Kamis, 28 Juni 2012

Yang Terhempas di Lagon Pari - End Part

Pukul 05.00 keesokan harinya, kami bergegas berangkat dari homestay. Kali ini, mengejar matahari terbit di Lagon Pari. Poin penting untuk menuju ke Lagon Pari : bawa headlamp dan tidak direkomendasikan untuk memakai sendal cantik ataupun sendal jepit.

Berhubung judulnya mengejar, hari itu kami benar-benar ngejar. Kami dibawa sama akang-akang guidenya dengan ritme jalan yang cukup cepat. Gak masalah kalau medannya lurus-lurus saja. Ternyata, di luar perkiraan gw, daerah pantai tidak lurus-lurus saja. Gw gak tau apakah kami dibawa motong jalan atau enggak, tapi medannya udah berasa naik gunung, Kawan. Naik, turun, naik, turun. Ditambah tanahnya berbatu dan licin. Berasa latihan fisik gw. Beneran keringetan subuh-subuh.

Tapi, tapi, tapi, semua naik-turun itu, semua keringetan itu, semua kejar-kejaran itu, benar-benar terbayar lunas di Lagon Pari. Terbayar L-U-N-A-S :D



Lagon Pari di pagi hari

Pantainya sepi banget. Berasa pantai punya sendiri. Kami menunggu cukup lama di daerah yang penuh dengan hamparan cangkang kerang dan keong. Matahari tak kunjung terbit, padahal hari sudah terang. Sayang, sepertinya kami memang tidak mendapatkan matahari terbit. Ternyata langitnya memang tengah mendung. Selain itu, kami melihat dari sudut yang salah. Sudut di mana matahari terbitnya terhalang oleh karang.

Kami pun segera bergeser ke arah Lagon Pari di sudut sebelah kiri. Ini lebih gila lagi. Di sudut sebelah  sini, sejauh mata memandang, cuma ada laut, pasir pantai super bersih tanpa sampah, barisan pohon kelapa, dan anak-anak Gandewa :D

Gandewa di Lagon Pari

Kiri ke kanan : Kak Laila, Kamal, dan Nadya

Lagon Pari merupakan pantai di hadapan laut yang dangkal. Laut di hadapan pantai ini berbentuk mangkok. Itu mengapa Lagon Pari merupakan salah satu tempat yang direkomendasikan untuk berenang karena tingkat resiko tenggelam tidak terlalu tinggi. Lautnya yang dangkal dan berbentuk mangkok menyebabkan ombaknya relatif tenang. Tapi relatif tenangnya pantai di selatan Pulau Jawa tetap tidak bisa disamakan dengan pantai utara Pulau Jawa ya, hehe :P

Kesempatan untuk bermain-main air? Tentu saja tidak akan dengan sia-sia kami lewatkan :D



Menantang ombak

Bermain pasir

Tarian ombak melawan ombak beneran :P


Cibby-Cibby di Lagon Pari :P

Ini cerita tentang Sawarna. Salah satu pantai di selatan Pulau Jawa. Pantai pertama buat gw. Reinforcement terbaik yang pernah gw punya, dari Gandewa, di bulan April 2012 :)

Gandewa di Lagon Pari :D

***

Ringkasan biaya Sawarna On Trip, 5-7 April 2012 :
  • Homestay sehari semalam + makan 3 kali @orang : Rp 100.000
  • Transportasi (sewa mobil ELF satu hari satu malam, kapasitas 15 orang) : Rp 2.000.000
  • Retribusi pintu masuk Pelabuhan Ratu (rombongan dengan mobil) : Rp 70.000
  • Retribusi masuk Pantai Pasir Putih + Tanjung Layar @orang : Rp 2.000
  • Retribusi masuk Goa Lalay @orang : Rp 2.000
  • Biaya Guide ke Goa Lalay dan Lagon Pari (rombongan) :  Rp100.000
*Biaya per orang (dengan jumlah rombongan 15 orang) : Rp 285.000

***

Nadya : Jadi, mau kemana lagi kita? Mau Rafting gak? :D
Gw : Nad, gw gak bisa berenang -___-"

Yang Tenggelam di Tanjung Layar - Part 4

Pukul 17.00 kami kembali berangkat dari homestay setelah dag-dig-dug takut hujan tidak bersahabat. Sampai akhirnya hujan rela mengalah untuk tidak datang, kami segera bergegas ke Tanjung Layar. Salah satu pantai di Sawarna yang menjadi rekomendasi tempat paling indah untuk melihat matahari terbenam.

Jalan menuju Tanjung Layar tidak jauh berbeda dengan jalan menuju Pantai Pasir Putih. Kami pun menunjukkan bukti pembayan retribusi kami tadi pagi saat menuju Pantai Pasir Putih agar kami tidak perlu membayar retribusi lagi. Kalau kita menyusuri Pantai Pasir Putih ke ujungnya di sebelah kiri, kita akan sampai di Tanjung Layar. Akan tetapi, kami lebih memilih memotong jalan melintasi persawahan dan pohon-pohon kelapa dibandingkan menyusuri Pantai Pasir Putih.

Selama perjalanan ke Tanjung Layar, gw bersisian dengan Kak Aday. Ceceritaan lah gw dengan Kak Aday. Salah satu cerita Kak Aday yang amat sangat menarik perhatian gw adalah : Kak Aday sudah pernah menjejakan kaki di Rinjani.
Kak Aday : Pasti kamu bisa kok, Ti.
Kawan, pernah gak berada dalam kondisi di mana lw punya mimpi atau bahkan cuma khayalan, trus mendadak ternyata lw ada di lingkungan orang-orang yang seolah-olah bisa dengan mudahnya mendekatkan mimpi dan khayalan itu jadi kenyataan?

Itu gw, di Gandewa :)

Sampai akhirnya tiba di Tanjung Layar, tiga hal yang langsung menghujam di kepala gw. Kerang, karang, dan RJ. Loh, RJ? 

Jadi ceritanya, karang super besar yang gw lihat di sini pernah gw lihat sebelumnya di cover foto  RJ di facebook. Edanlah, envy setengah mati lah gw ngeliatnya. Sampai akhirnya gw ngeliat langsung di sini, tiba-tiba dengan sombongnya lintasan pikiran gw bilang, "Je, gw juga bisa ternyata ke sini."

Hahaha, Pisss Je. Damai itu indah, Kawan :P

Sayangnya, bulan-bulan ini, pasangnya memang sedang tinggi banget. Karang yang sebenarnya bisa didekati karena ada jalan setapak menuju kesana, hari itu hanya bisa dilihat dari jauh. Jalan setapaknya tergenang air yang pasang.

Salah satu yang menarik perhatian gw dari karang ini adalah... ombaknya. Pemandangannya subhanallah banget waktu ombaknya nabrak karang. Sekali. Dua kali. Berkali-kali. Gak ngebosenin ngeliatnya. Tiba-tiba terlintas aja di pikiran gw istilah orang-orang dengan mental ombak. Orang-orang yang selalu memaksa buat maju, yang anti banget nengok ke belakang, yang gak peduli walaupun dia tahu bakal hancur kalau jalan terus ke depan.



Gandewa di Tanjung Layar

Sambil menunggu matahari terbenam, gw dan bebrapa anak Gandewa melihat cangkang kerang dan keong yang terhampar di sepanjang pantai. Bentuknya unik-unik. Ada yang  begitu mengkilap. Ada yang masih utuh ataupun sudah terkikis. Bahkan gw menemukan bentuk yang mirip dengan kuda laut. Keseruan tersendiri melihat bukti nyata dari proses alam yang terjadi. Tentang adanya siklus kehidupan. 

Waktunya tiba. Saatnya matahari terbenam.

  Matahari Tenggelam di Tanjung Layar

Di perbatasan antara laut dan langit, ini matahari terbenam pertama gw. Merinding. Gw dan anak Gandewa pun hanya bisa bertasbih bersama. Sekali. Dua kali. Berkali-kali. Subhanallah.. :')

 Gw dan senja di Tanjung Layar
"Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari karunia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas" (QS. Al-Israa: 12)

Yang Terukir di Goa Lalay - Part 3

Akan ada banyak perjalanan yang begitu sayang jika dilewatkan untuk ditulis dalam kurun waktu beberapa hari dan beberapa minggu ke depan. Jadi? Ada yang tidak bisa ditunda lagi. Ada cerita yang harus dipaksakan untuk diselesaikan :)

Postingan yang satu ini merupakan lanjutan dari catatan perjalanan sebelumnya. Perjalanan mandiri Gandewa ke Pantai Sawarna, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Banten bulan April lalu.

Setelah bermain-main di Pasir Putih Sawarna, kami kembali ke homestay terlebih dahulu. Merapikan barang-barang sambil menunggu waktu Zuhur sebelum kembali melanjutkan perjalanan untuk caving ke Goa Lalay.

Setelah makan siang, sholat Zuhur, tidur sebentar, dan puas bermain UNO,  kami bersiap-siap menuju Goa Lalay. Berhubung kami tidak mengetahui lokasinya, kami menyewa guide untuk menuju Goa Lalay. Di sini, guide disewa per tujuan. Untuk satu tujuan, guide disewa dengan harga Rp 50.000. Berhubung kami menyewa guide untuk dua tujuan, Goa Lalay dan Lagon Pari (keesokan harinya untuk melihat sunrise), kami menyewa guide sebesar Rp 100.000.

Kami berangkat pukul 13.00 dari homestay. Jalan menuju Goa Lalay agak berbeda dengan Pasir Putih. Kami harus menyusuri jalan utama melewati SDN 1 Sawarna. Tidak jauh dari sana, terdapat sebuah gang di sebelah kanan yang selanjutnya kami serahkan kepada guide untuk kami ikuti. Jalannya lumayan agak jauh. Apalagi ditambah ditimpa terik matahari pukul 1 siang. Recommended  buat pake sunblock :P

Walaupun jalannya berbeda, ada persamaan antara jalan menuju Goa Lalay dan menuju Pasir Putih. Sama-sama harus melewati jembatan yang goyangannya aduhai.

 Jembatan menuju Goa Lalay

Tiba di depan Goa Lalay, kami dimintai retribusi kembali. Tiap orang dikenai biaya Rp 2.000. Di sini juga guide-guide ilegal pun mulai bermunculan. Mulai dari bocah kecil sampai orang dewasa, tanpa diminta sebelumnya, bersiap siaga mendampingi kami menyusuri Goa Lalay.

Salah satu dilema moral yang dihadapi sebelum masuk ke Goa Lalay adalah masalah alas kaki. Bocah-bocah kecil yang bertindak sebagai guide-guide cilik itu merekomendasikan untuk melepas alas kaki sebelum masuk dan meninggalkannya di depan goa. Mereka bilang makin ke arah dalam goa tanahnya semakin berlumpur. Sandal kami bisa-bisa nyangkut bahkan hanyut. Mereka pun meyakinkan sandal kami tidak akan hilang karena ada yang menjaga.

Tapi emang dasar gw yang alhamdulilahnya baru dibeliin sendal baru sama Ibu, dan takut banget ninggalin sendal di depan goa, akhirnya gw memaksakan Crocs gw untuk ikut menyusuri Goa Lalay. Setelahnya? Crocs gw kuat sih.. tapi.. hahaha, gak direkomendasikan deh pake sendal. Crocs gw beberapa kali terbenam di lumpur dan sukses membuat gw beberapa kali jatuh dan keseleo yang menjadi cikal bakal cederanya kaki gw sepulang dari sini. Kalau boleh saran, emang lebih enak nyeker sekalian kok :) Toh sandal yang ditinggalkan di depan goa memang terbukti tidak hilang. Kalau masih was-was juga, nyeker sambil nenteng sandal ke dalam gua juga gak masalah. Tapi ya itu, tangan kita jadi gak bisa bergerak bebas.

Oia satu lagi, direkomendasikan untuk membawa headlamp. Senter biasa sedikit mengganggu pergerakan tangan. Khusunya kalau sedang menjaga keseimbangan ketika nyaris tergelincir.

Pintu masuk goa ini begitu kecil. Bahkan kita harus sedikit menunduk untuk memasukinya. Tapi ketika sudah ada di dalam... luas dan tinggi sekali saudara-saudara :O

Goa Lalay

Kalau mau caving ke sini,  jangan pake baju bagus. Pake baju yang memang rela untuk dikorbankan karena biasanya gak bisa ilang kotornya (dan salahnya gw adalah caving dengan pake kaos angkatan -__-"). Saat memasuki goa ini, gw disambut dengan air setinggi tumit gw. Lama kelamaan, semakin ke dalam goa, airnya semakin naik. Mulai naik setinggi betis, setinggi lutut, setinggi paha, sampai nyaris setinggi pinggang. Ketinggian air reltif ya, Kawan, tergantung seberapa tinggi dirimu (baca : gw kurang tinggi).

Gandewa di Goa Lalay

Selain ketinggian airnya, tanah yang gw pijak pun bervariasi. Mulai dari pasir yang lembut banget, tanah, sampai lumpur super licin dengan karang yang bertebaran di mana-mana. Di bagian goa dengan lumpur super licin dengan karang yang tertancap di mana-mana inilah guide-guide kecil ini bak malaikat. Mereka menunjukan kebolehannya berjalan ditengah lumpur dan karang dengan lincah untuk membantu kami berjalan. Kelihatan bangetlah bedanya mereka yang memang sudah terbiasa dengan medan seperti ini dibandingkan dengan kami yang harus memilih-milih jalan agar tidak tergelincir karena lumpur dan tidak kesakitan karena tertancap karang.

Gandewa dan guide-guide cilik Goa Lalay

Selain urusan air dan lumpur, tentu saja hal yang paling penting dari sebuah goa adalah keindahan stalagtit dan stalagmitnya. Ini stalagtit dan stalagtit pertama buat gw. Salah satu bagian yang menarik dari goa ini adalah adanya beberapa stalagtit yang bak membentuk keluarga. Seorang ibu, seorang ayah, dan seorang anak. Bukan hanya satu, stalagtit macam itu terbentuk lebih dari satu. Konon, stalagtit-stalagtit itu benar-benar terbentuk secara alami tanpa campur tangan manusia sedikitpun. Indah loh, Kawan :)

Oia, di goa ini juga tercium bau kelelawar. Gw pribadi gak ngeh kalau ternyata di langit-langit goa tersebut banyak kelelawar yang tengah menggantungkan dirinya (ini pemilihan katanya gak enak banget yak? -__-"). Huhuhu, untung kelelawarnya gak ngerasa terganggu ya. Kalau mereka berasa terganggu, nanti khan kayak berasa di film-film gitu tiba-tiba kita diserang sekawanan kelelawar, hiii...

Kurang lebih satu jam kami menyusuri Goa Lalay. Sampai akhirnya kami tiba di satu titik yang tidak bisa disusuri lagi. Sebenarnya bisa, tapi mulai dari titik itu ke dalam biasanya hanya orang-orang ahli yang bisa masuk. Jalannya sudah sangat kecil, ketersedian oksigennya mulai menipis, dan biasanya memang hanya bisa disusuri dengan menggunakan alat-alat caving.

Kami pun kembali menyusuri Goa Lalay ke arah luar. Masih dengan bantuan guide-guide cilik yang dengan lincah memilihkan kami jalan yang bisa dipijak. Mereka pun sedikit banyak bercerita tentang goa ini, tentang apa yang biasa mereka lakukan di sini, dan siapa saja yang sering datang ke sini. Sampai di luar, kami melihat tatapan penuh harap ada yang bisa kami berikan untuk mereka. Kami pun sepakat untuk memberikan beberapa lembar ribuan untuk para guide cilik itu karena telah membantu kami di dalam.

Membantu kami di dalam dan membantu gw untuk mengukir pelajaran lagi. Ada rasa sakit yang bisa diatasi karena terbiasa. Seperti rasa sakit tertancap karang yang dengan licahnya bisa dihindari oleh guide-guide cilik itu di Goa Lalay.

Sore itu mendung. Gerimis pelan-pelan datang. Kami bergegas kembali ke homestay. Sambil berharap masih akan ada langit yang cerah di Tanjung Layar.

Orang yang Sama

Belajar tentang idealis sekaligus realistis dari orang yang sama.
Belajar tentang menenggak dengan rendah hati dari orang yang sama.

Pernah belajar tentang didampingi.
Suatu hari, mungkin akan diajarkan tentang ditinggalkan.
Oleh orang yang sama.

Ketakutan?
Iya.

Karena yang mengajarkan dan diajarkan, memang sama-sama bisa untuk sejahat itu.

Selasa, 26 Juni 2012

Pencapaian

...
Ibu : Dek, setelah rapat keluarga, keputusannya kamu gak jadi dikasih motor. Kamu ceroboh banget soalnya.
Gw : (tersenyum) Icha juga gak akan maksa, Bu, kalau akhirnya gak jadi. Toh Icha gak pernah minta sebelumnya. Icha cuma nagih janji yang pernah diucapkan. Cuma, kalau Icha boleh saran, untuk ke depannya, kalau ragu untuk bisa mengabulkan sebuah janji, atau dari awal ragu kalau Icha pantas untuk dijanjikan sesuatu, gak usah janji duluan, Bu. Kasihan Icha nya, Bu. Terlanjur ngarep. Ngarep dan gak kesampean itu rasanya gak enak loh, Bu.
...
Menarik nafas panjang, lagi.
Ada senyuman di ujung percakapan. Pencapaian untuk berani menyampaikan :)

Karya di Balik Cerita

Salah satu tugas gw di BKUI 13 adalah sebagai LO beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa UI yang akan tampil di BKUI 13. Salah satu UKM yang menjadi tanggung jawab gw adalah Tim Robotik UI. Tugas gw adalah menghubungi Tim Robotik UI bahwa mereka diundang di BKUI 13, menanyakan kesediannya, dan mendampingi Tim Robotik UI untuk membantu memenuhi kebutuhannya saat tampil di tanggal 7 Oktober 2012 nanti.

Kejadiannya dua minggu lalu. Gw dan Kak Kiki, PJ gw di Divisi Bedah Universitas, datang ke Kantek (Kantin Teknik) untuk bertemu dengan Kak Wisnu. Kak Wisnu adalah ketua dari Tim Robotik UI tahun ini. Sebelumnya, gw memang sudah janjian terlebih dahulu dengan Kak Wisnu lewat sms. Agak sulit membuat janji pertemuan dengan Kak Wisnu mengingat beliau merupakan mahasiswa tingkat akhir yang sedang dikejar deadline skripsi. Gw lah yang akhirnya mencoba menyesuaikan jadwal Kak Wisnu. Rabu, 13 Juni 2012 lalu akhirnya gw dan Wisnu sepakat bertemu.

Kami janjian pukul 16.00 WIB. Lima belas menit sebelumnya gw mengabarkan kalau gw sudah di perjalanan menuju Kantek. Tidak dibalas. Gw pun mengabarkan kalau gw sudah di Kantek, di posisi mana, dan memakai baju apa. Mengingat gw dan Kak Wisnu sebelumnya tidak mengenal satu sama lain dan hanya berhubungan melalui sms. Tidak dibalas. Gw dan Kiki pun memutuskan untuk shalat Ashar terlebih dahulu di Mesjid Teknik. Sampai sholat selesai pun, sms gw masih belum dibalas.

Waktu menunjukkan pukul setengah lima. Gw pun mencoba sms Kak Wisnu lagi. Tidak dibalas. Sok-sok kepencet dua kali, gw pun mengirim sms yang sama ke Kak Wisnu. Berharap ada respon. Tidak dibalas juga. Tadinya gw mau memutuskan untuk menelpon Kak Wisnu langsung untuk memastikan jadi bertemu atau tidak. Gak enak sama Kak Kiki yang ternyata juga habis capek banget ngawas SNPMTN. Lebih tepatnya, gw gak enak karena BKUI sepakat untuk sama-sama membangun budaya tepat waktu-yang gw suka banget-. Tapinya, selama smsan sebelumnya saja, karena saking sibuknya ngurus skripsi, sms yang gw kirim pagi bisa dibalas baru tengah malamnya. Gw pun memutuskan untuk menunggu.

Sekitar pukul lima, tiba-tiba Kak Wisnu sms. Benar saja ternyata. Kak Wisnu ketiduran di kostan setelah mengerjakan skripsi. Dari kata-kata di sms yang dikirimkan, kerasa banget beliau gak enaknya. Gw pun sepakat untuk tetap menunggu Kak Wisnu di Kantek.

Beberapa menit berlalu, mahasiswa berjaket coklat kelihatan sedang mencari-cari seseorang. Dari ciri-cirinya sepertinya Kak Wisnu. Sampai akhirnya mahasiswa tersebut melihat gw dan menghampiri ke arah gw. Ternyata benar Kak Wisnu.

Sebelum duduk bergabung dengan gw dan Kak Kiki, tiba-tiba Kak Wisnu membuka percakapan dan menyodorkan sesuatu ke arah gw sambil membungkuk.
Kak Wisnu : Tuti ya? Ini sebagai permintaan maaf karena telat.
Kak Wisnu menyodorkan sekotak susu coklat ke arah gw. Ya Allah, ternyata Kak Wisnu beneran segitunya merasa bersalah. Terharu  aja loh gw, hoho :')

Pembicaraan dimulai. Meeeen. Segitu welcome-nya Kak Wisnu sama BKUI 13. Seru banget ngobrol-ngobrol sama Kak Wisnu. Sampai akhirnya Tim Robotik UI bersedia tampil di BKUI, obrolan kami bertiga pun berlanjut kemana-mana.

Kak Wisnu adalah mahasiswa tingkat akhir jurusan Teknik Elektro UI. Tim Robotik UI salah satu UKM yang gaungnya jarang banget gw dengar. Hal itu pun dibenarkan oleh Kak Wisnu. Tim Robotik Ui memang berkarya dalam diamnya. Lewat Kak Wisnu, ngerasa mendadak kenal banget lah sama Tim Robotik UI.

Dibalik gaungnya yang jarang terdengar, apa yang dilakukan anak-anak Tim Robotik UI lembuat gw tercangak-cangak lah. Banyak karya yang dihasilkan dalam diamnya. Selain memang terbiasa untuk ikut kompetisi-kompetisi nasional (internasional? gw lupa), banyak karyanya yang beredar di masyarakat. Salah satunya, pernah ke Pejaten Village? Salah satu mall yang berada di daerah Pejaten. Di salah satu toilet perempuan di lantai satunya, terdapat sebuah cermin. Cermin yang dari jauh seperti sebuah layar yang menampilkan iklan-iklan, tetapi ketika kita dekati berubah menjadi cermin. Cool aja loh :D Dan tentu saja, itu karya anak-anak Tim Robotik UI.

Selain karena cerita-ceritanya, ngobrol sama Kak Wisnu menjadi seru karena cara pembawaannya. Kocak masbro, hoho :P Beliau pun bercerita tentang kondisi anak-anak Tim Robotik UI.
Kak Wisnu : Anak Psikologi sama Keperawatan gak ada yang masuk di Tim Robotik UI nih.
Gw : Yaaah Kak, kalau ngurus manusia mah kita ngerti, ngurus robot gimana ceritanya. 
Kak Wisnu : Urus anak Tim Robotiknya aja. Kita tuh tidurnya gak teratur. Makannya gak sehat karena makan mie. Butuh ada yang ngurus kita.
Njir. Ngakak gw. Minta banget sumpah jawaban Kak Wisnu.

Selain cerita-cerita Tim Robotik UI, beliau pun bercerita tentang dirinya. Semua cerita ini lah yang bikin gw... apa karya lw sampai hari ini, Tuth?

Gw bertanya-tanya tentang skripsinya. Skripsinya Kak Wisnu kece, Kawan. Beliau membuat sebuah robot seukuran badan manusia yang memiliki fungsi sebagai intruktur tari dan senam. Kak Wisnu pun menunjukkan video robotnya kepada gw dan Kak Kiki.
Kak Wisnu : Kalau dibuat niat jahatnya, robot ini bisa mengambil alih profesi guru tari dan instruktur senam, hehehe.
Gw pun bertanya tentang kerja praktenya. Beliau ditempatkan di PLN Bengkulu. Mau tau apa yang beliau lakukan di sana? Kalau lagi hujan besar khan suka mati lampu ya? Mati lampu itu disengaja dari pusat untuk menghindari arus pendek atau kerusakan kalau-kalau sekring pusatnya tersambar listrik. Cara mematikan sekring nya di sana masih manual. Harus menggunakan galah untuk mematikannya. Untuk mensiasati kalau-kalau dibutuhkan pemadaman dalam waktu cepat, Kak Wisnu membuat suatu sistem. Mematikan sekring tersebut dengan menggunakan sms. Ketika sms dikirim, sekring pun bisa mati dengan otomatis.
Kak Wisnu : Kalau mau sekarang juga saya bisa matiin sekringnya lewat sms dari sini, tapi saya bisa ditangkap polisi, hehehe.
Gw emang gak tau cara kerjanya gimana. Tapi, gw cangak aja loh dengernya. Puncaknya, saat gw tahu kalau Kak Wisnu ternyata ditawari kerja sama dengan trans studio untuk membuat wahana baru dan sebelum sidangnya beliau sudah mendapat beasiswa  fast track di FTUI.

Ngerasa lagi di buka matanya. Ngerasa banget ada dunia yang begitu luas di sekililing gw. Ada orang-orang yang begitu banyak memiliki karya yang secara nyata bermanfaat untuk masyarakat. Ada sedikit denting kesedihan karena diri sendiri bingung punya apa.

Bukti-bukti dunia menyempit...eh.. tentang melebar maksudnya, pun kembali diuraikan. Berceritalah kami tentang A'Qi Yahya yang merupakan teman Kak Wisnu merangkap senior gw di SMANSA. Tentang A'Faris ketua Tim Robotik UI tahun lalu merangkap mantan Ketua KIR SMANSA. 

Ceceritaan dengan Kak Wisnu hari itu, ditambah ceceritaan dengan Kak Kiki di sela-sela menunggu dan perjalanan pulang, membuat gw tau sesuatu. Dunia gw luas, Kawan. Ada denting keinginan untuk bisa ikut mewarnainya. Dengan sebuah karya. Sungguh.

***

Perjalanan Pulang.

Kak Kiki mengantarkan gw sampai Detos karena ada kebutuhan yang harus gw beli. Sepulang dari Detos, gw tidak sengaja bertemu Mala, teman di Psikologi 2011, yang baru turun dari Bikun di Halte FIK. Dengan antusias Mala tiba-tiba menghampiri gw sambil setengah berlari.
Mala : Teteeeh! Baru aja aku mau sms Teteh. Teh, tadi ada yang ngomongin Teteh di Bikun.
Nah loh? Ngomongin gw?

Mala pun bercerita. Ada seorang laki-laki di Bikun yang tengah bercerita  kepada temannya. Ia menyebut-nyebut nama 'Tuti' dan 'Bedah Kampus'. Menurut Mala, Ia bercerita dengan gaya nyeleneh dan suara yang cukup keras sampai-sampai orang-orang di Bikun menoleh ke arahnya.
Mala : Iya Teh. Aku khan ingetnya Teteh panitia Bedah Kampus. Terus pas banget langsung ketemu Teteh. Ya Allah, lucu banget Teh. Jadi tuh dia cerita ke temennya kalau dia janjian sama panitia bedah kampus. Namanya Tuti. Katanya dia gak enak banget sama yang namanya Tuti gara-gara dia janji ketemuan tapi dia malah ketiduran. Dia bilang kenapa Tuti gak nelpon dia aja, khan dia jadi gak enak. Lucu banget deh Teh pokoknya cara ngomongnya. Dia bilang jadinya pencitraanya rusak khan di depan panitia.
Janjian sama gw? Ketiduran? Bentar bentar...
Mala : Iya Teh, tinggi pake jaket coklat.
Ya Allah... Sumpahlah, ternyata Kak Wisnu masih segitu gak enaknya sama gw. Pas gw inget-inget, iya juga ya. Tadi gw iseng, di tengah percakapan, gw ngitung lebih dari 4 kali beliau minta maaf untuk keterlambatannya. Segitu gak enaknya loh bikin orang nunggu. Padahal keseruan cerita sama beliau aja malah bikin gw lupa kalau tadi gw harus nunggu beliau nyaris satu setengah jam.

Salam kenal Kak Wisnu :D Sekotak susu coklatnya sejujurnya sudah sukses membuat saya amnesia untuk keterlambatannya kok, Kak :P

(celengan untuk) Nomor 49

(dulu) Gw punya celengan kaleng. Gw beri nama Si Kuning. Celengan berwarna kuning dengan gambar Zakumi, maskot piala dunia 2010. Si Kuning gw beli dan gw gunakan dengan tujuan khusus. Ada yang sungguh nyata ingin diusahakan. Ada sebuah negara yang ingin dituju. Gw bertekad kalau sampai akhirnya gw berhasil ke negara itu, entah kapan dan bagaimana caranya, gw bakal bawa Si Kuning. Gw bakal bongkar Si Kuning di negara tersebut sebagai tanda gw berhasil menjejakan kaki di sana. Sampai akhirnya gw menulis daftar 100 mimpi gw satu tahun yang lalu, Si Kuning gw niatkan untuk membantu gw mewujudkan mimpi nomor 49 gw.

Si Kuning sudah lama penuh. Gw tinggalkan di sudut kamar gw di rumah tanpa pernah lagi menyentuhnya. Sampai minggu lalu, gw pulang ke rumah. Sengaja memang untuk menyapa Si Kuning untuk bilang kalau gw lagi butuh bantuannya. Bukan untuk bilang kalau gw mau membawanya ke mimpi nomor 49 gw. Tapi bilang kalau gw butuh bantuannya untuk membawa gw ke 3676 mdpl.

Gw bawa Si Kuning ke ruang keluarga. Berbekal pisau dan coet yang terbuat dari batu, antara tega dan enggak gw mau membongkar Si Kuning. Si Kuning dibeli buat menjaga mimpi itu, bukan untuk khayalan yang mendadak malah menjadi kenyataan. 

Trus gw inget film UP. Inget celengan yang dimiliki oleh Carl dan Ellie. Celengan itu memang ditujukan untuk untuk membawa mereka ke Paradise Falls. Akan tetapi, di tengah perjalanan celengan itu harus dibongkar berkali-kali karena berbagai kebutuhan. Celengan itu dibongkar untuk memperbaiki ban mobil Carl yang bocor, biaya pengobatan Carl di rumah sakit, sampai biaya renovasi rumah yang tertimpa pohon saat badai.

 Ellie, Carl, dan celengannya

Sampai akhirnya gw ingat ending ceritanya, gw pun membongkar Si Kuning.
Bantu gw ya Kuning :)
Nasib mimpi nomor 49 nya?

Percaya ada banyak cara menuju ke sana. Seperti caranya Carl yang akhirnya sampai di Paradise Falls, walaupun harus tanpa Ellie dan celengannya.

49. Hanami di bawah Pohon Sakura

***

Belum sempet nyari pengganti untuk Si Kuning. Mungkin diselesaikan dulu kali ya urusannya dengan dua kaleng di pojok meja belajar kostan yang bertuliskan : Rinjani dan S2 Profesi Psikologi.