Ini jurnal perdana gw di mata kuliah Logika dan Penulisan
Ilmiah (LogPenIl) yang berharap bisa gw bantai di semester ini. Untuk jurnal perdana ini,
tema masih dibebaskan sesuai dengan apapun yang tengah menarik minat kita.
Dengan rasa sok tahu dan pede yang ketinggian, gw sengaja mempublish tugas yang
satu ini dengan harapan siapapun yang membaca berkenan untuk meberikan
tanggapan, penilaian, atau bahkan koreksi yang membangun baik dari segi format,
kaidah penulisan, maupun daris segi konten. Mengingat sampai tulisan ini di
publish, gw masih geleng-geleng kepala dengan urusan daftar pustaka dan kutipan
-__-
Selamat membaca :D
***
#SaveUI
Saat
ini, pertengahan September 2011, belum genap dua bulan saya menginjakkan kaki
di Kota Depok sebagai mahasiswa baru Fakultas Psikologi Universitas Indonesia .
Akan tetapi, ada sebuah fenomena yang terjadi di kampus kuning ini yang cukup menarik perhatian saya. Tulisan
#SaveUI dalam waktu singkat menjamur di berbagai sudut kampus ini dan di
berbagai media masa.
Mengapa
saya katakan dalam waktu singkat? Awalnya, saya hanya mendengar istilah ini
melalui cerita-cerita singkat dari kakak-kakak senior. Dalam waktu yang begitu
cepat, istilah ini mulai memadati berbagai media massa , seperti twitter, facebook, dan
beberapa artikel harian nasional. Tidak lama kemudian, lebih tepatnya minggu
lalu, kakak-kakak senior dari BEM UI melakukan orasi di beberapa titik kampus
sambil membagikan pin gratis berwarna kuning dengan tulisan #SaveUI yang saat
ini digunakan oleh beberapa mahasiswa Universitas Indonesia. Sampai pada
puncaknya, siapapun yang masuk ke dalam lingkungan Universitas Indonesia
melalui Stasiun UI pasti akan melihat sebuah baliho besar, pengumuman akan
diadakannya sebuah diskusi terbuka dengan tulisan #SaveUI di dalamnya.
Pertanyaan
demi pertanyaan pun memenuhi kepala saya yang pada akhirnya terangkum menjadi
satu pertanyaan. Ada
apa dengan UI? Walaupun saya belum lama resmi menjadi mahasiswa Universitas
Indonesia ,
saya merasa saya memiliki hak yang sama dengan mahasiswa senior lainnya untuk
tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Bumi
Makara ini. Berbagai upaya saya coba lakukan untuk mencoba menjawab
pertanyaan saya sendiri.
Bermula
dari seorang teman yang mengabarkan secara singkat bahwa Rektor UI, Bapak Gumilar
Rusliwa Somantri, tengah didera kecaman oleh berbagai pihak karena tindakan
yang beliau lakukan beberapa bulan yang lalu. Tidak serta merta percaya dengan
kabar lisan yang diberikan oleh seorang teman, saya mencoba mencari sumber
informasi lain yang akhirnya berhasil didapatkan melalui artikel sebuah harian
nasional online. Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa pada tanggal 21
Agustus 2011 lalu Rektor UI telah memberikan gelar Doktor Honoris Causa kepada
Raja Kerajaan Arab, Raja Abdullah, atas perhatiannya terhadap perkembangan
kemanusiaan dan iptek, serta jasanya menjadikan Saudi sebagai pusat peradaban
Islam moderat. Padahal di sisi lain, saat itu sebagian rakyat Indonesia masih
berduka dan kecewa atas kebijakan Negara Arab Saudi yang sempat menjatuhkan
hukuman pancung kepada beberapan tenaga
kerja Indonesia (TKI) yang berada di Arab Saudi.
Tidak
puas hanya dengan artikel tersebut, saya pun masih terus mencoba mencari
informasi tentang keadaan terbaru seputar Universitas Indonesia, termasuk
melalui kakak senior saya angkatan 2009 yang berasal dari Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik. Selama mendengarkan informasi dari kakak kelas saya tersebut,
saya mendapatkan sebuah istilah baru yang ternyata hal tersebut merupakan dasar
dari seluruh permasalahan yang membuat suasana UI agak memanas belakangan ini.
Tata Kelola UI.
Hari
pun terus bergulir. Informasi seputar keadaan UI saat ini terus mengalir deras.
Puncaknya saya rasakan ketika saya membaca sebuah artikel blog yang me-repost tulisan dengan tema gambaran umum
keadaan UI saat ini yang ditulis oleh salah satu petinggi BEM Fakultas
Psikologi UI dan sebuah live report kegiatan halal bihalal FEUI yang salah satu
agenda utamanya adalah orasi dari Prof. Emil Salim seputar tata kelola UI saat
ini.
Melalui
artikel tersebut, saya mendapatkan sebuah gambaran bahwa keadaan UI saat ini
memang sedang tidak baik-baik saja.
Shanti Nurfianti Andin, Mahasiswa S2 Fakultas Psikologi UI, memaparkan
pendapatnya dalam blog pribadinya tersebut. Shanti (2011) mengungkapkan bahwa
pemberian gelar itu cuma pemantik dan bukan isu dasarnya. Pernyataan tersebut
pun seolah diaminkan oleh Atha Rasyadi, Ketua Bem Psikologi 2011. Menurut Atha (2011)
kasus pemberian gelar Doktor Honoris Causa dan kontroversinya hanyalah
merupakan turunan dari suatu masalah yang lebih besar yang terjadi di UI.
Pada
akhirnya, kegiatan halal bihalal yang diselenggarakan di FEUI pun seolah membuka
secara lugas apa yang tengah terjadi saat ini di universitas yang menduduki
peringkat 217 terbaik di dunia ini. Menurut Prof. Emil Salim (2011) hal yang
dituntut adalah transparasi, akuntabilitas, partisipasi stakeholder, mekanisme check and balance, dan tumbuhnya suasana
kreatif.
Mengapa
banyak tuntutan yang tiba-tiba menghujam para pejabat tinggi UI tanpa ampun
dalam kurun waktu yang sangat singkat? Orasi-orasi selanjutnya pun seolah
menjawab pertanyaan tersebut. Maman Abdurakhman, Ketua BEM UI 2011, mengeluarkan
sebuah pernyataan yang harusnya cukup menyentil para pejabat UI jika mau
ditilik lebih dalam.
Menurut
Maman (2011), jalur masuk membuat UI tidak pantas menjadi kampus rakyat karena
kesempatan rakyat miskin berkuliah di UI semakin kecil. Andreas Senjaya, MWA UI
Unsur Mahasiswa, pun tidak mau
ketinggalan. Andreas (2011) memaparkan bahwa evaluasi pimpinan selama tiga
tahun tidak pernah digubris dan undangan rapat sulit untuk dihadiri.
Orasi-orasi
selanjutnya pun, baik dari mahasiwsa yang menjadi korban insiden 17 Agustus
2011, dosen-dosen dan guru besar, serta perwakilan paguyuban pekerja UI,
membuka satu persatu contoh-contoh kasus yang mengindikasikan mengapa tata
kelola UI yang lebih baik saat ini merupakan sebuah urgensi.
Beberapa
hari kemudian setelah membaca artikel tersebut dan memberanikan diri menanyakan apa yang terjadi
dengan UI kepada beberapa dosen saat di kelas, akhirnya saya mengerti apa yang
dimaksud dengan istilah #SaveUI tersebut. Saya sudah tidak bertanya-tanya lagi
ketika melihat kakak-kakak senior semakin gencar menyuarakan hal ini, baik
dengan berorasi keliling UI maupun dengan menyelenggarakan diskusi terbuka di
beberapa fakultas.
Pertanyaan
ada apa dengan UI pun perlahan lenyap. Walaupun begitu, kini pertanyaan
terssebut diganti dengan sebuah pertanyaan baru. Apa yang harus saya lakukan untuk UI saat ini? Walaupun saya sudah
cukup banyak mendapatkan informasi mengenai kondisi UI saat ini, itu semua
tidak serta merta membuat saya mampu dengan mudahnya membedakan mana fakta yang
sebenarnya dan mana opini yang hanya berlandaskan kepentingan.
Sampai
tulisan ini diturunkan pun saya masih mencoba menjawab pertanyaan saya sendiri
tersebut dengan banyak melihat dan mendengar. Entah apa yang akan saya lakukan
untuk UI di kemudian hari. Satu hal yang pasti mampu saya lakukan saat ini,
hanya berusaha untuk memulai berpikir kritis dan bertanggungjawab untuk tindakan
dan keputusan apapun yang kelak akan saya lakukan.
Daftar Pustaka
Andin, Shani Nurfianti. “Untuk UI yang Lebih Baik!” http://heyinishanti.blogspot.com/2011/09/untuk-ui-yang-lebih-baik.html
(6 September 2011)
Andin, Shani Nurfianti. “Untuk UI yang Lebih Baik –
Gambaran Umum dari @atharasyadi.” http://heyinishanti.blogspot.com/2011/09/untuk-ui-yang-lebih-baik-gambaran-umum.html (6 September 2011)
Andin, Shani Nurfianti. “Untuk UI yang Lebih Baik! –
Livetweet 5/9/2011 dari @jay_mwaui.”
http://heyinishanti.blogspot.com/2011/09/
untuk-ui-yang-lebih-baik-livetweet.html (6 September 2011)
Febrian.
“Pemberian Gelar kepada Raja Arab sama
dengan Pengakuan Pancung.” http://www.tempo.co/hg/pendidikan/2011/08/26/brk,20110826-353722,id.html (4 September 2011)
***
Gw mulai menulis tulisan ini di Bogor . Di H-beberapa jam pernikahan kakak gw.
Berhubung rumah gw sedang disambangi oleh keluarga besar dari Yogyakarta,
Cianjur, Jakarta , dan Tangerang, selama di Bogor gw mengungsi ke
kamar Ibu. Di kamar, gw mencoba menyelesaikan tugas LogPenIl dan tugas Prosesi.
Gw gak sendiri. Gw ditemani kakak gw yang juga ikut-ikutan mengungsi. Gw
mengerjakan tugas ditemani Mas gw yang membaca Al-Quran. Di tengah persemayaman gw dengan pulpen dan logbook, kakak
gw ngajak gw minggat sementara ke luar rumah. Beli jus. Berdua.
Yang mungkin bakal jarang-jarang lagi gw lakukan setelah
esok hari :)
Setelahnya, gw dan kakak gw kembali ke kamar. Gw masih
dengan pulpen dan logbook, sementara kakak gw memutuskan tidur untuk menyimpan
stamina dan mental untuk esok hari.
Selanjutnya?
Masih sambil mengerjakan tugas, gw mata gw berkaca-kaca. Heu. Inget satu
tahun yang lalu ketika gw nemenin kakak gw buat nyari calon istri. Perjalanan panjang yang membuat gw dan kakak gw mulai saling terbuka satu sama lain. Tiba-tiba inget
waktu gw nemenin kakak gw waktu gagal yang bukan cuma sekali dua kali. Dan
Allah baik ya? Ketika Allah ngasih kehidupan baru untuk gw, di waktu yang tidak
lama setelahnya Dia pun memberikan kehidupan yang baru pula untuk kakak gw.
Selamat menempuh hidup baru, Mas. Terima kasih untuk selalu
meyakinkan bahwa laki-laki baik-baik, sampai kapanpun, hanya untuk wanita
baik-baik :)
0 komentar:
Posting Komentar