Jumat, 15 November 2013

Sendu

Takor. Sore. Hujan.

Gw duduk berhadap-hadapan dengan seorang teman. Gestur kami berbeda. Gw memalingkan muka. Menatap hujan yang pelan-pelan berhenti. Ujung atap satu satu meneteskan sisa sisa air di ujung pipa. Menyentuh ujung rumput. Membuatnya basah di saat langit mulai kering.

Teman gw tertunduk menatap piringnya yang nyaris kosong. Masih ada nasi di atasnya. Sesuap barangkali. Tangannya bergetar. Mengambil jeda. Dilepaskannya pegangan sendoknya. Menahan nafas.

Gestur kami berbeda. Tapi ada yang sama sama kami rasakan. Ada yang sama-sama menggantung di ujung mata. Sampai akhirnya sama-sama tumpah. Kami sama-sama menangis. Menangisi kekecewaan yang sama. 

Kecewa itu sesak. 

Sedetik kemudian kami saling melempar senyum. Menguatkan. Percaya bahwa kami sama-sama orang yang kuat. Sama-sama perempuan yang kuat. Menangis hanya untuk tumpah. Bukan untuk membunuh kekecewaan. Tak perlu lah sedu sedan. Tak perlu berpelukan dan saling berpegangan. Cara terbaik untuk membunuh kekecewaan, untuk gak pernah jadi sumber kecewa yang sama.

Sore ini begitu sendu. Bukan karena hujan. Tapi karena melihat perempuan kuat, sesak menahan tangis, karena kekecewaan yang pelan-pelan mengakar.

0 komentar: