Minggu, 11 September 2011

Nomor 14 dan 15

Namanya Hari. Teman sekelompok OKK gw merangkap sebagai teman satu fakultas gw. Seperti yang pernah gw ceritakan sebelumnya, kelompok OKK gw adalah kelompok yang menyenangkan :D Gak butuh waktu lama untuk mencair bersama (es krim kali, Tuth, mencair -_-) dan Hari termasuk salah satu di dalamnya. Selama mengerjakan tugas kelompok OKK, Hari bertanggung jawab untuk membuat layout komik, sedangkan gw mengisi balon-balon di komik tersebut dengan percakapan dan alur cerita yang sudah disepakati bersama. Saat mengerjakan tugas tersebut melalui dunia maya, Hari menjadi teman baru pertama yang engeh kalau gw anak 2010 bahkan hanya melalui fb.
Hari : Tuti, kamu bukan anak 2011 ya? 
Tuh khan bener muka gw boros -_-

Beberapa minggu kerja kelompok bareng Hari, gw tahu bahwa gw sudah mendapatkan satu teman baru (di fakultas) yang menyenangkan untuk diajak bertukar pikiran :)

Asal? SMAN 3 Bandung. Sama seperti teman-teman baru gw lainnya, Hari juga salah satu orang yang bangga dengan identitas daerah asalnya. Kalau ngobrol sama Hari teh enakeun. Hari gak jarang pake bahasa Sunda yang memancing gw belajar memperlancar lagi bahasa Sunda gw yang masih abal-abal. Apalagi Sundanya teh lemes bin santun pisan (kunaon jadi Sunda kieu nya?). Dan mungkin hal itu menjadi salah satu alasan mengapa beberapa anak Psiko 2011 sempat memanggilnya dengan sebutan ‘Akang Hari’, termasuk gw. Soalnya pembawaannya emang Bandung banget, alias, Sunda pisan, hehehe.

Pernah suatu hari, didasari obsesi meggebu yang gak pernah kesampean, gw menyampaikan sebuah permintaan kepada Hari.
Gw : Ri, mau atuh urang main ke Bandung..
Dan tanggapan Hari? Gak jauh beda. Sama baiknya dengan tanggapan Aufa, Aii, dan T'Ijah ketika gw mengajukan pernyataan dan keinginan yang kurang lebih sama.
Hari : Hayu atuh. Mau kapan?
Selanjutnya? Selalu gw nya yang bermasalah menjawab pertanyaan selanjutnya. Mau kapan? Untuk gw yang mempunyai seorang ayah yang sayang banget sama putri bungsunya dan gak pernah absen menelpon saat magrib dengan pertanyaan, "Masih dimana? Sama siapa?", untuk gw yang punya kakak laki yang ngejagain banget adik perempuan satu-satunya dengan berbagai macam cara agar tidak melakukan kegiatan yang aneh-aneh di luar sana, untuk gw yang gak punya kepentingan akademis (baca : kuliah) di sana, untuk gw yang sedari kecil gak pernah dibiasakan untuk bepergian gak jelas kalau benar-benar gak ada tujuan, dan untuk gw yang gak punya sanak saudara  seorang pun di sana yang menyebabkan minim kunjungan ke sana (dulu ada satu, tapi sekarang udah pindah ke Makassar), ke Bandung gak pernah jadi urusan yang sederhana untuk gw. Hal itu pula lah yang membuat ITB gak pernah benar-benar mudah untuk gw tahun lalu.

Akhirnya? Keinginan itu pun akan selalu berakhir hanya menjadi sebuah wacana. Wacana lagi. Lagi. Dan lagi. Tanpa pernah ada realisasi.

Tapi setelah hari itu, setelah Buka Puasa Bareng Psikologi 2011, wacana itu berakhir :D

Gw gak tau apa rasanya jadi Hari yang sering banget gw hadapkan dengan keinginan gw itu berulang-ulang, anywhere, anytime. Solanya setiap ngeliat muka temen baru gw yang satu ini, bawaan gw inget Bandung terus, hehehe :P Bedanya, hari itu percakapan gw dan Hari didengar oleh Amei.
Amei : Teh, mau pada kemana? Mau ke Bandung bukan?
Gw : Iya, Mei, mau ke Bandung. Dan yang jelas gak ngajak Amei! Hahahaha :P
Dan gw gak pernah tahu kalau setelah percakapan ini, ternyata Amei lah yang memegang peranan penting untuk urusan yang satu ini ;)

Bogor, 5 September 2011
05.00 WIB

Brrrr...

Sebulan di Depok nyaris tanpa pulang sama sekali membuat gw untuk pertama kalinya lagi menggigil sewaktu mandi subuh-subuh di Bogor. Air Bogor gak nahaaaaan dinginya. Beda sama Depok yang airnya anget walaupun tanpa pemanas air -_- Belum lagi setelah mandi dan bersiap, gw langsung menembus Kota Bogor di subuh hari tanpa jaket, dibonceng ayah naik motor. Alamaaaaak. Brrr..

Terminal Baranangsiang Bogor.
05.30 WIB

Matahari belum benar-benar tinggi, tapi kehidupan sudah di mulai di terminal ini. Bis-bis, baik antarkota maupun antarprovinsi, sudah mulai berlalu lalang masuk dan keluar terminal menaik turunkan muatannya. Makin siang makin banyak manusia yang memadati terminal ini. Mulai dari yang hanya membawa tas berukuran kecil sampai yang membawa koper dan kardus-kardus yang mencerminkan ciri seorang pemudik pun ada di sini. Beberapa menit kemudian Amei datang dengan asinan Bogor ditangannya. Kami pun segera menuju salah satu bis yang harganya masih dalam edisi Lebaran ada di sudut terminal yang bertuliskan besar-besar di depannya : BOGOR-BANDUNG.

Namanya Amei. Amei merupakan adik kelas gw di SMP dan SMA yang sekarang menjadi teman satu fakultas gw dan merangkap sebagai teman satu kostan gw. Setelah Buka Puasa Psiko 2011 hari itu, gw mengajak Amei Sholat Tarawih di MUI. Ketika sedang meluruskan kaki sambil menunggu waktu sholat, ternyata Amei penasaran dengan percakapan gw dan Hari tadi.
Amei : Teh, tadi beneran mau main ke Bandung? Amei mau ikut atuh, Teh.
Gw : Hahaha, hayu aja atuh, Mei. Tapi tadi juga masih rencana doang kok. Gak tau kapan. Malah mungkin baru libur semester satu nanti.
Beberapa menit kemudian.
Gw : Tapi mei, libur semester satu mah kelamaan. Mau gak dijadiin liburan sekarang aja?
Amei : Yuk teh! Tapi mau naik apa? Terus kita mau ke mana aja?
Percakapan itu pun berlanjut di perjalanan pulang ke kostan. Komunikasi pun mulai berjalan tiga arah sejak hari itu, antara gw, Amei, dan Hari. Kebetulan Hari juga merupakan ketua kelompok PSAFnya Amei. Jadilah kami bertiga merencanakan perjalanan ini bak teman lama saja. Baik lewat sms maupun dunia maya, kami mulai merencanakan destinasi kami dan transportasi selama di sana.

Setelah Hari memberikan gambaran tentang rute destinasi kami, ketika Amei pun sudah menghubungi saudaranya di Bandung untuk membantu masalah transportasi, lagi-lagi urusan terakhir ada di gw. Semua rencana itu menunggu konfirmasi dari gw apakah gw mendapatkan perizinan dari keluarga untuk pergi ke kota yang satu ini atau tidak.

Negosiasi pun dimulai. Dengan memberikan keterangan sejelas-jelasnya tujuan gw ke sana, bersama siapa, dan tanpa meminta sepeser pun uang dari orang tua untuk keberangkatan ke sana, ayah pun mulai melunak untuk memberikan izin. Tapi yang paling dahsyat adalah ketika gw menyebutkan pernyataan, "Khan udah mahasiswa, Pak". Hohoho. Kata mahasiswa kekuatannya memang benar-benar 'maha'. Mampu mengakselerasi tingkat kepercayaan dengan luar biasa. Tapi tentu saja, harus diimbangi dengan tanggung jawab yang 'maha' pula ;)

Sampai akhirnya gw dan Amei benar-benar berada di dalam bis ini hari ini :D

Temu kangenlah gw sama Amei setelah beberapa lama tidak bertemu. Bis yang kami naiki melalui jalan tol Cipularang. Pagi itu jalanan lengang. Bahkan gw hanya butuh 2 jam untuk sampai di Bandung. Sampai di km 97, rusuhlah gw dan Amei melihat ke arah sekitar. Km ini beberapa hari yang lalu sempat menjadi sorotan di berbagai media massa berkenaan dengan kasus kecelakaan maut keluarga Saiful Jamil yang menewaskan istrinya yang tengah hamil. Gw yang sedang memperhatikan jalanan pun tiba-tiba tersadarkan dengan pernyataan Amei.
Amei : Teh, kita udah lewat km 97 ya? Berarti kita udah di titik aman dong ya?
Gubrak! Hahahaha. Gw gak berhenti ngakak denger celetukan Amei yang satu ini. Kayak Who Wants to be Millionaire aja, Mei, ada titik amannya segala -_- Sayangnya, kalau udah berurusan sama Malaikat Izrail, gak pernah benar-benar ada yang namanya titik aman khan, Mei?

Gw pun tertidur. Saat gw bangun lagi, gw sudah sampai di Terminal Leuwi Panjang. Dari terminal Leuwi Panjang, saudara Amei berbaik hati untuk mengantarkan ke destinasi pertama kami. Di sana gw dan Amei akan bertemu dengan Hari yang selanjutnya menjadi guide kami di Bandung.

Perjalanan pun dimulai!

#Jalan Riau

Saat merncanakan berangkat ke Bandung, gw, Amei, dan Hari, menyatukan destinasi kami masing-masing yang kemudian di susun berdasarkan jauh dekat jarak antartempat. Dan tempat pertama yang akan kami kunjungi adalah destinansi gw.
Gw : Jalan Riau tuh panjang ya? #norak1
Itu pernyataan gw saat saudara Amei bilang kalau kita sudah memasuki Jalan Riau. Maklum, gw benar-benar buta Bandung. Hehehe. Kalau pernah ke sini pun, hanya ke sudut-sudut beberapa tempatnya yang saat ini masih menjadi sebuah potongan-potongan buat gw.

Gw dam Amei di drop di sebuah Gedung Pos yang kini telah disulap menjadi outlet-outlet dan pertokoan. Di sini gw dan Amei bertemu dengan Hari. Hari menggembul! Kayakanya efek pasca Lebaran yang banyak makan tapi sedikit gerak. Hohoho. Tapi gw juga sih. Selama Ramadhan jadi maba, bobot gw sukses berkurang 4 kg. Eeeh, lebaran dua hari udah naik 2 kg lagi :(

Kami bertiga menelusuri Jalan Riau. Ceceritaan tentang liburan kami masing-masing. Sambil ceceritaan, layaknya guide Hari pun memperkenalkan gedung-gedung yang ada.
Ini semua FO, Tut, kalau mau masuk mah.
Ini FO buat cowok kayaknya.
Ini Rumah Sakit.
Sambil mendengarkan penjelasan Hari, gw pun terus melangkah tanpa menyentuh satu pun FO yang ada di sepanjang jalan ini.

Jalan ini tampak asing buat gw. Padahal dulu gw pernah ke sini.

Sampai di sebuah toko klappertaart, ternyata benar. Gw gak pernah benar-benar tahu jalan ini. Gw hanya tau salah satu sudut yang ada di jalan ini. Gw lapar. Tapi masih sama seperti dulu, gw gak suka klappertaart. Jadilah gw mengajak Amei dan Hari untuk menemani gw membeli sosis bakar di sebrang toko klappertaart untuk mengganjal perut.

Hahaha. Payah. Rasa sosis bakarnya masih sama persis kayak 2 tahun yang lalu. Gak ada perubahan. Tapi tetep enak sih, hehehe :P

Sambil menunggu di toko sosis tersebut, gw, Amei, dan Hari membicarakan jadwal gw dan Amei pulang ke Bogor nanti sore. Berhubung lusa kami harus langsung kembali lagi ke Depok, dengan berat hati perjalanan kali ini benar-benar dibuat singkat hanya dalam satu hari tanpa menginap. Yaudahlah ya, nyampe sini hari ini juga udah alhamdulilah banget kok :D Setelah selesai, kami pun melanjutkan perjalanan.

Kalau dianalogikan dengan Bogor, Jalan Riau kurang lebih sama dengan Jalan Pajajaran. Rajanya factory outlet. Malah lebih high class sepertinya. Gw cuma melihat kanan kiri jalan tanpa punya keinginan untuk melihat lihat ke dalamnya. Lagi gak ada yang mau dibeli. Lagipula, gw gak terlalu suka belanja.

Heran dengan kelakuan gw yang ngajak ke jalan ini tapi kayak gak tertarik sedikitpun dengan toko-toko yang ada di dalamnya, Hari pun akhirnya angkat bicara dan bertanya.
Hari : Terus kenapa mau ke Riau, Tut?
Gw :Hehehe..  Pokoknya pernah ada cerita lah, Ri, di sini.
Karena di sini gw pernah jatuh cinta, Ri. Kepada mereka yang pernah menjadi terang di hati gw.

Gw di Jalan Riau, Bandung

#Jalan Sultan Agung

Jalan yang satu ini merupakan destinasi Amei. Letaknya di persilangan Jalan Riau. Tidak jauh berbeda dengan Jalan Riau yang didominasi oleh factory outlet, di jalan ini pun dilengkapi juga tempat-tempat makan bagi para pecinta kuliner. Berbeda dengan di jalan sebelumnya, di sini kami bertiga menyambangi FO satu demi satu untuk menemani Amei yang niatnya memang mau belanja.

Sayang sungguh di sayang, gw memang gak terlalu suka belanja atau sekadar cuci mata kalau lagi gak benar-benar ada yang butuh dibeli. Jadilah gw cuma liat-liat sebentar di dalam menemani Amei melihat-lihat sekaligus fitting dan segera keluar menghampiri Hari yang menunggu di luar.

Gw ngobrol banyak sama Hari. Salah satunya tentang Bumi Makara yang akhir-akhir ini tengah gencar di sorot media. Mulai dari pro kontra pemberian gelar DHC oleh Pak Rektor sampai isu penggulingan Pak Rektor. Banyak pendapat. Banyak cerita. Banyak emosi. Setidaknya yang kami sepakati bersama, memang ada yang tidak beres saat ini. Sampai postingan ini di publish pun, gw pribadi masih mencoba meraba, membaca berbagai fakta berita dan opini, menyaksikan dialog di beberapa siaran televisi, mendengar cerita dari kakak kakak senior, dan berharap semua itu mampu menjawab pertanyaan kampus gw lagi kenapa?


Lebih jauh lagi gw ngobrol sama Hari, gw pun tahu kalau ternyata Hari pun adalah anak mentoring semasa SMA. Yippiiii! :D Nyambunglah gw ngobrolin kebiasan mentoring kita masing-masing selama di SMA. Untuk ukuran kampus seheterogen ini,  dapet teman yang menyenangkan untuk bisa berbagi tentang ilmu agama gak benar-benar mudah. Seneng banget deh gw!

Setelah Amei selesai, kami naik angkot dari Jalan Sultan Agung menuju destinasi selanjutnya.

#Institut Teknologi Bandung

Diantara kami bertiga, siapa lagi coba selain gw yang punya tujuan berkunjung ke sini? :P
Amei : Teh, emang mau ngapain ke ITB?
Menyelesaikan rasa penasaran gw dengan Kampus Gajah yang satu ini, Mei.

Terakhir kali gw ke sini? Empat tahun yang lalu saat gw masih kelas 1 SMA. Itu juga dalam rangka study tour. Saat itu yang gw ingat hanya dua, gw ngeliat presentasi di auditorium dan sholat di Masjid Salman. Dan ketika Hari bilang :
Hari : Itu gerbang utama ITB, Tut. Kalau Salman ada di sebrangnya.
Gw mengerutkan kening dan menjawab :
Gw : Kok gw baru tau ya kalau Salman letaknya gak di dalem ITB nya? #norak2

Amei dan Gw di Gerbang Utama Institut Teknologi Bandung



Waktu masih menunjukkan pukul 11.00 WIB. Masih ada waktu 1 jam menjelang sholat Zuhur. Akhirnya Amei dan Hari berbaik hati menemani gw masuk ke dalam ITB. Lagi-lagi, seolah khatam dengan tiap sudut kampus ini, Hari pun menjelaskan beberapa gedung dan istilah yang ada di kampus ini.

Karena kita pernahsama-sama  punya mimpi di Kampus Gajah ini khan, Ri?

Pernah berjuang untuk ini :)

Tengah hari. Dibandingkan dengan Depok yang jam segini sanggup mengeringkan jemuran dengan kecepatan yang fantastis, di sini gw masih bisa ngerasain adem-ademnya pagi hari. Maknyus :D Kami bertiga gak berkeliling. Lebih tepatnya hanya berjalan menarik garis lurus dari gerbang utama sampai gerbang belakang ITB.

Ada yang unik selama kami bertiga menyusuri ITB. Tak jauh dari tempat kami berjalan, ada sekelompok anak ITB yang sepertinya tengah mengerjakan tugas. Ternyata itu adalah teman-teman SMA nya Hari. Gw dan Amei pun membiarkan Hari nyangkut dengan teman-temannya. Wajarlah, SMAN 3 Bandung memiliki  jumlah yang tidak sedikit ketika ditanya berapa yang masuk ITB.

Kalau cuma sekali sih wajar. Tapi ini? Setiap maju beberapa langkah, tiba-tiba ada panggilan, "Hari!". Dan itu berulang ulang, berkali-kali, selama perjalanan selanjutnya. Gw dan Amei cuma bisa geleng-geleng kepala. Gw punya temen kok terkenal amat ya? Ckckck. Setidaknya satu yang bisa gw simpulkan, anak-anak SMAN 3 Bandung benar-benar bedol desa masuk ke ITB!

Ketika Hari lagi nyangkut di teman-teman SMA nya, tiba-tiba ada yang sms gw. Jemi. Dia memastikan apakah gw lagi di Bandung atau enggak. Soalnya dia seperti melihat gw barusan, padahal gw yang biasanya matanya kemana-mana sama sekali gak melihat keberadaan teman lama gw yang satu itu. Sayangya, ternyata arah kami berlawanan. Gw ke gerbang belakang ITB, sedangkan Jemi menuju Salman. Jadi gak bisa silaturahmi langsung. Yaudahlah ya, toh kapan-kapan masih bisa ketemu di NF :D Ngomong-ngomong, jadi kangen NF. Apa kabar Paledang?

Sampai di gerbang belakang ITB, gw dan Amei mencari tempat fotokopian. Mau fotokopi KTM. Demi meperjuangkan harga travel didiskon 10.000 untuk perjalanan pulang!

Azan Zuhur berkumandang. Kami menuju Salman dengan rute yang sama dan dengan kejadian yang sama. Hari nyangkut dimana-mana -__-
Ini Gerbang Utama ITB.
Itu Mesjid Salman.
Itu Taman Ganesha.
Kalau gak salah ini namanya Intel deh, Indonesia Tenggelam.
Terowongan yang di bawah itu tembusnya ke Sabuga.
Ini Jalan Ganehsa.
Itu Sabuganya.
Dan semua istilah-istilah itu, yang selama ini hanya bisa gw visualisasikan sendiri saat teman-teman bercerita tentang ITB dan Bandung, akhirnya benar-benar bisa gw lihat sendiri wujud nyatanya.

Setelah selesai sholat Zuhur, gw, Amei, dan Hari menuju ITB lagi (sakali). Tapi kali ini bukan mau berkeliling lagi. Menuju gerbang belakang ITB untuk naik angkot ke destinasi selanjutnya.

*Latihan padusa pertama setelah libur Lebaran di Balairung-pasca melihat gantungan ITB di tas gw.
Raras : Mbak Tuti, jadi hati Mbak Tuti tuh masih di ITB?
Gw : Alhamdulilah enggak kok, Ras. Rasa penasaran gw sama ITB sudah selesai. Tapi kalau gw bangga karena pernah mengejar ITB sukses membantu gw mendongkrak nilai matematika gw di SNMPTN kemarin, boleh khan? ;)
Gw di Kampus Gajah

# Jalan Cihampelas-Ciwalk


Kalau tempat yang satu ini merupakan destinasinya Hari. Hari mau mencari oleh-oleh untuk temen-temen di Depok. Tapi berhubung sudah masuk waktu makan siang (baca : laper), kami memutuskan cari makan dulu. Setelah berjalan menyusuri Jalan Cihampelas dan tidak menemukan tempat makan yang pas, akhirnya kami memutuskan ke Ciwalk. Dan jauh-jauh ke Bandung, ujung-ujungnya makan hokben juga -_- (dan Hari pun berbaik hati mentraktir gw dan Amei, hehehe, nuhun Ri!)

Ngomong-ngomong soal Ciwalk, gw jadi inget Aufa. Gw pernah nge-YM Aufa waktu dia lagi ada di sini.
Gw : Lagi dimana fa?
Aufa : Di Ciwalk
Gw : Ciwalk teh dimana?
Aufa : Di Cihampelas.
Saat itu, mau gw dijelasin kayak apaan tau sama Aufa, mana gw ngerti dimana itu Ciwalk dan Cihampelas. Tapi sekarang? Hehehehe. Gw udah tau dong, Fa! :P *sombong ceritanya*

Sambil makan, kami bertiga ceceritaan lagi. Tentang teman-teman masing-masing di SMA. Tentang Bandung. Dan akhirnya tentang Kampus.
Gw : Mei, kalau IE ada paralelnya, Amei bakal ngambil itu?
Hari : Kalau Amei ngambil IE paralel, mungkin kita gak akan ada di Bandung hari ini, Tut.
:)
Gw dan Amei (dan Hari yang gak pernah mau difoto) di Ciwalk, Bandung

Setelah selesai makan, kami berkeliling lagi. Dan Hari pun nyangkut lagi di salah satu temennya yang tidak sengaja bertemu di sini. Ckckck. Kami berkeliling Ciwalk dulu sampai akhirnya ke Jalan Cihampelas lagi. Hari mendapatkan oleh-oleh untuk teman-teman di Depok dan gw pun membeli selai pisang untuk orang rumah yang pada akhirnya gw habiskan sendiri di travel saat perjalanan pulang.


Selanjutnya? Diluar rencana. Ibunya Hari mau menjemput di Ciwalk dan menemani kami berkeliling Bandung! :D Dan berhubung dari tadi Amei ngidam banget sama yang namanya Brownies Prima Rasa, Ibunya Hari pun berbaik hati mengantarkan kami ke destinasi di luar rencana kami selanjutnya :D

#Jalan Kemuning
Gw : Gw kira brownies Bandung cuma Amanda doang? #norak3
Konon, Brownies Prima Rasa yang kami kunjungi ini, lebih enak dari Brownies Amanda (Amei, 2011). Konon pula, toko brownies Prima Rasa yang kami kunjungi di Jalan Kemuning ini merupakan toko pertama sebelum brownies Prima Rasa membuka berbagai cabangya di Kota Bandung (Ibunya Hari, 2011). Setelah menemani Amei membeli Brownies, gw, Amei dan Hari menunggu Ibu dan Adiknya Hari yang tengah masuk ke toko peralatan bayi.

Gw dan Amei di Jalan Kemuning

Setelah ini, Ibunya Amei masih berminat mengajak kami keliling Bandung. Kosambi, Dago, dan beberapa tempat lainnya. Sayang sungguh disayang, pak supir travel menelpon gw dan memberitahukan jam keberangkatan ke Bogor dipercepat dan kami harus segera standby di tempat yang sudah di sepakati. Akhirnya Ibunya Hari pun mengantarkan kami ke destinasi terakhir kami.
Ibunya Hari : Kapan-kapan main ke Bandung lagi, ya. Tapi harus nginep, minimal tiga hari lah. Bandung mah gak habis sehari :)
Terima kasih, Tante! Semoga bisa berkunjung lagi. Tapi untuk itu, saya butuh belajar negosiasi yang lebih 'maha' lagi, Tante :D

#Jalan Rasamala


Gw dan Amei sudah berpisah dengan Hari. Di sini bukan tempat wisata, bukan jalan full of factory outlet dan tempat makan, bukan juga toko kue. Ini rumahnya saudara Amei. Tempat travel menjemput kami kembali ke Bogor.
Gw : Bandung alamatnya enak banget. Cuma nama jalan dan nomor langsung bisa ketemu rumahnya #norak4
Di sini gw sama Amei ngaso dulu setelah seharian berjalan. Numpang sholat, numpang minum, dan numpang nonton. Terima kasih saudara Amei! :D

Setelah selesai sholat, sambil menunggu travel datang, gw nonton TV yang memang sudah menyala dari sananya. Kebetulan stasiun TV yang sedang gw tonton adalah sebuah reality show yang mempertemukan seseorang dengan idolanya. Ngomong-ngomong reality show, gw gak demen sama reality show yang akhir-akhir ini menjamur di televisi. Hoax euy.

Tapi kali ini, ada hal yang menarik perhatian gw. Penggemarnya namanya Tuti. Tapi bukan namanya yang menarik perhatian gw :P Tuti dalam reality show tersebut adalah penyandang tuna netra. Tiba-tiba gw jadi inget temen gw. Teman dengan standar ketahanan yang luar biasa.

Gw punya temen satu fakultas. Namanya Ogi. Asal Sumatra Barat. Tampak sekilas Ogi tidak berbeda dengan mahasiswa yang lain. Tapi ternyata Ogi adalah penyandang tuna netra. Ada yang istimewa dari Ogi. Walaupun tuna netra, Ogi tetap menjalani hidup seperti mahasiswa normal lainnya. Ogi mampu membalas, sms, mengerjakan tugas di laptop, mengupdate status fb, dan gw gak pernah liat Ogi sekalipun absen mengikuti seluruh rangkaian kegiatan maba termasuk PSAF. Saat ini Ogi tinggal di asrama UI. Bahkan Ogi memiliki televisi sendiri di kamarnya!

Yang istimewa, barang-barang elektronik yang dimilikinya saat ini, seperti TV, hp, dan laptop khusus, adalah hasil pemberian orang-orang di kampung halamannya. Konon, di rumahnya di Sumatra Barat, orang-orang di sekelilingnya simpatik dengan Ogi yang tidak memposisikan dirinya sebagai penyandang tuna netra dan mau hidup layaknya orang normal. Dan sepertinya hal itulah yang Ogi bawa sampai saat ini, yang membuat teman-teman Psiko 2011 pun simpatik kepadanya.

Tau apa yang ada di pikiran gw kawan? Kalau di sepanjang perjalanan menjadi mahasiswa psiko yang konon akan bersahabat dengan yang namanya buku setebel-tebel bantal, essay, makalah, dan paper, kalau ternyata Ogi mampu menjalaninya dengan baik sedangkan gw enggak, mending lw ke laut aja, Tuth! Malu!

Yap. Buat gw Ogi tetap seorang teman yang normal. Bahkan jauh lebih normal dibandingkan orang-orang yang menjadikan mengeluh sebagai hobinya seolah hidup tak pernah adil untukknya.

Tiiin.. Tiiin..!

Travel yang harganya masih dalam edisi Lebaran datang. Saatnya pulang!

***

Di travel saat perjalanan pulang, gw senyum-senyum sendiri :)

Di kepala gw? Mungkin memang baik jika gw tidak pernah meremehkan mimpi gw seremeh apapun bentuknya. Karena gw gak pernah tau, diceklisnya mimpi remeh itu ternyata akan memaksa diceklisnya mimpi-mimpi gw lainnya yang lebih besar. Bahkan Allah sudah menyiapkan orang-orang di sekeliling gw-yang gak pernah gw duga sebelumnya- yang akan membantu gw menggenggam mimpi itu.

Bener khan kawan? Allah gak pernah berhenti sayang sama gw, apapun bentuknya :)
Terima kasih Amei dan Hari. Untuk membantu gw, menceklis dua kotak lagi dari 97 kotak yang tersisa.

14. Berkunjung ke ITB ()
15. Berkunjung ke Jalan Riau, Bandung (√)

Akhirnya lw bisa, Tut, ke Bandung. Dan selanjutnya? Seharusnya lw bisa lebih jauh lagi dari ini.

2 komentar:

awan biru mengatakan...

tuti ^^ temennya yg satu lagi kok kagak muncul di foto? :P

Annisa Dwi Astuti mengatakan...

@awanbiru : yang satu lagi gak demen di foto euy soph, hoho.