25 December
Nisop's house, Bogor
26 December
Quality time with Linea Alfa Arina. Sop Buah Pak Ewok, Bogor.
27 December
Grand Prix Marching Band, Istora Senayan, Jakarta.
28 December
Quality time with Clara Sovia Lestari & Dyah Raras, Bogor.
29 Desember
Terminal Hujan, Bogor.
2 January
Prepare for winter trip with the team, Bogor.
3 January
Origami time with Fasilkom's friend, Depok. He said that origami is just about computer science, woow.
4 January
Origami time, with GUIM 3. Depok.
5 January
Terminal Hujan, Bogor.
6-8 January
JAKARTA (Jalan-Jalan Akhir Tahun) BEM, Kepulauan Seribu.
13- 17 January
Telkomsel Mengajar Training, Jakarta.
18-23 January
Backpacking, Osaka-Tokyo, Jepang.
Cuma mau meluk Bapak dan Ibu. Yang selalu ngedoain anak perempuannya sehat. Yang selalu membiarkan anak perempuannya gak pernah berhenti menjejak dan melangkah.
Jumat, 27 Desember 2013
Selasa, 24 Desember 2013
Jangan Bandel!
Setelah banyak tekanan yang tak jauh berbeda, sepertinya level ketangguhan kita naik satu tingkat. Bahwa urusan menderaskan air mata, hanya untuk ibu dan bapak. Hanya untuk keluarga. Yang lain, cukuplah berkaca-kaca saja.
Begitu juga urusan rasa bersalah.
"Buat gue, lo bukan temen biasa, Tuth. Lo lebih dari teman biasa"
Buat gw, mendefinisikan hubungan ini tak penting lagi. Gw pernah bilang bukan? Gw sayang lw, dengan gabungan definisi rasa sayang yang pernah gw sampaikan ke banyak orang. Titik. Definisi itu masih berlaku sampai detik di mana gw menuliskan tulisan ini. Apalagi? Peduli amat dengan kata orang. Tentang teman, teman dekat, sahabat, ataupun pacar. Pemaknaan ini, gw yang yang punya. Kita yang punya.
Yang harus kita lakukan sekarang :
Just don't let your feet stop - Haruki Murakami
Just don't let your feet stop.
Lw tau? Apa yang selalu menyenangkan di tiap momen pertemuan kita? Adalah ketika kita sama-sama sombong tentang apa-apa yang telah kita lakukan. Sama-sama mengukur sudah di belahan bumi mana kita menjejak. Juga ketika sama-sama mengingatkan untuk siapa semua yang kita lakukan ditujukan.
Selamat melanjutkan langkah :)
Desember dan Januari ini, akan menjadi bulan yang luar biasa bukan untuk kita?
Maaf untuk kemungkinan tidak hadir saat sidang dan wisuda. Toh lw tahu benar khan? Terlepas dari sidang dan wisuda, gw selalu ada. Kapanpun. Tidak hanya di acara-acara seremonial.
Ayo lunasi janji tahun depan!
Untuk punya lebih banyak waktu di rumah. Untuk jadi orang nomor satu yang menjadi tempat bersandar keluarga.
Juga janji kita untuk kita, untuk bisa lebih jahat kepada masing-masing, setelah ini.
Jangan khawatirkan gw ya? Gw pun akan melakukan hal yang sama. Gw akan selalu mengingat pesan lw, untuk tidak mendramatisir perasaan. Tidak akan tergantung. Dan akan jauh lebih tangguh.
Yang perlu kita khawatirkan, apakah kita cukup tangguh, untuk menceklis bucket list pencapaian kita tahun depan. Dan tahun-tahun selanjutnya.
Terakhir, pesan gw untuk tidak perlu membaca blog gw lagi, itu serius, Kawan. Karena kalau gw rindu, gw akan lari ke sini. Membaca tulisan itu menyebalkan bukan buat lw? Jadi, jangan bandel!
Minggu, 15 Desember 2013
Pemaknaan Ini, Kita yang Punya
Teruntuk
dua adik kesayangan gw, apa kabar?
Ya.
Semenjak kalian melibatkan gw dalam obrolan beberapa malam yang lalu, gw merasa
punya dua adik lagi yang harus gw jaga. Iya kalian. Si putri yang cantik jelita. Si pangeran yang tampan rupawan.
Terima
kasih ya. Untuk percaya. Untuk bercerita. Senyum-senyum sendiri saat mendengar
salah satu jawaban kalian mengapa gw diajak untuk berdiskusi.
Senyum-senyum
karena kejadian ini berulang bukan? Dipercaya
jadi orang ketiga lagi. Untuk memediasi lagi. Setelah sebelumnya untuk banyak
hubungan mulai dari pendekatan, jadian, putus, move on, salah tempat, sampai
kalian. Ya, cerita kalian berbeda. Tidak gw masukan dalam kategori mana-mana.
Kalau
kemarin kalian yang bercerita, sekarang boleh gw yang bercerita?
Belakangan
gw bertubi-tubi mendengar kabar sedih dan senang. Tentang banyak hubungan.Tentang
banyak ikatan dan kemungkinan. Beruntung ya gw? Gw beruntung dipercaya oleh
banyak orang. Dipercaya mendengar banyak cerita. Termasuk dari kalian. Karena
sejatinya, sungguh, gw yang banyak belajar.
Gw
sering bertanya-tanya sendiri. Kenapa ya gw dipercaya? Padahal gw sedang tidak
dalam ikatan. Tidak sedang berpasangan. Atau kalau dalam bahasa kita sehari
hari, sedang tidak jadian. Yang secara logis orang yang berada dalam hubungan mungkin lebih paham tentang urusan ini. Ah, kapan sih
terkahir kali gw jadian? Saat kelas 6 SD sampai 7 SMP. Putus dengan kalimat
dari mantan gw, “Kamu terlalu baik buat aku”. Hahaha. Geli sendiri lah
ingetnya. 7 SMP bro.
Tapi
akhirnya gw mencoba menerima fakta. Bahwa mungkin untuk mengerti urusan ini
tidak melulu harus pernah mengalami. Tidak perlu sedang berada dalam ikatan.
Nyatanya, urusan jatuh di tempat yang salah dan memendam, sukses untuk
mendewasakan gw untuk banyak hal. Mendewasakan untuk banyak hubungan.
Mari
kita sebut urusan ini dengan jatuh... cinta? Ah, geli gw, haha. Istilah jatuh
hati lebih bisa gw terima. Gw pernah beberapa kali di jatuh hati di tempat yang
salah. Iya. Salah. Karena gw pernah jatuh hati dengan sahabat gw sendiri. Di
lain kesempatan, gw pernah jatuh hati di orang yang sudah jadian. Dampaknya? Gw
jadi ahli dengan urusan memendam. Untuk tidak pernah menyampaikan. Untuk
menganggumi dalam diam.
Urusan
jatuh di tempat yang salah dan memendam ini terjadi berkali-kali. Lukanya
berkali-kali. Lelahnya bertubi-tubi. Tapi sungguh mendewasakan. Membentuk
pemahaman yang menyenangkan.
Bahwa
orang-orang yang sempat sukses menjatuhkan hati gw, saat ini tetap menjadi
sahabat-sahabat terbaik gw. Tetap menjadi partner kerja terbaik gw. Tetap
menjadi tempat bertukar pikiran yang paling menyenangkan. Silaturahmi itu tetap
terjalin dengan baik. Dengan begitu menyenangkan. Mungkin lebih baik
dibandingkan apabila harapan-harapan yang sempat berseliweran benar menjadi
kenyataan.
Pemahaman
lain yang datang pun sungguh membuka mata gw. Bahwa mungkin energi gw saat ini
terlalu besar untuk diberikan kepada satu orang. Terlalu besar untuk diberikan
secara parsial. Mungkin saat ini benar adanya bahwa energi gw lebih baik disalurkan ke
banyak orang. Untuk menulis, untuk mengajar, untuk mendengar banyak cerita,
termasuk untuk kalian bukan? Mungkin energinya memang lebih baik untuk banyak
orang dulu. Untuk jadi banyak manfaat dulu..
Tapi
poinnya bukan pemahaman ini yang ingin
gw sampaikan. Tapi untuk tiba di pemahaman itu, gw harus jatuh bangun dulu.
Tanpa
harus menghitung kisah kasih jaman 6 SD-7 SMP selama 1 tahun 5 bulan (yang isinya adalah belajar buat lomba), gw gak pernah
ngerasain yang namanya pacaran. Gw gak pernah tau rasanya jadian. Rasanya
kangen sama pacar. Rasanya malam mingguan. Rasanya cemburu sama pacar. Rasanya
sebel karena gak dihubungi karena sama-sama sibuk. Rasanya makan pagi, siang,
malam bareng pacar.
Tapi
gw tahu rasanya memendam. Rasanya harus nyomblangin teman gw sendiri dengan
orang yang-padanya-gw-jatuh-hati. Rasanya menekan perasaan bahwa ada harapan
yang salah kepada sahabat gw sendiri. Rasanya dicurhatin sama pacar dari
orang-yang-membuat-gw-jatuh-hati.
Dear
Pangeran dan Putri, saya tau rasanya itu semua.
Saya pernah merasakan lelahnya
mengelola semua perasaan itu.
Mau
gw tahu sebuah rahasia kecil? Salah satu hal yang paling berat yang pernah gw
alami dalam urusan ini adalah... mengelola tekanan dari orang-orang di
sekeliling gw. Bahkan dari orang terdekat gw.
Bahwa
kita gak bisa menutup mata, kita, ada di zaman yang sangsi apabila melihat
laki-laki dan perempuan dekat tapi tidak ada apa-apa. Lebih lazim kalau melihat
laki-laki dan perempuan dekat dengan status sebagai sepasang kekasih.
Untuk
gw yang lebih banyak memiliki sahabat laki-laki dibandingkan perempuan, urusan
ini gak pernah mudah. Memberikan pemahaman kepada orang lain bahwa gw tidak ada
apa-apa dengan sahabat gw sendiri seperti meniup lilin ulang tahun khusus yang
kalau apinya mati akan menyala lagi. Sia-sia.
Di
satu waktu, pernah sesedih itu saat orang terdekat bilang bahwa gw jangan mem-friend-zone-kan diri. Sedih ketika
apakah ketika gw merasa dekat dan nyaman dengan sahabat gw sendiri adalah
sesuatu yang salah? Ketika kami memang sangat dekat tapi tidak menjadi sepasang
kekasih adalah hal yang salah? Ketika kami punya alasan masing-masing untuk
tidak jadian adalah hal yang salah? Bahkan ketika kami saling menjadi manfaat
tanpa menjadi sepasang kekasih adalah hal yang salah?
Gw
pun gak bohong bahwa persepsi itu pernah mendorong gw untuk mempertanyakan hubungan gw
dengan seorang sahabat. Mempertanyakan mengapa kita tidak bisa lebih sebagai
seorang sahabat. Iya. Lingkungan membentuk persepsi. Membuat pengaruh. Kadang membutakan
fakta bahwa hidup kita, kita sendiri yang memaknai.
Sampai
akhirnya, dari segala sedih, gw paling sedih ketika gw menyadari bahwa gw pun termakan
oleh banyak persepsi. Pemahaman bahwa persahabatan ini gw yang rasakan bukan orang
lain, datang terlambat. Kita paham konsep empati kan? Tentang memposisikan
diri. Tapi orang lain, tidak pernah benar-benar tau rasanya berada di posisi
kita. Tentang tidak pernah berada di dalam hubungan ini.
Dari
sini, satu per satu pemaknaan terbentuk. Tentang beruntungnya pernah memendam
dan salah tempat. Urusan ini mendewasakan. Tentang energi untuk universal
dibandingkan parsial. Urusan ini mendorong gw untuk jadi manfaat. Tentang
bersahabat tanpa banyak harap. Urusan ini melapangkan.
Dear
Putri dan Pangeran,
Percayalah
bahwa penyikapan dari banyak orang, akan mendewasakan. Semoga bisa menyikapinya
dengan bijak. Tapi yang lebih penting dari semua urusan : Pemaknaan ini, kita
yang punya.
Mungkin
bukan sebagai sepasang kekasih. Bukan dalam status jadian. Seperti yang
dipertanyakan banyak orang. Tentu saja. Ketika kata serius itu menjadi andalan,
kita pun tidak pernah tahu urusan masa depan. Bahkan matahari terbit esok hari
atau tidak, masih jadi rahasia Tuhan.
Tapi
jika benar esok hari kita masih berkesempatan untuk membuka mata, bersyukurlah.
Ketika banyak orang merasa sendirian, esok hari, masing-masing dari kalian
punya masing-masing untuk bersisian. Untuk terus belajar dan mengenal, untuk
menjadi baik bersama.
Pemaknaan
ini, kita yang punya, My Prince and
Princess.
Sabtu, 14 Desember 2013
Masih Ada
Ketika mulai terbiasa untuk mengelola lelah sendirian, kalimat paling adem adalah lw tau bahwa lw tetap punya tempat untuk tumpah.
Tut, atuh kalau mau cerita kalau lagi butuh teman mah hubungi aja aneeee santaaai, jangan didiemin sendirian.
Ini adem banget. Makasih ya. Untuk mengirim tepat di saat semua lelah memuncak. Di saat padahal gw berhasil membendungnya sendirian.
Untuk mu pun begitu. Kita tak jauh berbeda khan?
Untuk mu pun begitu. Kita tak jauh berbeda khan?
Kabarin kalau ada apa-apa. Kalau lw butuh, gw ada kok.
Langganan:
Postingan (Atom)