Jumat, 26 Agustus 2011

Penjahat Akademis


Istilah itu diperkenalkan pertama kali oleh kakak-kakak feedbackers gw di evaluasi hari pertama PSAF. Istilah tersebut, kalau kata Tompi mah,  menghujam jantungku ketika pertama kali dikeluarkan. Kenapa? Kalimat kalimat itu menyentuh titik terlemah gw di bidang tulis menulis.

Berawal dari tugas untuk membuat sebuah essay argumentatif maksimal dua halaman yang diberikan oleh kakak-kakak feedbackers saat briefing pertama PSAF. Essay tersebut harus dibawa oleh kami saat hari pertama PSAF. Sok-sokan karena judulnya ‘essay argumentatif’ yang berarti suka-suka pendapat gw dan bermodalkan kesombongan ‘udah biasa nulis di blog panjang-panjang, masa dua halaman aja gak bisa?!’ gw pun mulai menulis.

Alhasil? Benar saja. Dalam waktu kurang dari setengah jam jari-jari gw dengan lincah menari-nari di atas laptop dan essay gw pun selesai. Gw pun langsung mengumpulkan essay gw ke ketua kelompok gw.

Hidup gw masih aman dan tentram sampai akhirnya datang evaluasi hari itu. Evaluasi hari itu dibuka dengan topik plagiarisme. Gw masih santai saja karena gw merasa gw gak melakukan plagiat dalam bentuk apapun. Bahkan ketika kakak-kakak feedbackers membahas tentang banyak yang mengutip tanpa menulis sumber kutipannya pun gw masih melenggang santai. Toh gw gak mengutip perkataan orang satu pun, jadi wajarlah gw tidak menulis sumber kutipan.

Sampai akhirnya datang istilah Daftar Pustaka. Jegeeeeeeeeeeer. Gw benar-benar baru tau kalau Kutipan dan Daftar Pustaka dalam sebuah essay adalah sebuah kesatuan yang membedakan seorang pembuat essay melakukan plagiat atau tidak. Selain karena gw benar-benar baru tau, membuat daftar pustaka selain yang bersumber dari buku merupakan kelemahan gw, gw pun dengan santainya tidak membuat daftar pustaka. 
Kakak Feedbacker : Kalian bisa dianggap melakukan kejahatan besar, Dek. Kalian bisa disebut Penjahat Akademis!
Kali ini, walaupun ditujukkannya untuk satu angkatan, gw jadi ngerasa kalimat itu cuma buat gw doang, heu. Kerasa banget. Kerasa banget kakak-kakak feedbackers menekankan bahwa plagiarisme adalah sebuah kejahatan besar. Mengutip, mengambil, dan mencantumkan pendapat, kalimat, dan hasil karya orang lain tanpa menyebutkan sumber aslinya tidak masuk daftar toleransi dalam proses pembelajaran di pendidikan tinggi.

Terbukti sudah. Ketika essay dibagikan nilai gw 45. Sedih loh gw :(  Selain karena hal remeh temeh seperti salah nulis, kesalahan fatalnya ya memang benar-benar karena gw tidak membuat daftar pustaka. Sejak saat itu, gw bertekad pengen bisa bikin essay yang berkualitas. Berkualitas dari segi isi maupun kaidah penulisan.

Tapi setiap tekad yang dicanangkan memang ada konsekuensinya. Malamnya, gw membuat essay lagi untuk dikumpulkan keesokan harinya. Tidak seperti essay sebelumnya yang mampu gw buat dalam waktu singkat, essay kali ini gw buat dalam waktu yang cukup lama. Dua jam. Itu pun hanya berisi satu setengah halaman.

Tapi hasilnya? Sebanding. Nilai gw naik signifikan menjadi 80. Alhamdulilah :)

Sejak evaluasi itu, I have a passion in good writing. Lebih jauh lagi, gw gak mau jadi penjahat akademis!

Terima kasih kakak-kakak feedbackers untuk evaluasinya. Evaluasinya mengingatkan saya bahwa butuh kemampuan dan ketrampilan lebih untuk bisa menceklis mimpi nomor 75 saya :)

***

.:Cerita Tambahan:.

Evaluasi Akhir PSAF 2011

Feedbackers kecewa. Kecewa dengan angkatan gw yang gagal menyelesaikan tugas angkatan. Lebih fatal lagi, kecewa karena angkatan gw yang kehilangan rasa memiliki. Feedbackers keluar aula. Meninggalkan derap langkah sepatu fantopel dan hak tingginya. Suara sepatu yang amat familiar gw dengar. Walaupun kasus saat itu, bukan 4 orang, tapi 13 orang.

Aula lengang. Murai berdiri dan mulai angkat bicara. Gw berada di jarak yang tidak terlalu jauh dari Murai, tapi gw gak bisa mendengar apa yang Murai katakan. Bukan. Bukan karena suara Murai yang pelan. Bahkan sampai saat ini, yang gw tau,  suara Murai salah satu dari sedikit suara yang mampu mendiamkan angkatan. Di telinga gw, suara Murai kalah sama suara tangisan gw.

Yap. Gw menangis. Awalnya, gw menangis tanpa alasan yang gw sendiri gak tau. Hanya berkaca-kaca. Lama-lama membasahi slayer biru muda gw. Beberapa detik kemudian gw terpaksa melepas slayer biru gw dan mengalihfungsikannya sebagai saputangan karena pandangan gw mulai buram ditutupi air mata.

Sosok di depan gw. Intonasi jeda berbicarnya. Derap langkahnya. Keheningan saat mereka masuk.  Sosok di sekeliling gw. Segala bentuk simulasi, evaluasi, dan esensi. Mengapa begitu mirip? Sial! Gw rindu.

Badan gw mulai berguncang. Perhatian kelompok gw pun tertuju pada gw. Mereka mulai menenangkan gw. Mengusap-ngusap pundak gw dan bertanya. 
Yuli : Tuti kenapa nangis?
Gw : Tuti kangen.. Tuti kangen OSIS SMA Tuti…
Seolah mengerti gw gak bisa bercerita lebih lanjut. Satu persatu temen sekelompok gw mulai memeluk gw. Mencoba menenangkan. Tangis gw malah makin deras. Bukan. Bukan karena gw makin rindu. Kali ini gw malah merasa bersalah. Kesadaran itu muncul perlahan. Ketika mungkin mereka yang memeluk gw menjalaninya dengan sepenuh hati, gw malah baru menyadari bahwa hati gw gak ada di PSAF selama dua hari kemarin.

Bada Magrib. Gw mulai menenangkan diri saat kami disuruh keluar. Kami digiring ke Akedemos. Sebuah taman kecil di tengah-tengah Fakultas Psikologi. Di sana kakak-kakak komdis sudah membuat border dengan kami duduk di dalamnya. Setelah berharap besar bahwa kami mampu menunjukkan performa yang lebih baik saat Prosesi nanti, PSAF ditutup. Perlahan kakak-kakak komdis merubah wajahnya. Sambil tetap membuat border, mereka menyanyikan Hymne Psikologi UI. Setelahnya, mereka mengambil ancang-ancang untuk melakukan sesuatu yang gerakannya amat familiar buat gw.

Namanya Yellguys. Kami memang belum diajarkan. Kecepatan suaranya pun membuat gw gak bisa mendengar jelas apa yang dikatakan. Tapi gerakannya. Menghentakkan kaki ke bumi tanpa ampun. Berkali-kali. Bersama-sama. Cukup membuat gw nyaris mau menangis lagi.

Mulai malam itu, gw bertekad satu hal dalam hati. Jika suatu saat nanti hati gw sudah benar-benar mampu digenggam di tempat ini, itu bukan karena bayang-bayang kesamaan yang dimilki dengan tempat sebelumnya. Tapi karena tempat ini telah benar-benar mampu mebangun ruang yang berbeda, berbeda dengan ruang-ruang yang telah ada di hati gw sebelumnya.

Terus mencari. Jangan putus asa (T’Cune)

4 komentar:

awan biru mengatakan...

tuth.. sama bgt..
begitu masuk kuliah aku selalu serampangan ketika harus membuat pembahasan laporan saking bener2 pgn mengutip dengan cara yang paling santun dan benar hehe

ini ada postingan buat tuti :D
http://awanbiruannisasophia.blogspot.com/2011/08/topeng-ting-ting.html

Annisa Dwi Astuti mengatakan...

@awanbiru : iyaiyaiya sooop.. ayo kita semangat jadi mahasiswa yang ber-etika! dalam menulis khusunya ;)

waaah, jadi malu sampe dibuatin postingan segala >.< aku buka yaaaa, hehehe :D

Atika Almira mengatakan...

Teh, baca ini entah kenapa aku sendiri malah jadi kangen. Padahal aku masih ada "di sini", masih sama yang lain. Doain ya teh, kami bisa ngasih persembahan terbaik yang terakhir untuk tempat ini :)

Annisa Dwi Astuti mengatakan...

@atikalamira : :)
insya allah sayang, insya allah :) semoga dilapangkan terus jalannya sama Allah untuk menjadi sebaik-baiknya pejuang di kelas XII ya sayang. Pejuang yang gak pernah berhenti mengejar cita di tahun terakhirnya, dan pejuang yang berhati besar untuk terus menemani adik-adiknya sampai menemukan keluarga terbaik mereka selanjutnya :)

semangat obsbang pionir! yang gw kenal, yang namanya obsbang gak pernah ada matinya :D