Teruntuk
dua adik kesayangan gw, apa kabar?
Ya.
Semenjak kalian melibatkan gw dalam obrolan beberapa malam yang lalu, gw merasa
punya dua adik lagi yang harus gw jaga. Iya kalian. Si putri yang cantik jelita. Si pangeran yang tampan rupawan.
Terima
kasih ya. Untuk percaya. Untuk bercerita. Senyum-senyum sendiri saat mendengar
salah satu jawaban kalian mengapa gw diajak untuk berdiskusi.
Senyum-senyum
karena kejadian ini berulang bukan? Dipercaya
jadi orang ketiga lagi. Untuk memediasi lagi. Setelah sebelumnya untuk banyak
hubungan mulai dari pendekatan, jadian, putus, move on, salah tempat, sampai
kalian. Ya, cerita kalian berbeda. Tidak gw masukan dalam kategori mana-mana.
Kalau
kemarin kalian yang bercerita, sekarang boleh gw yang bercerita?
Belakangan
gw bertubi-tubi mendengar kabar sedih dan senang. Tentang banyak hubungan.Tentang
banyak ikatan dan kemungkinan. Beruntung ya gw? Gw beruntung dipercaya oleh
banyak orang. Dipercaya mendengar banyak cerita. Termasuk dari kalian. Karena
sejatinya, sungguh, gw yang banyak belajar.
Gw
sering bertanya-tanya sendiri. Kenapa ya gw dipercaya? Padahal gw sedang tidak
dalam ikatan. Tidak sedang berpasangan. Atau kalau dalam bahasa kita sehari
hari, sedang tidak jadian. Yang secara logis orang yang berada dalam hubungan mungkin lebih paham tentang urusan ini. Ah, kapan sih
terkahir kali gw jadian? Saat kelas 6 SD sampai 7 SMP. Putus dengan kalimat
dari mantan gw, “Kamu terlalu baik buat aku”. Hahaha. Geli sendiri lah
ingetnya. 7 SMP bro.
Tapi
akhirnya gw mencoba menerima fakta. Bahwa mungkin untuk mengerti urusan ini
tidak melulu harus pernah mengalami. Tidak perlu sedang berada dalam ikatan.
Nyatanya, urusan jatuh di tempat yang salah dan memendam, sukses untuk
mendewasakan gw untuk banyak hal. Mendewasakan untuk banyak hubungan.
Mari
kita sebut urusan ini dengan jatuh... cinta? Ah, geli gw, haha. Istilah jatuh
hati lebih bisa gw terima. Gw pernah beberapa kali di jatuh hati di tempat yang
salah. Iya. Salah. Karena gw pernah jatuh hati dengan sahabat gw sendiri. Di
lain kesempatan, gw pernah jatuh hati di orang yang sudah jadian. Dampaknya? Gw
jadi ahli dengan urusan memendam. Untuk tidak pernah menyampaikan. Untuk
menganggumi dalam diam.
Urusan
jatuh di tempat yang salah dan memendam ini terjadi berkali-kali. Lukanya
berkali-kali. Lelahnya bertubi-tubi. Tapi sungguh mendewasakan. Membentuk
pemahaman yang menyenangkan.
Bahwa
orang-orang yang sempat sukses menjatuhkan hati gw, saat ini tetap menjadi
sahabat-sahabat terbaik gw. Tetap menjadi partner kerja terbaik gw. Tetap
menjadi tempat bertukar pikiran yang paling menyenangkan. Silaturahmi itu tetap
terjalin dengan baik. Dengan begitu menyenangkan. Mungkin lebih baik
dibandingkan apabila harapan-harapan yang sempat berseliweran benar menjadi
kenyataan.
Pemahaman
lain yang datang pun sungguh membuka mata gw. Bahwa mungkin energi gw saat ini
terlalu besar untuk diberikan kepada satu orang. Terlalu besar untuk diberikan
secara parsial. Mungkin saat ini benar adanya bahwa energi gw lebih baik disalurkan ke
banyak orang. Untuk menulis, untuk mengajar, untuk mendengar banyak cerita,
termasuk untuk kalian bukan? Mungkin energinya memang lebih baik untuk banyak
orang dulu. Untuk jadi banyak manfaat dulu..
Tapi
poinnya bukan pemahaman ini yang ingin
gw sampaikan. Tapi untuk tiba di pemahaman itu, gw harus jatuh bangun dulu.
Tanpa
harus menghitung kisah kasih jaman 6 SD-7 SMP selama 1 tahun 5 bulan (yang isinya adalah belajar buat lomba), gw gak pernah
ngerasain yang namanya pacaran. Gw gak pernah tau rasanya jadian. Rasanya
kangen sama pacar. Rasanya malam mingguan. Rasanya cemburu sama pacar. Rasanya
sebel karena gak dihubungi karena sama-sama sibuk. Rasanya makan pagi, siang,
malam bareng pacar.
Tapi
gw tahu rasanya memendam. Rasanya harus nyomblangin teman gw sendiri dengan
orang yang-padanya-gw-jatuh-hati. Rasanya menekan perasaan bahwa ada harapan
yang salah kepada sahabat gw sendiri. Rasanya dicurhatin sama pacar dari
orang-yang-membuat-gw-jatuh-hati.
Dear
Pangeran dan Putri, saya tau rasanya itu semua.
Saya pernah merasakan lelahnya
mengelola semua perasaan itu.
Mau
gw tahu sebuah rahasia kecil? Salah satu hal yang paling berat yang pernah gw
alami dalam urusan ini adalah... mengelola tekanan dari orang-orang di
sekeliling gw. Bahkan dari orang terdekat gw.
Bahwa
kita gak bisa menutup mata, kita, ada di zaman yang sangsi apabila melihat
laki-laki dan perempuan dekat tapi tidak ada apa-apa. Lebih lazim kalau melihat
laki-laki dan perempuan dekat dengan status sebagai sepasang kekasih.
Untuk
gw yang lebih banyak memiliki sahabat laki-laki dibandingkan perempuan, urusan
ini gak pernah mudah. Memberikan pemahaman kepada orang lain bahwa gw tidak ada
apa-apa dengan sahabat gw sendiri seperti meniup lilin ulang tahun khusus yang
kalau apinya mati akan menyala lagi. Sia-sia.
Di
satu waktu, pernah sesedih itu saat orang terdekat bilang bahwa gw jangan mem-friend-zone-kan diri. Sedih ketika
apakah ketika gw merasa dekat dan nyaman dengan sahabat gw sendiri adalah
sesuatu yang salah? Ketika kami memang sangat dekat tapi tidak menjadi sepasang
kekasih adalah hal yang salah? Ketika kami punya alasan masing-masing untuk
tidak jadian adalah hal yang salah? Bahkan ketika kami saling menjadi manfaat
tanpa menjadi sepasang kekasih adalah hal yang salah?
Gw
pun gak bohong bahwa persepsi itu pernah mendorong gw untuk mempertanyakan hubungan gw
dengan seorang sahabat. Mempertanyakan mengapa kita tidak bisa lebih sebagai
seorang sahabat. Iya. Lingkungan membentuk persepsi. Membuat pengaruh. Kadang membutakan
fakta bahwa hidup kita, kita sendiri yang memaknai.
Sampai
akhirnya, dari segala sedih, gw paling sedih ketika gw menyadari bahwa gw pun termakan
oleh banyak persepsi. Pemahaman bahwa persahabatan ini gw yang rasakan bukan orang
lain, datang terlambat. Kita paham konsep empati kan? Tentang memposisikan
diri. Tapi orang lain, tidak pernah benar-benar tau rasanya berada di posisi
kita. Tentang tidak pernah berada di dalam hubungan ini.
Dari
sini, satu per satu pemaknaan terbentuk. Tentang beruntungnya pernah memendam
dan salah tempat. Urusan ini mendewasakan. Tentang energi untuk universal
dibandingkan parsial. Urusan ini mendorong gw untuk jadi manfaat. Tentang
bersahabat tanpa banyak harap. Urusan ini melapangkan.
Dear
Putri dan Pangeran,
Percayalah
bahwa penyikapan dari banyak orang, akan mendewasakan. Semoga bisa menyikapinya
dengan bijak. Tapi yang lebih penting dari semua urusan : Pemaknaan ini, kita
yang punya.
Mungkin
bukan sebagai sepasang kekasih. Bukan dalam status jadian. Seperti yang
dipertanyakan banyak orang. Tentu saja. Ketika kata serius itu menjadi andalan,
kita pun tidak pernah tahu urusan masa depan. Bahkan matahari terbit esok hari
atau tidak, masih jadi rahasia Tuhan.
Tapi
jika benar esok hari kita masih berkesempatan untuk membuka mata, bersyukurlah.
Ketika banyak orang merasa sendirian, esok hari, masing-masing dari kalian
punya masing-masing untuk bersisian. Untuk terus belajar dan mengenal, untuk
menjadi baik bersama.
Pemaknaan
ini, kita yang punya, My Prince and
Princess.
4 komentar:
atau mungkin mba tuti lebih memilih untuk mengembangkan bakat menyayangi secara universal dibanding partikular? :-)
@raras : bisa jadi ras :)
duh tulisan teh tuti emangggggggggggggg
@indi : halo indi :D
Posting Komentar