Selamat malam, Bogor.
Dan malam ini, masih sangat panjang untuk sebuah Psisos, PIO, dan RPP yang harus diselesaikan sebelum besok pagi kejar-kejaran lagi dengan kereta menuju Depok.
Sore ini si ibu senyum-senyum. Ngeliat anak perempuan bungsunya mematut diri di depan cermin. Dengan kemeja dan rok formal sebagai prasyarat simulasi mengajar pekan depan. Wajarlah senyum-senyum. Biasanya si anak perempuan bungsunya ini sebegitu santainya dalam berpenampilan. Kaos, jeans, sendal, selesai. Senyum-senyum juga ngeliat anak perempuan bungsunya menirukan gaya seorang guru yang mengajarkan puisi untuk murid-muridnya. Baru ingat. Si ibu memang sebegitu pengennya anak perempuan bungsunya bisa mengikuti jejaknya, sebagai seorang guru.
Malam ini si ibu senyum-senyum lagi. Waktu diwawancarai masa-masa mengandung dan melahirkan si anak perempuan bungsunya. Si anak perempuan bungsunya lagi nyicil tugas analisis diri Psikologi Perkembangan, setelah tau bentuk tugasnya macam apa dan setelah memutuskan gak mau ngerjain tugas ini di penghujung batas pengumpulan.
Berceritalah si ibu kalau masa mengandungnya segitu lurunsya. Segitu mualnya hanya di satu bulan pertama. Segitu di masa mengandungnya masih bisa diajak buat ngajar di kelas. Segitu gak ngidam apapun selama mengandung.
Hari itu bulan Ramadhan. Rabu, 26 Februari 1992, anak perempuan bungsunya lahir. Sekaligus menjadi anak perempuan satu-satunya. Kontraksinya sudah dari jam 10 pagi, tetapi tangisan pertamanya baru terdengar pukul 16.00. Kalau kata dokter yang konon disebut cantik oleh si ibu, "Ini si kempot susah ya keluarnya".
Nama awalnya Annisa Febriana. Si bapak gak setuju. Dirubahlah menjadi Annisa Dwi Astuti. Kalau gak dirubah, nama panggilannya gak bakal Tuti berarti. Febri? Ana? #plak
Setelahnya, si anak perempuan bungsunya di bawa ke ruangan para bayi. Bersama bayi-bayi yang baru lahir hari itu. Ternyata, si anak perempuan bungsunya menjadi satu-satunya perempuan yang lahir hari itu, di ruangan itu, di rumah sakit itu. Sisanya? Laki-laki semua. Bahkan ada laki-laki yang kembar. Nyengir sendiri memikirkan kemungkinan asal penyebab si anak perempuan bungsu jadi punya banyak temen laki-laki saat udah gedenya.
Laki-laki? Kembar? Tetiba terpikirkan sebuah pertanyaan.
Gw :Pak, Bu. Icha gak ketuker khan ya?Bapak : Enggak lah. Orang sejak bapak ngazanin kamu bapak ikutin sampe ke ruang bayi.Gw : Mmh, Icha gak punya saudara kembar yang dipisahin khan ya, Pak?Bapak : Emangnya kenapa?
Berceritalah gw tentang si sahabat yang lahir di tanggal yang sama. Tentang kalau gw bad mood dia bad mood. Tentang gw lagi sakit dia lagi sakit. Tentang dia lagi ada masalah gw ada masalah. Tentang se-sama itu di berbagai kesempatan. Kali-kali khan kami beneran kembar yang terpisah?
Bapak : Emang dia lahirnya jam berapa di mana?Gw : Hehehe, jam 2 sih Pak. Di Sumatra pula.Bapak : Kalau gitu kembar dari mana atuh.
Kembar ketemu gede, Pak :P
Selamat malam, Bogor.
Kalau kata Payung Teduh, malam sudah terlalu malam. Ibu dan bapak sudah tiduur. Saatnya melanjutkan malam. Sebelum besok bertemu lumba-lumba :D
Selamat Hari Sumpah Pemuda. Selamat memaknainya dengan pemaknaannya masing-masing :)
#Now Playing : Generasi Synergy - BLP feat. Pandji
Yakinkan dirimu engkau bisa taklukan dunia. Bersama kita coba buat beat. Never resist or quit, take some speed. Kolaborasi dan karya synergy hasrat jiwa. We are the chances the Indonesia need. Yes indeed, generasi synergy.
2 komentar:
Teh febri, teh ana, hahhaha teh! demi apapun, dulu namaku juga bukan Syakira Rahma, tapi Safira Nur Hanifah,haha dan di kamar bayi aku cewek sendiri juga! Tandanya aku bisa jadi penulis hebat juga kayak teteh (lho?) hehe :")
@syaki : waaaah, aku panggil safira aja gimana syak? hehehe :P wihiii, kita bayi perempuan perkasa di tengah para lelaki syak #plak hahaha. allahuma amiin :) semoga kita tetep semangat nulis ya syak! :D
Posting Komentar