayat Al-Quran sebelah mana yang menjanjikan hidup ini selalu indah, Tut? Mungkin fakta ini yang kamu lupakan.
Bro, gw udah baca buku Amelia. Inti ceritanya, tentang anak bungsu yang paling kuat. Anak bungsu paling tangguh di keluarganya, untuk tetap mengambil hikmah dan bertahan dengan pemahaman-pemahaman yang baik. Bahkan di saat semua tiba tiba tampak  gelap untuknya.

6 komentar:

Anonim mengatakan...

Welcome back, Tuti! I did not know what was the behind-story that put you into considering closing this blog, but I guess this posting pretty much explains everything. All I can say is, congrats! You've been passed through an important phase in life, an acknowledgement that life doesn't owe you every good thing in silver platter. In fact, life has never owed us anything at all. Its our lifetime mission to earn what we deserve to have, and give back to life itself. I am so sorry if I turn out acting like Mr. Know-It-All, I am just expressing how happy I am to have my daily dosage of humanity back. Thank you, Tuti! And may you always grow kind-er and wiser, like you always are. Regards,

Annisa Dwi Astuti mengatakan...

Anonim : Bahwa Tuti keras kepala dan tidak mau menyerah untuk menutup Blog ini lebih lama, terima kasih telah mengajarkannya A :)

Anonim mengatakan...

iya banget teh :")

Anonim mengatakan...

Haiii tutiii, msh inget q Emi? Udh mulai sibuk nih, jd kdg gk punya wktu buat bc blog kmu, padahal q sll inget pas gak ada bacaan, q sll bc blogmu..

Anonim mengatakan...

Sampe q aja udh lupa sm blogku. Hehe. Kamu skrg sibuk apa tut?

Annisa Dwi Astuti mengatakan...

@ Emi : Halo emi :) Alhamdulilah tuti masih inget kok. Makasih masih menyempatkan berkunjung yaa. Tuti lagi persiapan untuk skripsi. Mohon doanya ya emi :)