Minggu, 18 September 2011

LogPenIl/Jurnal 1/#SaveUI


Ini jurnal perdana gw di mata kuliah Logika dan Penulisan Ilmiah (LogPenIl) yang berharap bisa gw bantai di semester ini. Untuk jurnal perdana ini, tema masih dibebaskan sesuai dengan apapun yang tengah menarik minat kita. Dengan rasa sok tahu dan pede yang ketinggian, gw sengaja mempublish tugas yang satu ini dengan harapan siapapun yang membaca berkenan untuk meberikan tanggapan, penilaian, atau bahkan koreksi yang membangun baik dari segi format, kaidah penulisan, maupun daris segi konten. Mengingat sampai tulisan ini di publish, gw masih geleng-geleng kepala dengan urusan daftar pustaka dan kutipan -__-

Selamat membaca :D

***

#SaveUI

Saat ini, pertengahan September 2011, belum genap dua bulan saya menginjakkan kaki di Kota Depok sebagai mahasiswa baru Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Akan tetapi, ada sebuah fenomena yang terjadi di kampus kuning ini yang cukup menarik perhatian saya. Tulisan #SaveUI dalam waktu singkat menjamur di berbagai sudut kampus ini dan di berbagai media masa.
Mengapa saya katakan dalam waktu singkat? Awalnya, saya hanya mendengar istilah ini melalui cerita-cerita singkat dari kakak-kakak senior. Dalam waktu yang begitu cepat, istilah ini mulai memadati berbagai media massa, seperti twitter, facebook, dan beberapa artikel harian nasional. Tidak lama kemudian, lebih tepatnya minggu lalu, kakak-kakak senior dari BEM UI melakukan orasi di beberapa titik kampus sambil membagikan pin gratis berwarna kuning dengan tulisan #SaveUI yang saat ini digunakan oleh beberapa mahasiswa Universitas Indonesia. Sampai pada puncaknya, siapapun yang masuk ke dalam lingkungan Universitas Indonesia melalui Stasiun UI pasti akan melihat sebuah baliho besar, pengumuman akan diadakannya sebuah diskusi terbuka dengan tulisan #SaveUI di dalamnya.
Pertanyaan demi pertanyaan pun memenuhi kepala saya yang pada akhirnya terangkum menjadi satu pertanyaan. Ada apa dengan UI? Walaupun saya belum lama resmi menjadi mahasiswa Universitas Indonesia, saya merasa saya memiliki hak yang sama dengan mahasiswa senior lainnya untuk tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Bumi Makara ini. Berbagai upaya saya coba lakukan untuk mencoba menjawab pertanyaan saya sendiri.
Bermula dari seorang teman yang mengabarkan secara singkat bahwa Rektor UI, Bapak Gumilar Rusliwa Somantri, tengah didera kecaman oleh berbagai pihak karena tindakan yang beliau lakukan beberapa bulan yang lalu. Tidak serta merta percaya dengan kabar lisan yang diberikan oleh seorang teman, saya mencoba mencari sumber informasi lain yang akhirnya berhasil didapatkan melalui artikel sebuah harian nasional online. Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa pada tanggal 21 Agustus 2011 lalu Rektor UI telah memberikan gelar Doktor Honoris Causa kepada Raja Kerajaan Arab, Raja Abdullah, atas perhatiannya terhadap perkembangan kemanusiaan dan iptek, serta jasanya menjadikan Saudi sebagai pusat peradaban Islam moderat. Padahal di sisi lain, saat itu sebagian rakyat Indonesia masih berduka dan kecewa atas kebijakan Negara Arab Saudi yang sempat menjatuhkan hukuman pancung kepada beberapan  tenaga kerja Indonesia (TKI) yang berada di Arab Saudi.
Tidak puas hanya dengan artikel tersebut, saya pun masih terus mencoba mencari informasi tentang keadaan terbaru seputar Universitas Indonesia, termasuk melalui kakak senior saya angkatan 2009 yang berasal dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Selama mendengarkan informasi dari kakak kelas saya tersebut, saya mendapatkan sebuah istilah baru yang ternyata hal tersebut merupakan dasar dari seluruh permasalahan yang membuat suasana UI agak memanas belakangan ini. Tata Kelola UI.
Hari pun terus bergulir. Informasi seputar keadaan UI saat ini terus mengalir deras. Puncaknya saya rasakan ketika saya membaca sebuah artikel blog yang me-repost tulisan dengan tema gambaran umum keadaan UI saat ini yang ditulis oleh salah satu petinggi BEM Fakultas Psikologi UI dan sebuah live report kegiatan halal bihalal FEUI yang salah satu agenda utamanya adalah orasi dari Prof. Emil Salim seputar tata kelola UI saat ini.
Melalui artikel tersebut, saya mendapatkan sebuah gambaran bahwa keadaan UI saat ini memang sedang tidak baik-baik saja.  Shanti Nurfianti Andin, Mahasiswa S2 Fakultas Psikologi UI, memaparkan pendapatnya dalam blog pribadinya tersebut. Shanti (2011) mengungkapkan bahwa pemberian gelar itu cuma pemantik dan bukan isu dasarnya. Pernyataan tersebut pun seolah diaminkan oleh Atha Rasyadi, Ketua Bem Psikologi 2011. Menurut Atha (2011) kasus pemberian gelar Doktor Honoris Causa dan kontroversinya hanyalah merupakan turunan dari suatu masalah yang lebih besar yang terjadi di UI.
Pada akhirnya, kegiatan halal bihalal yang diselenggarakan di FEUI pun seolah membuka secara lugas apa yang tengah terjadi saat ini di universitas yang menduduki peringkat 217 terbaik di dunia ini. Menurut Prof. Emil Salim (2011) hal yang dituntut adalah transparasi, akuntabilitas, partisipasi stakeholder, mekanisme check and balance, dan tumbuhnya suasana kreatif.
Mengapa banyak tuntutan yang tiba-tiba menghujam para pejabat tinggi UI tanpa ampun dalam kurun waktu yang sangat singkat? Orasi-orasi selanjutnya pun seolah menjawab pertanyaan tersebut. Maman Abdurakhman, Ketua BEM UI 2011, mengeluarkan sebuah pernyataan yang harusnya cukup menyentil para pejabat UI jika mau ditilik lebih dalam.
Menurut Maman (2011), jalur masuk membuat UI tidak pantas menjadi kampus rakyat karena kesempatan rakyat miskin berkuliah di UI semakin kecil. Andreas Senjaya, MWA UI Unsur Mahasiswa, pun tidak  mau ketinggalan. Andreas (2011) memaparkan bahwa evaluasi pimpinan selama tiga tahun tidak pernah digubris dan undangan rapat sulit untuk dihadiri.
Orasi-orasi selanjutnya pun, baik dari mahasiwsa yang menjadi korban insiden 17 Agustus 2011, dosen-dosen dan guru besar, serta perwakilan paguyuban pekerja UI, membuka satu persatu contoh-contoh kasus yang mengindikasikan mengapa tata kelola UI yang lebih baik saat ini merupakan sebuah urgensi.
Beberapa hari kemudian setelah membaca artikel tersebut dan  memberanikan diri menanyakan apa yang terjadi dengan UI kepada beberapa dosen saat di kelas, akhirnya saya mengerti apa yang dimaksud dengan istilah #SaveUI tersebut. Saya sudah tidak bertanya-tanya lagi ketika melihat kakak-kakak senior semakin gencar menyuarakan hal ini, baik dengan berorasi keliling UI maupun dengan menyelenggarakan diskusi terbuka di beberapa fakultas.
Pertanyaan ada apa dengan UI pun perlahan lenyap. Walaupun begitu, kini pertanyaan terssebut diganti dengan sebuah pertanyaan baru. Apa yang harus saya lakukan untuk UI saat ini? Walaupun saya sudah cukup banyak mendapatkan informasi mengenai kondisi UI saat ini, itu semua tidak serta merta membuat saya mampu dengan mudahnya membedakan mana fakta yang sebenarnya dan mana opini yang hanya berlandaskan kepentingan.
Sampai tulisan ini diturunkan pun saya masih mencoba menjawab pertanyaan saya sendiri tersebut dengan banyak melihat dan mendengar. Entah apa yang akan saya lakukan untuk UI di kemudian hari. Satu hal yang pasti mampu saya lakukan saat ini, hanya berusaha untuk memulai berpikir kritis dan bertanggungjawab untuk tindakan dan keputusan apapun yang kelak akan saya lakukan.

Daftar Pustaka

Andin, Shani Nurfianti. “Untuk UI yang Lebih Baik!” http://heyinishanti.blogspot.com/2011/09/untuk-ui-yang-lebih-baik.html (6 September 2011)


Andin, Shani Nurfianti. “Untuk UI yang Lebih Baik – Gambaran Umum dari @atharasyadi.” http://heyinishanti.blogspot.com/2011/09/untuk-ui-yang-lebih-baik-gambaran-umum.html (6 September 2011)

Andin, Shani Nurfianti. “Untuk UI yang Lebih Baik! – Livetweet 5/9/2011 dari @jay_mwaui.” http://heyinishanti.blogspot.com/2011/09/ untuk-ui-yang-lebih-baik-livetweet.html (6 September 2011)

 

Febrian. “Pemberian Gelar kepada Raja Arab sama dengan Pengakuan Pancung.” http://www.tempo.co/hg/pendidikan/2011/08/26/brk,20110826-353722,id.html (4 September 2011) 


***


Gw mulai menulis tulisan ini di Bogor. Di H-beberapa jam pernikahan kakak gw. Berhubung rumah gw sedang disambangi oleh keluarga besar dari Yogyakarta, Cianjur, Jakarta, dan Tangerang, selama di Bogor gw mengungsi ke kamar Ibu. Di kamar, gw mencoba menyelesaikan tugas LogPenIl dan tugas Prosesi. Gw gak sendiri. Gw ditemani kakak gw yang juga ikut-ikutan mengungsi. Gw mengerjakan tugas ditemani Mas gw yang membaca Al-Quran. Di tengah persemayaman gw dengan pulpen dan logbook, kakak gw ngajak gw minggat sementara ke luar rumah. Beli jus. Berdua.



Yang mungkin bakal jarang-jarang lagi gw lakukan setelah esok hari :)


Setelahnya, gw dan kakak gw kembali ke kamar. Gw masih dengan pulpen dan logbook, sementara kakak gw memutuskan tidur untuk menyimpan stamina dan mental untuk esok hari.

Selanjutnya?

Masih sambil mengerjakan tugas, gw mata gw berkaca-kaca. Heu. Inget satu tahun yang lalu ketika gw nemenin kakak gw buat nyari calon istri. Perjalanan panjang yang membuat gw dan kakak gw mulai saling terbuka satu sama lain. Tiba-tiba inget waktu gw nemenin kakak gw waktu gagal yang bukan cuma sekali dua kali. Dan Allah baik ya? Ketika Allah ngasih kehidupan baru untuk gw, di waktu yang tidak lama setelahnya Dia pun memberikan kehidupan yang baru pula untuk kakak gw.

Foto Prawedding

Today is the Wedding

Selamat menempuh hidup baru, Mas. Terima kasih untuk selalu meyakinkan bahwa laki-laki baik-baik, sampai kapanpun, hanya untuk wanita baik-baik :)


0 komentar: