15 November 2010
Halo kawan! Apa kabar? :)
Perkenalkan, nama gw Annisa Dwi Astuti. Biasa dipanggil Tuti (hahaha, ini gak penting abis, Tuth!) Gw anak kedua dari dua bersaudara. Gw punya satu kakak laki-laki yang bedanya 9 tahun dengan gw. Nama lengkapnya Ananto Yudi Hendrawan. Kalau gw biasa dipanggil Nisa atau Tuti tanpa pernah dipanggil Dwi, begitu juga dengan kakak gw. Kakak gw biasa dipanggil Nanto atau Hendra tanpa pernah dipanggil Yudi. Banyak orang yang bilang kalau gw dan kakak gw itu mirip banget. Bahkan temen gw ada yang bilang kalau kakak gw dikerudungin jadinya kayak gw, hahaha, lebay abis!
Kakak gw dan gw (emang mirip ya? jauh ah!)
Kalau dipikir-pikir, dilihat-lihat, dan ditimbang-timbang, sepertinya gw lebih sering menceritakan kakak-kakak gw yang ketemu gede daripada kakak kandung gw yang satu ini.
Beberapa bulan kebelakang, ada beberapa hal yang cukup istimewa yang membuat gw ingin menceritakan tentang kakak gw yang satu ini. Let me tell about him :D
Entah karena jarak umur yang terlampau jauh atau karena hal apa, hubungan kakak beradik antara gw dan kakak gw jauh banget dari kata 'sweet'. Kalau di film-film suka ada cerita kakak adik yang saling curhat. Gw dan kakak gw? Boro-boro! Foto bareng terakhir aja, tiga tahun yang lalu. Bahkan sewaktu gw kecil, gw ngerasa hubungan kakak beradik ini hanya berjalan satu arah. Kalau kakak gw ngelarang, gw iya aja. Kalau kakak gw merintah, gw iya aja. Sampai kalau berantem pun, gw bagian yang iya aja.
Sampai akhirnya diri gw beranjak dewasa (ceileh, kayak lagu sherina, Tuth), hubungan ini pun mulai berjalan setengah arah. Maksudnya? Kalau kakak gw ngelarang, gw cuma bisa bertanya kenapa dilarang, tapi ujung-ujungnya gw nurut. Kalau kakak gw merintah, gw cuma bisa nannya kenapa harus dikerjain, tapi ujung-ujungnya gw lakukan. Dan kalau berantem, gw udah bisa ngelawan, walaupun akhir-akhirnya gw kalah.
Ada dua larangan kakak gw yang paling gw ingat sampai sekarang (tapi berhubung ceritanya gw udah dewasa, dua-duanya sudah gw langgar semua, hehehe).
Pertama, gw gak boleh nonton ke bioskop. Bukan karena filmnya, tapi karena tempatnya. Berikut percakapan gw dan kakak gw yang membuat gw gak berani nonton ke bioskop sampai kelas 3 SMP (karena gw langgar di kelas 1 SMA, hehehe).
Gw : Mas, kenapa sih Icha gak boleh nonton ke bioskop? Icha juga kalau mau nonton milih-milih kali filmnya.
Kakak : Iya kamu bisa milih-milih filmnya. Tapi tempatnya? Kamu gak tau khan di dalam ruangan yang gelap gitu, kanan kiri kamu lagi ngapain. Di sudut-udut ruangan itu orang-orang lagi pada ngapain.
Gw : Yeeh, tergantung niatnya atuh, Mas. Icha mah niatnya mau nonton. Kalau yang lain ngapain, itu mah gak ada urusan sama Icha.
Kakak : Nih ya. Kalau misalnya kamu tiba-tiba meninggal di bioskop. Nanti kamu ditanya sama malaikat kamu meninggal dimana. Kalau misalnya ternyata di ruangan bioskop tempat kamu meninggal itu memang ada yang melakukan hal yang aneh-aneh, walaupun kamu niatnya nonton, yang malaikat lihat khan kamu meninggal di tempat yang terjadi maksiat. Bisa jadi fitnah kubur khan?
Nah loh? Gimana gak takut anak SMP dikasih penjelasan kayak gitu. Heu. Walaupun pada akhirnya, sejak kelas 1 SMA gw melanggar larangan itu dengan memulai debut pertama gw ke bioskop untuk nonton film Get Married di Dewi Sartika. Hehehe.
Yang gw bingung, dari dulu sampai sekarang, kakak gw emang gak pernah ke bioskop. Tapi tauuu aja tentang film jadul, sekarang, bahkan yang baru keluar juga kakak gw tau. Mulai dari alurnya sampai tokoh-tokohnya. Internetkah? Mungkin. Tapi kok kerajinan banget ya?
Larangan kedua, gw gak boleh dibonceng sama cowok. Hahaha. Kalau yang satu ini mah gw gak tau kapan pastinya gw ngelanggarnya. Masa iya kakak gw gak tau kalau adiknya kayak preman mainnya ama cowok? Tapi larangannya yang satu ini emang gak main-main. Gw pernah dimarahin habis-habisan karena ketahuan dibonceng sama Maul! Waktu itu emang udah malem habis ada urusan sama OSIS, dan Maul emang langganan gw nebeng karena rumah gw dan Maul searah. Tapi tetep aja kakak gw gak terima. Kakak gw gak tau aja kalau Maul sangat berjasa menjadi orang pertama yang ngajarin gw motor. Sejak kejadian itu? Tetep aja gw nekat.
Dan sampai sekarang, dua pelanggaran itu pun tetap gw lakukan dengan berlindung dibaling kata : YANG PENTING NIATNYA! Hehehe :D
Nah, sebenarnya hubungan setengah arah itu masih berlanjut sampai gw kelas 3 SMA kemarin. Bedanya, karena gw yang tidak mau menjadikannya dua arah karena gw tahu, kalau gw debat dan berantem sama kakak gw, pasti gw kalah. Jadih lebih baik diam dan melakukan hal yang menurut gw gak ada salahnya selama masih dalam batas wajar. Karena kata orang bijak, diam itu emas toh? (Pengen ketemu sama orang bijak ih, pengen nannya apa dia benar-benar selalu bisa mempraktikan kata-kata bijaknya dalam kehidupan sehari-harinya.)
Sampai beberapa bulan kebelakang ini, gw baru benar-benar merasa terjadi hubungan dua arah. Gw dan kakak gw sama-sama mau mendengar dan mendengarkan. Khususnya urusan hati :)
Apa penyebabnya?
Kawan, sudah pernah nonton film Ketika Cinta Bertasbih 2 yang menceritakan tentang perjuangan seorang Azzam yang sungguh berliku untuk mencari jodoh terbaiknya? Alur cerita yang awalnya gw anggap berlebihan itu (kapan sih film gak lebay, Tuth?), ternyata benar-benar terjadi di keluarga gw, spesifiknya, terjadi pada kakak gw. Dan hal itulah yang mengubah banyak hal tentang hubungan kakak beradik antara gw dan kakak gw saat ini :)
Kakak gw memang sedang memasuki usia menikah dan sudah memulai ikhtiar untuk mencari yang kata orang disebut 'jodoh'. Nah, mau gak mau semua anggota keluarga terlibat dalam urusan ini. Baik sebagai pemberi saran, dimintai pendapat, atau bahkan sebagai mak comblang. Termasuk gw :D
Kadang gw suka lucu sendiri aja kalau udah ngomongin masalah yang satu ini sama kakak gw. Secara kakak gw adalah (mmh, apa ya sebutannya, Transisi antara pria dan ikhwan yang gaul-gaul soleh) yang jarang banget ngomongin masalah hubungan antara cewek dan cowok alias anti sama yang namanya pacaran.
Dari sekian ikhtiarnya yang sampai saat ini belum membuahkan hasil, salah satunya gw terlibat di dalamnya. Sebagai mak comblang. Tapi gw lebih senang di sebut perantara sih. Kalau mak comblang? Kok kesannya gw kayak emak-emak ya? -__-
Spesifiknya seperti apa, gak bisa gw ceritakan disini. I think it's too private to be told here. Mungkin kalau nanti kakak gw udah menemukan jodohnya yang tepat, gw bisa merekam perjalanannya di blog ini, tapi gak sekarang. Ingatkan gw ya kawan? :D
Tapi kalau yang pernah nonton KCB 2, perjalanan ikhtiar kakak gw, benar-benar sebelas dua belas lah sama ceritanya Azzam. Mulai dari ditolak, keduluan sama orang lain yang merupakan sahabatnya sendiri, orang yang diharapkan belum siap, orang yang diharapkan sedang mengharapkan orang lain, mitos-mitos anak ke ekian gak boleh dengan anak ke sekian, dan lain-lain. Oleh karena itu, mohon doanya ya kawan-kawan, mudah-mudahan kakak gw bisa bertemu dengan Anna Althofunnisa. Nah loh? maksudnya bisa bertemu dengan jodoh terbaiknya, amiin :)
Nah, selama proses proses ikhtiar itu, gw banyak banget menghabiskan waktu dengan kakak gw. Bertukar pikiran, pemahaman, dan pengalaman dari latar belakang pergaulan dan umur yang berbeda.
Gw berumur 18 tahun (hore masih muda!), sedangkan kakak gw berumur 27 tahun. Gw baru lulus SMA, sedangkan kakak gw sudah meraskan adrenalin dunia kerja. Di SMA gw pernah jadi setan organisasi, sedangkan kakak gw seorang study oriented dan pernah menjadi juara umum di sekolahnya. Dan yang paling penting, kakak gw antipati sama yang namanya pacaran dan dingin sama cewek waktu SMA. Sedangkan gw? Gw pernah in relationship, gak antipati dengan hal itu, dan sering banget tukar pikiran sama cowok.
Ya. Perbedaan itu memang indah kawan :)
Dan berikut ini beberapa perbedaan antara gw dan kakak gw yang terekam dalam beberapa percakapan.
Tentang semangat.
Saat gw gagal diterima di STAN, sejak saat itu memang dimulailah ikhtiar kakak gw. Gagalnya gw masuk STAN bersamaan dengan gagalnya kakak gw di ikhtiar pertamanya. FYI : Gagalnya kakak gw di ikhtiar pertamanya karena keduluan sama sahabatnya karena kakak gw nungguin gw pengumuman STAN dulu, heu.
Dan minggu-minggu pertama setelah pengumuman gw gagal, muka gw memang cenderung murung yang ternyata disadari oleh kakak gw. Dan gw amat sangat ingat apa yang waktu itu kakak gw bilang ke gw.
Kakak : Heh, Cha. Gagal di tahun pertama aja masa udah murung gitu. Mas aja baru ditolak di kesempatan pertama masih semangat! Maju terus donk!
Dan beberapa bulan kemudian, ternyata semangat kakak gw sempat turun di ikhtiarnya yang ketiga. Apa coba rasanya jadi gw yang ngeliat kakak sendiri yang gak pernah berurusan ama cewek bisa dibuat murung ama cewek? Sedih banget gw. Sampai akhirnya gw ingat kata-kata gw waktu itu dan membalikannya :D
Gw : Heh, Mas. Ditolak tiga cewek aja masa udah murung gitu. Icha aja ditolak tiga universitas masih semangat! Maju terus donk!
Tentang bertanya.
Gw : Mas, Icha gak tau ya taaruf yang bener itu kayak gimana. Tapi ya kalau boleh saran, jangan langsung nannya siap nikah atau enggak dulu. Icha juga kalau ada cowok yang nembak dengan pertanyaan kayak gitu padahal belum kenal deket, kalau gak kabur ya pingsan di tempat kali, Mas.
Kakak : Pacaran maksudnya?
Gw : Ya gak gitu juga, Mas. Kalau Mas gak mau pacaran mah ya gak usah. Maksud Icha make a friend dulu lah.
Ya. Berteman dulu. Karena apapun yang terjadi kedepannya, tali silaturahmi sebuah pertemanan itu gak kenal kata putus khan?
Tentang memilih.
Kawan, percakapan ini terjadi ketika gw penasaran gimana perasaan kakak gw yang ikhtiarnya belum membuahkan hasil.
Kakak : Cha, laki-laki itu pemilih aktif. Makanya laki-laki itu gampang berpindah ke lain hati. Jadi sekalinya ditolak juga gak akan sakit hati. Masih bisa nyari lagi.
Gw : Hahaha, keren juga namanya. Pemilih aktif. Tapi kalau soal milih mah, cewek juga milih kali, Mas.
Kakak : Iya, tapi perempuan pemilih pasif khan? Apa coba yang bisa perempuan lakukan untuk memilih? Menerima dan menolak khan? Yang selalu memulai duluan khan laki-laki.
Tentang menunggu.
Kawan, siapa yang sedang atau pernah 'menunggu' dan 'ditunggu' seseorang, ayo angkat tangan! Ayo ngaku! Hehehe. Yap. Ternyata 'menunggu' dan 'ditunggu' adalah salah satu hal yang tak bisa dipisahkan dengan sebuah relationship. Percakapan ini terjadi ketika salah satu ikhtiar kakak gw mengharuskannya untuk menunggu. Gw dan kakak gw pun memiliki perbedaan pandangan tentang ini.
Gw : Loh mas, kalau emang jodoh itu harus diikhtiarkan, bukannya menunggu itu bisa jadi salah satu bentuk ikhtiar ya? Kan sambil menunggu bisa sambil terus memperbaiki diri dan menambah kulaitas diri khan gak ada yang salah toh?
Mas Hendra : Hidup tuh harus maju. Kalau emang percaya jodoh itu emang udah diatur, tanpa harus menunggu pun nanti juga akan ketemu entah bagaimanapun caranya, yang penting ikhtiar yang lain tetep lanjut. Boleh nunggu, tapi ada batasnya. Gak semua waktu hidup lu dipakai untuk menunggu satu hal yang belum pasti juga khan? Selama menunggu khan kita gak tahu apa yang bakal terjadi sama orang yang menunggu dan ditunggu khan? Kamu juga. Kalau nanti ada yang bilang mau nungguin kamu, gak usah kesenengan lah. Nanti sakit hati.
Well, yang merasa tertusuk dengan kata-kata kakak gw, angkat tangan!
Gw! -__-
Heu. Tapi gw dapet satu hal lagi dari percakapan yang satu ini. Buat gw, mau menunggu atau bersedia ditunggu, itu hak setiap orang. Dikembalikan kepada individunya masing-masing bagaimana menyikapinya. Tapi kalau gw pribadi, pengalaman menunjukkan bahwa gw adalah orang yang terbiasa menunggu dan tak terbiasa ditunggu. Hehehe.
Tapi satu hal yang mutlak buat gw, penantian (entah menunggu atau ditunggu) gak boleh menghentikan waktu. Karena life must go-on, bukan life must gal-au! (Hahahaha, ngasal habis bahasa lw, Tuth!)
Tentang kualitas.
Kakak : Cha, nanti kalau Mas bener-bener gak dapet-dapet kita cari di pesantren aja lah.
Gw : Kenapa harus pesantren?
Kakak : Iya, cari yang baik-baik. Nih ya, temen Mas tuh waktu kuliah bejat banget. Suka ganti-ganti pacar. Masuk pergaulan malam. Tapi akhirnya? Dapet istri anak pesantren.
Gw : Yaelah,jangan dipukul rata gitu kali Mas. Cewek baik mah gak cuma di pesantren doank kali Mas.
Kakak : Iya, tapi maksudnya kamu tuh harus jaga diri baik-baik. Karena sebejat-bejatnya cowok, dia pasti nyari istri tuh perempuan yang baik-baik.
Yap. Kalau yang satu ini sih, gw setuju :D
Sebenarnya bukan hal yang luar biasa gw ngomongin hal-hal ini karena sebelumnya gw pun pernah bertukar pikiran tentang hal itu dengan banyak orang. Tapi yang istimewa, kali ini dengan kakak gw :)
Senang bisa jadi bagian dari usaha pencarian ini. Siapapun kakak ipar gw nanti, mudah-mudahan memang yang terbaik yang Dia berikan untuk kakak gw bagaimanapun proses pertemuannya nanti. Amiin.
Dan tahukah kawan?
Gw belum pernah sedekat ini dengan kakak gw sebelumnya :)