Minggu, 24 Maret 2013

Orang Ketiga

I'm not in relationship now. Batasannya adalah hubungan yang terikat antara laki-laki dan perempuan. Jadian. Gw gak pernah terlibat dalam hubungan jenis itu di 21 tahun ke belakang. Kecuali kisah percintaan zaman anak SD mau dihitung, haha :P Gak pernah terlibat tentunya gak pernah punya posisi jadi orang pertama atau kedua. Jadinya gak benar-benar punya sudut pandang orang pertama dan orang kedua dalam suatu hubungan.

Tapi jadi orang ketiga? Jangan ditanya.

Dari zaman SMA, sesering itu dipercaya berada di posisi orang ketiga. Antara dua sahabat gw yang jadian, dan dua-duanya apa-apa cerita gw. Baik yang sifatnya kebahagiaan atau permasalahan. Posisi orang ketiga menjadikan gw tahu gimana sudut pandang orang pertama dan orang kedua. Menjadikan gw tahu apa yang tidak diketahui orang pertama dan tahu apa yang tidak diketahui orang kedua. Posisi ini memaksa gw berlatih memilah informasi, mana yang harus dan tidak disampaikan kepada orang pertama dan mana informasi yang harus dan tidak disampaikan kepada orang kedua. 

Waktu SMA, rata-rata orang pertama dan keduanya adalah lingkaran gw sendiri. Dua duanya orang terdekat gw. Masuk kuliah, definisi orang ketiga ini mulai bergeser. Baik dari perannya, ataupun lingkarannya. Dulu, gw sebagai orang ketiga untuk dua orang terdekat gw. Untuk bantuin ngasih  surprise kalau ada hari istimewa untuk salah satu dia antaranya, untuk ngasih sudut pandang orang ketiga kalau ada konflik di antara keduanya, atau untuk membantu mengkomunikasikan kalau orang pertama dan orang keduanya sudah mencapai dead lock.

Lah, sekarang? Kalau dari perannya, urusannya bukan hanya tentang orang pertama dan orang kedua yang jelas-jelas berstatus. Orang pertama dan keduanya  sekarang statusnya macem-macem. Ada yang lagi PDKT dan mau nembak. Ada yang sudah jadian dan memutuskan untuk berakhir. Ada yang hubungannya sifatnya partnership. Ada yang hubungannya berupa pengharapan yang hanya mampu dipendam. Peran orang ketiga? Pernah hanya sebagai tempat tumpah, dimintain saran caranya ngedektin, caranya balikan, caranya mengkomunikasikan, caranya merelakan,  dan solusi-solusi lain yang....cuma bisa gw jawab pake sudut pandang orang ketiga.

Pergeserannya juga terjadi dari lingkarannya. Kalau dulu dua-duanya orang-orang terdekat gw. Sekarang, salah satunya bisa sama sekali gak gw kenal. Walupun pada akhirnya gw kenal juga. Entah dikenalin dengan sengaja atau enggak.

Pertanyaan besarnya, dengan latar belakang i'm not in relationship now, gak pernah terlibat dalam hubungan jenis itu di 21 tahun ke belakang, gak pernah terlibat tentunya gak pernah punya posisi jadi orang pertama atau kedua, jadinya gak benar-benar punya sudut pandang orang pertama dan orang kedua dalam suatu hubungan, kenapa gw sesering itu berada di posisi orang ketiga? Kenapa gw tidak di jelous-in ketika yang laki-lakinya adalah sahabat gw?
A'Fadlan : You are a girl everyone loves
Pernyataan A Fadlan akhirnya yang masih menjadi satu-satunya jawaban yang masih bisa gw terima untuk posisi ini. Jawaban yang kalau benar, harusnya gw malu kalau masih merutuki banyak hal.

Lalu? Tentu saja yang akan sampaikan bukan tentang siapa-siapa orang pertama dan orang keduanya. Gw cuma mau bilang terima kasih. Iya. Untuk kalian. Kalian-kalian yang pernah menempatkan gw sebagai orang ketiga :)

Karena kalian, gw mati-matian untuk belajar empati. Mati-matian memposisikan diri sebagai orang pertama dan orang kedua yang gak pernah gw tempati sebelumnya. Karena kalian, gw tau betapa mahalnya komunikasi. Indah ketika sama-sama tahu. Musibah ketika ada yang tidak (atau enggan) tersampaikan. Ketika ada yang tak tersampaikan, prasangka merajai segalanya. Ketika prasangka membunuh akal sehat, semua rasionalisasi bisa terbentuk bahkan menyimpang jauh dari kenyataan. 

Lagi-lagi karena kalian, gw belajar tentang sudut pandang. Menjadi saksi mata  begitu dua orang bisa punya persepsi yang sangat-sangat  berlawanan untuk sebuah peristiwa yang sama. Iya. Sangat-sangat berlawanan. Macam hujan yang turun di malam hari, yang satu mempersepsikan sebagai melodi yang membungkus syahdunya malam, yang satu mempersepsikan sebagai pasukan kerajaan air yang menusuk tulang.

Kalian, terima kasih untuk percaya. Begitu banyak mengajak gw belajar. Tentang penerimaan bahwa gw hanya bisa mati-matian belajar empati. Penerimaan bahwa gw sedang belajar untuk tidak memihak. Untuk terlalu banyak sudut positif yang digunakan. Dan untuk tidak pernah bosan mendengar sebuah pesan,
Apapun yang terjadi dengan hubungan ini, dari jadian harus putus, dari hts-an dan gak jadi-jadi, ataupun hanya memendam harap yang tak pernah kesampean, jaga silaturahminya. Gw se-gak suka-itu kalau ada silaturahmi yang harus putus. Tiba-tiba gak sapa-sapaan. Ketemu udah kayak musuh. Hey, itu kayak anak kecil. Bahkan anak kecil bisa main bareng lagi besoknya setelah kemarin berkelahi.
Dan untuk lagi-lagi jadi orang ketiga beberapa minggu yang lalu, 

Dear Ibu Guru Raisa dan Bapak Guru Rendy, baik-baik ya kalian. Dengan definisi baik-baik, yang setahu gw, seindah itu :)

dan,

Dear Abi dan Ummi, kepikiran untuk naik gunung bertiga gak sama gw? ;)

0 komentar: